foto oleh Avard Woolaver |
Banyak kisah tentang seorang pimpinan
perusahaan yang menghargai dan menghormati karyawannya. Ini perilaku yang patut
dicontoh demi kebaikan sang pemimpin dan karyawannya serta kebaikan lingkungan
kerja. Namun seiring dengan cerita kebaikan itu tak jarang ada cerita memilukan
lainnya. Seorang bos seenaknya saja berperilaku buruk terhadap bawahannya.
Simaklah kasus-kasus seperti bos yang melecehkan sekretaris pribadinya, seorang
bos yang tidak menghargai kinerja karyawannya. Sungguh ini perilaku yang membuat
ketidaknyamanan dalam lingkungan kerja.
Saya tertegun dengan beberapa dosen kami.
Ketika kuliah pagi hari, ada karyawan kampus yang mengurus minuman dan makanan
untuk para dosen. Ketika sang dosen berada di kelas selama lebih kurang 30-45
menit, sang karyawan membuka pintu ruang kelas dan membawa segelas teh hangat
untuk sang dosen. Kami sebagai mahasiswi/a hanya meneguk air liur sendiri
melihat teh hangat itu. Belum saatnya kami disuguhi minuman seperti itu. Saya
kira tidak bijak juga kalau kami diberi minuman teh. Jumlah kami banyak. Nanti
merepotkan karyawan kami. Tetapi kami tetap diberi minum yang bisa diambil
sendiri di tempat khusus. Di situ ada air aqua dalam galon yang bisa diambil
kapan saja. Asalkan kami membawa botol minuman masing-masing.
Beberapa dosen mengucapkan Terima Kasih
sambil menunduk dan menoleh ke muka karyawan itu. Beberapa yang lain lagi hanya
menunduk saja. Dan, beberapa dosen lagi tidak mengucapkan apa-apa karena
mungkin sedang serius menjelaskan bahan kuliah kepada kami. Ada yang, meski
sedang menjelaskan materi dengan semangat, dia berhenti sejenak dan mengucapkan
Terima Kasih sambil menunduk dan menoleh ke arah karyawan itu. (sekadar
catatan, ada beberapa dosen yang membawa sendiri gelas airnya di ruang kelas
sehingga karyawan kami tidak perlu mengantar air ke kelas). Lama sekali saya
mengerti apa arti ucapan terima kasih sang dosen. Dari dulu saya menganggapnya
hanya ucapan biasa belaka. Namun, betulkah itu sudah menjadi kebiasaan para
pemimpin dalam sebuah lembaga?
Dalam sistem ketenagakerjaan bos dan
karyawan adalah orang yang berada di atas dan di bawah. Jika diibaratkan
demikian, di kampus kami, dosen adalah sang bos, sang pimpinan, dan karyawan
itu adalah karyawan, sang bawahan. Relasi antara atasan dan bawahan ditentukan oleh
kebijakan masing-masing kantor. Relasi ini juga tergantung pada kemampuan sang
bos dan karyawan untuk membangun sistem komunikasi yang membuat masing-masing
pihak bekerja dengan nyaman. Ada yang mungkin mengira bawahan tetap menjadi
bawahan untuk selamanya baik di kantor maupun di luar kantor, baik waktu formal
maupun nonformal. Ada pula yang menganggap bawahan sebagai patner kerja yang
memandang relasinya setara meski dalam status kantor tetap berbeda.
Saya menduga relasi antara dosen dan
karyawan kami sudah berjalan baik. Sang karyawan sudah dihormati, diakui
kinerjanya oleh sang bos yang adalah dosen. Meski masing-masing dosen mempunyai
cara tersendiri untuk mengungkapkan terima kasih ini, dari beberapa dosen sudah
menunjukkan perhatian kepada karyawannya. Pekerjaan mengantar teh hangat ke
hadapan sang dosen tampak seperti pekerjaan kecil. Dalam kekecilannya tersirat
makna yang sangat mulia. Pekerjaan mulia yang diakui oleh sang dosen yang
bergelar profesor dan doktor. Ada rasa senang dan bangga ketika seorang
karyawan menerima ucapan terima kasih dari seorang profesor.
Dengan demikian, sudah terpenuhi kebutuhan
dasar sang karyawan itu yakni menerima pengakuan dan dihormati oleh orang lain
yang ada di lingkungan kerjanya. Pengakuan dan penghormatan ini membuatnya
semakin rajin bekerja dan berusaha memberikan pelayanan yang terbaik kepada
orang yang dilayaninya. Dalam sistem relasi seperti ini tidak ada sekat yang
menciptakan jarak antara atasan dan bawahan. Komunikasi akan mudah jika atasan
dan bawahan sudah membangun relasi yang baik.
Jika dalam sebuah perusahaan atau tempat
kerja sang bos sudah menghormati bawahannya termasuk sekretaris pribadinya maka
dia sudah memenuhi kebutuhan dasar bawahannya. Boleh jadi penghormatan akan
martabat bawahannya sebagai manusia juga ikut dihormati. Bawahan bukan hamba
yang bisa diperlakukan seenaknya seperti majikan di Malaysia yang seenaknya
memperlakukan TKW kita dengan tindakan yang tidak manusiawi. Bawahan adalah
manusia seperti sang bos yang memiliki martabat dan harga diri yang sama, yang
patut dihormati oleh siapa pun.
Terima kasih saya ucapkan kepada para
dosen. Semoga kami sebagai generasi muda tidak berhenti pada rasa kagum dan
hanya mampu melihat perilaku sang dosen. Semoga kami mengingat dan berani
mempraktikkan dalam kehidupan kami di mana saja kami berada nanti.
CPR, 5/5/2012
Gordi Afri
*Dimuat
di blog kompasiana pada 6/5/12
Post a Comment