foto oleh gandeng_tangan |
Beberapa hari belakangan
media massa memberitakan kasus-kasus yang menimpa anak kecil di kota Jakarta.
Ada anak yang dibuang begitu saja oleh ibunya. Untuk kasus ini bukan hanya anak
tetapi yang paling banyak adalah bayi. Ada juga yang diculik orang tak dikenal
dengan dalih-dalih yang menarik. Kita boleh setuju dengan kesimpulan para pakar
bahwa akar permasalahannya adalah pendidikan dalam keluarga.
Keluarga memainkan peran
penting dalam membina dan mendidik anak-anak. Hanya keluarga yangs serius yang
mampu membentuk kepribadian anak sehingga ia mandiri. Ini membutuhkan perhatian
dan komitmen orang tua. Tak jarang permasalahannya terletak pada peran orang
tua. Untuk zaman sekarang, hal ini sangat penting. Namun, hal itu tidak mudah
diwujudkan. Orang tua terlalu sibuk, misalnya, lupa memberi pendidikan dan
perhatian kepada anak-anaknya. Anak-anak mencari perhatian dan kasih sayang
dari pengasuh anak. Kadang-kadang anak-anak tertarik dengan bujukan dan rayuan
dari orang tak dikenal. Hal ini tidak disadari oleh orang tua yang terlalu
sibuk dengan dunianya.
Saya memberi apresiasi
kepada anak-anak dampingan kami di Warakas-Jakarta Utara. Kami berkumpul sekali
seminggu, setiap hari Sabtu. Saya dan beberapa teman memberi pelajaran kepada
mereka. Ini bukan sekolah privat yang dibayar. Kegiatan ini hanya kegiatan
sosial. Pelajaran yang kami berikan pun berupa pelajaran yang dibahas di
sekolah. Tak jarang kami hanya mengerjakan tugas dari sekolah. Kadang-kadang
kami juga hanya bermain atau mendengarkan cerita. Tetapi bukan permainan
kosong. Lewat permainan itu kami menanamkan nilai-nilai yang baik kepada
anak-anak misalnya kejujuran, kesabaran, dan kerja keras. Permainan menebak
angka atau huruf misalnya. Anak-anak dilatih untuk sabar menemukan jawaban.
Anak-anak juga dilatih untuk dengan jujur menyebut angka yang dipilihnya. Saya
merasa ini merupakan bagian dari pendidikan yang dibutuhkan oelah anak-anak
seusia SD, dari kelas 1 sampai 6.
Ada juga anak-anak yang
butuh didengarkan. Beberapa anak mengajak saya untuk bercerita. Mereka serius
mendengarkan. Sesekali kami menyuruh mereka untuk bercerita tentang apa saja.
Mereka bisa bercerita dan butuh didengarkan. Dari latar belakang orang tua
mereka, akan ketahuan bahwa mereka kurang diperhatikan. Orang tua terlalu sibuk
bekerja. Ada yang bertemu bapaknya hanya sekali sebulan. Ada yang hanya pada
malam hari, kalau bapaknya pulang sebelum dia tidur. Ada yang hanya pagi hari.
Macam-macam. Peran ayah dalam pendidikan anak tidak bisa sepenuhnya digantikan
oleh peran ibu. Sebab ibu pada umumnya menanamkan nilai-nilai yang berkaitan
dengan peran seorang ibu. Sedangkan bapak akan mewariskan nilai-nilai yang
berkaitan dengan peran seorang bapak.
Kami belajar di bawah
kolong tol Tanjung Priok. Beralaskan terpal yang digealr di atas tanah datar
berlantai semen seluas 6×20-an meter. Kami menggunakan sebagian kecilnya saja,
seukuran terpal, 5×6 meter. Halaman yang luas itu dijadikan tempat permainan
bagi anak-anak di sekitar tol. Rumah mereka berdempetan sehingga tidak ada
tempat untuk bermain. Lantas, kolong tol yang kosong itu dijadikan tempat
bermain. Ada orang yang berbaik hati, memberi sumbangan untuk merapikan tempat
itu. Kolong ini pun menjadi tempat yang nyaman untuk bermain, berjualan, parkir
mobil, bahkan sebagai lapangan futsal.
Sebelum pelajaran kami
biasanya membiasakan anak-anak untuk membaca buku. Anak-anak kelas 4 ke atas
kami beri buku bacaan anak-anak. Buku cerita tentunya. Ada cerita nusantara.
Ada juga buku cerita terjemahan dari bahasa asing. Untuk anak-anak kelas
3 ke bawah, kami memberi buku-buku bergambar yang menarik. Ini kesempatan untuk
memperkenalkan mereka pada dunia buku, dunia membaca, dunia mengembangkan
wawasan.
Satu hal lagi yang
mengagumkan saya yakni kebiasaan menabung. Ketika pertama kali bergabung dalam
kegiatan ini, saya kaget. Anak-anak membawa uang Rp. 5.000,00, kadang juga Rp
10.000,00. Dan, ada beberapa orang yang hanya Rp.3.000,00. Rupanya mereka
mempunyai buku tabungan. Saya pernah dipercayakan untuk mengisi buku itu sesuai
dengan jumlah uang dan nama anak. Uang-uang ini nantinya akan dikembalikan
kepada anak-anak pada akhir tahun. Buku tabungan dan uang disimpan oleh
koordinator kegiatan ini yakni seorang suster/biarawati Katolik.
Ini kebiasaan yang baik.
Anak-anak dibiasakan untuk menabung sejak kecil. Bukan tidak mungkin kebiasaan
menabung ini akan mengakar dalam diri anak sampai dia dewasa nanti. Jika ini
menjadi kebiasaan maka dia mempunyai satu modal hidup di masa depan. Ada anak
yang menabung sampai Rp. 20.000, 00 dalam sekali setoran. Biasanya dia hanya
menabung Rp. 5.000,00 dalam satu kali setoran. Ketika saya tanya asal-usul uang
sebesar itu, dia mengatakan uang itu berasal dari pamannya. Dia baru saja
menerima uang dari sang paman. Dia pun menabung uang itu tanpa tergoda untuk
memberi jajan.
Saya yakin apa yang kami
tanamkan dalam diri anak-anak dampingan kami akan menjadi modal besar bagi masa
depan mereka. Kembali kepada peran keluarga dalam pendidikaan anak. Kami
sedikit membantu peran keluarga dalam membina dan mendidik anak. Jumlah mereka kecil
tetapi mereka bisa bersahabat, menghormati, dan berbagi kasih satu dengan yang
lainnya. Meski kami belajar di bawah tol yang di sampingnya terdapat kali yang
baunya menyengat di hidung, kami merasa senang berkumpul di tempat itu setiap
hari Sabtu. Kami belajar di antara kerumunan banyak orang yang lalu lalang di
sekitar kami tetapi kami tetap betah belajar dan bermain di tempat itu. Tempat
itu sudah menjadi bagian dari kehidupan masa kecil kami. Di atas kepala kami
ada mobil berlalu-lalang. Semoga suatu saat kami bisa menikmati hidup yang
layak. Terima kasih untuk semua orang yang membantu kami dengan tenaga, dengan
materi, dengan dukungan, dan dengan bantuan lainnya.
CPR, 8/5/2012
*Dimuat di blog kompasiana pada 9/5/12
Post a Comment