FOTO, floresa |
Miris rasanya membaca
berita tentang Ibu Enik Nangge (44 tahun). Dia dioperasi di Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Ruteng, Manggarai, Flores, NTT. Sayangnya, operasi itu tidak
sampai selesai. Meski tidak selesai, RSUD tetap meminta ganti rugi atas operasi
yang berjalan setengah itu. Malang bertambah karena dia dianjurkan untuk
operasi lanjut di Makasar atau di Bali. Ibu Enik seperti pemeran pepatah, sudah jatuh, lalu tertimpa tangga. Belum
selesai operasi, diminta bayaran, lalu dianjurkan melanjutkan beroperasi di
tempat lain (lihat floresa.co edisi on
line pada 23 dan 26 Februari 2015).
Ibu Enik kiranya bukan
orang pertama. Boleh jadi ada pasien lain yang mengalami nasib sama. Kisah Ibu
Enik hanyalah pembuka jalan untuk pasien lainnya. Pasien memang berhak mendapat
pelayanan yang baik dari pihak rumah sakit. Tentu, selain hak mendapat pelayanan, pasien juga
berkewajiban membayar biaya. Di sini ada relasi pasien-rumah sakit. Ada hak dan
kewajiban.
Pihak
rumah sakit semestinya menjadi rumah yang nyaman bagi pasein. Misi rumah sakit
kiranya sudah jelas, melayani pasien. Dalam kasus Ibu Enik, rumah sakit sudah
bertindak dan mengarah pada misinya. Sayang, misinya tidak tuntas. Malah, boleh
dibilang, misi RSUD Ruteng gagal. Selain gagal, pelayan RSUD juga mengecewakan
dan membebani pasien. Ibu Enik dan keluarga sudah dibebani penyakit kista.
Beban itu bertambah lagi dengan biaya yang diminta pihak rumah sakit. Tambah
lagi jika jadi dioperasi di luar daerah.
Beban
Ibu Enik mesti diringankan. Sayang jika dia dan keluarga dibiarkan menderita
karenan banyaknya beban. Salah satu yang bisa dibuat adalah mengoptimalkan
pelayanan RSUD Ruteng. Kehadiran RSUD ini tentu menjadi harapan terbesar
masyarakat Manggarai. Bahkan, juga masyarakat di dua kabupaten tetangga,
Manggarai Barat dan Timur. Sejauh ini, RSUD Ruteng adalah andalan utama
masyarakat. Di Labuan Bajo dan Borong kiranya fasilitas kesehatan belum
selengkap RSUD Ruteng. Tentu di Cancar juga ada RS St Rafael. Tetapi, di sana
juga butuh biaya yang kiranya lebih mahal karena statusnya sebagai lembaga
swasta.
Pemerintah
kiranya tidak keliru membangun RSUD Ruteng. Berada di tengah, antara Barat dan
Timur. Berada di jantung ibu kota kabupaten. Bisa didatangi pasien dari seluruh
Manggarai. Sayang jika tujuan awal ini tidak diwujudkan dalam pelayanan RSUD
Ruteng. Pelayan kesehatan—dokter dan perawat atau bidan—RSUD dalam hal ini
mesti didesak untuk mewujudkan tujuan ini. Tidak semua pelayan kiranya menghendaki
kejadian ini. Masih ada pelayan rumah sakit yang mau melayani sampai tuntas.
Rakyat—seperti pelayan rumah sakit—juga ingin mendapat pelayanan yang baik. Dan
ini tugas para pelayan.
Tugas
ini mulia sekaligus menuntut kerja keras. Di desa-desa, rakyat mulai senang
dengan kehadiran bidan desa (bides).
Bides ini menjadi ‘dokter pertama’ yang menghadapi pasien di kampung-kampung.
Banyak cerita betapa mulianya tugas para bides ini. Banyak di antara mereka
menjadi anak kesayangan segenap warga
kampung. Sebutan ini muncul karena keterlibatan mereka dalam kehidupan
masyarakat. Meski demikian, banyak juga cerita tentang bides yang lari
meninggalkan tugasnya. Dia tidak merasa betah di tempat tugasnya yang kadang
membuatnya merasa sepi dan terisolasi. Dalam hal ini, bides boleh dibilang gagal
dalam membawa misinya melayani masyakarat.
Kisah
bides sukses dan bides gagal bukan saja milik para bidan dan perawat. Dokter
juga ada yang sukses dan gagal. Gagal dalam mengemban tugasnya. Gagal karena
meninggalkan tugasnya. Gagal karena melaksanakan tugas setengah-setengah.
Hasilnya seperti yang dialami Ibu Enik. Dan, Ibu Enik tidak sendiri. Banyak
pasien seperti Ibu Enik. Ada yang batal dioperasi, tunda diobati, gara-gara
dokter sedang ke kota. Mestinya dokter tahu, tugasnya adalah melayani pasien.
Dan, pasien mestinya diberitahu, jika dokter tidak bisa melayani, diberitahu
datanya. Diberitahu juga jika tidak bisa dioperasi, entah itu karena kurang
saranan atau kurang tenaga kesehatan.
Rakyat
juga butuh pelayanan yang baik. Jangan biarkan mereka menderita karena
pelayanan yang buruk. Jangan biarkan pasien berikutnya menjadi Ibu Enik yang
kedua dan seterusnya. Biarkan pengalaman Ibu Enik menjadi pertama dan terakhir.
Jangan biarkan pasien dari seluruh Manggarai keluar kota untuk mengontrol
kesehatannya. Kalau bisa diatasi di Manggarai, layanilah di Manggarai. Biarkan
penyakit berat saja, yang tidak bisa diatasi di RSUD Ruteng, dirujuk keluar kota. Tugas pemerintah
kabupaten serta rakyat Manggarai untuk mewujudkan RSUD Ruteng sebagai pusat
pelayanan kesehatan yang nyaman bagi para pasien.
Gordi Afri
Alumnus
SMAK Loyola Labuan Bajo dan STF Driyarkara Jakarta.
*Artikel ini dimuat di website flores.co dengan perubahan sedikit oleh redaksi.
Post a Comment