MENGANGKAT DAUN PERDAMAIAN DI MINGGU
PALMA
foto, DOMENICA DELLE PALME, angeloscola.it |
Perayaan Minggu Palma di kota Parma
tahun ini merupakan kali kedua. Kali pertama terjadi tahun lalu. Semoga kali
ketiga juga masih di Parma. Tentu beda dengan perayaan di Indonesia. Di
Jakarta, Yogyakarta, Labuan Bajo, apalagi di rumah saya. Perayaannya boleh beda
tapi intinya sama yakni mengenang kembali peristiwa Yesus masuk kota Yerusalem.
Di sana dia dielu-elukan sebagai raja. Meski, pada akhirnya dia ditolak karena
tidak menampilkan sosok raja seperti yang diharapkan. Penduduk Yerusalem
mengharapkan raja duniawi yang punya kuasa. Yesus tidak memiliki kuasa duniawi.
Kuasanya datang dari Bapa-Nya.
Gara-gara kuasa ini, Yesus tidak
saja ditolak, tapi juga dibenci, disiksa, disuruh memikul salib sampai
menderita, dan akhirnya meninggal. Kuasa seperti diharapkan penduduk Yerusalem
itu juga yang menjadi harapan umat manusia zaman ini. Bahkan, kami yang
mengikuti perayaan ini juga tidak luput dari angan-angan dan godaan mengejar
kuasa seperti ini. Gara-gara kuasa ini juga, bahkan, kami juga ingin menguasai
dunia, menguasai yang lain, menguasai agama, menguasai status sosial, menguasai
negara lain, menguasai kelompok lain.
Meski kami tak luput dari godaan
kuasa duniawi ini, masih ada di antara kami yang ingin menaklukkan kuasa ini.
Kami lebih besar dari kuasa itu. Kami bisa menang melawan godaan kuasa itu.
Kemenangan ini kami nyatakan dalam partisipasi dalam perayaan Minggu Palma hari
ini.
Di antara kami ada anak-anak 8-10
tahun, remaja, dewasa, tetua, bahkan ada juga bayi. Ini berarti bahwa kuasa ini
sebenarnya bisa ditaklukkan. Kuasa ini sebenarnya tidak kuat-kuat banget. Kuasa
ini masih bisa direm agar kami sendiri menguasai kuasa yang menaklukkan kami.
Kuasa ini memang ada dalam setiap orang. Orang dewasa, tetua, bahkan orang
muda. Kuasa yang bisa masuk dalam hati dan pikiran siapa saja yang bisa
berpikir dan beriba hati. Meski merasuk hati dan pikiran, kuasa ini sebenarnya
bisa ditaklukkan. Itulah sebabnya kami mengenang peristiwa pemuliaan ini.
Peristiwa ini dikenang menurut
peristiwa aslinya di Yerusalem. Di mulai dengan perarakan yang menggambarkan
Yesus masuk kota Yerusalem. Disaksikan banyak orang yang memuliakan-Nya. Kami
juga berarak dari Gereja Santo Antonius. Melewati kantor pos, singgah sebentar
di Gereja Santa Maria Magdala yang sekarang sudah diserahkan kepada penganut
Agama Katolik Ortodoks ritus Yunani. Dari situ, kami berjalan terus menuju
Gereja Santa Cristina.
Kali ini, Yesus juga dielu-elukan
oleh mereka yang melihatnya. Yesus yang dulu adalah Yesus dengan tubuh
fisiknya. Yesus yang berjalan bersama kami hari ini adalah Yesus yang disalib.
Kami membawa salib Yesus itu. Dan, banyak orang melihat Yesus yang kami bawa
ini sebagai figur yang patut dimuliakan. Mereka langsung membuat tanda salib
begitu melihatnya. Tanda salib itu menjadi tanda memuliakan Yesus. Dari balkon
rumah, dari jendela kamar, jendela rumah, dan sebagainya. Bagi mereka, Yesus
itulah figur yang harus mereka hormati. Lepas dari Yesus itu berfisik nyata
seperti dulu, Yesus bagi mereka kiranya bukan saja terbatas pada tubuh fisiknya
tetapi juga pada rapresentasinya dalam salib itu.
Di gereja sudah banyak yang
menunggu. Polisi yang mengantar dan mengatur jalannya prosesi atau perarakan
ini melepas kami sampai di pintu masuk gereja. Di dalam gereja, kami
melanjutkan perayaan ekaristi. Saya dan dua teman (1 orang Italia, dan 1 orang
Prancis) membacakan Injil yang mengisahkan penderitaan Yesus.
Sebelumnya, di gereja Santo Antonius, saya membaca Injil. Umat mendengar dengan
penuh hikmat bacaan ini. Bagi mereka, bacaan itu juga menjadi salah satu bagian
penting dalam perayaan Minggu Palma ini.
Bukan saja bacaan itu yang penting.
Orang Italia mempunyai tradisi yang kuat mengenai minggu palma. Daun palma bagi
mereka daun zaitun atau l’olivo. Daun menjadi simbol perdamaian
dalam budaya Italia. Simbol ini menjadi tanda bahwa orang Italia suka berdamai.
Ini harapannya meski kadang-kadang kenyataan berkata lain. Tentu bagi umat
Katolik Italia, datang ke gereja pada Minggu Palma menjadi ritual penting.
Mereka membawa daun palma ke rumah dengan harapan membawa perdamaian bagi
kehidupan mereka sekeluarga. Inilah yang unik dari perayaan Minggu Palma tahun
2015 ini.
Cerita ini akan berlanjut dengan
cerita hari Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Suci dan Minggu Palma.
Parma,
3 April 2015
Gordi
Post a Comment