Halloween party ideas 2015

ilustrasi di sini
Siapa pun pasti ingin merenung. Merenungi kehidupannya, kejadian yang menyedihkan, kejadian yang membahagiakan. Setiap orang butuh saat-saat khusus ini. Merenung di tempat sunyi. Manusia memang makhluk yang sepi. Maksudnya suka menyepi, suka yang sunyi. Orang Bali boleh berbangga akan hal ini. Setiap tahun ada kesempatan untuk merenung dalam sunyi.

Meski suka sepi, manusia sebetulnya suka ramai. Suka masuk dalam kerumunan, masuk diskotek, masuk lapangan sepak bola, masuk pertunjukkan konser dan sebagainya. Manusia adalah bagian dari keramaian. Dan tampaknya keramaian ini mendominasi hidup manusia. Manusia sulit menyediakan waktu luangnya untuk menyepi. Maunya ikut retret, menyepi, tapi selalu tenggelam dalam kesibukan.

Soekarno adalah tokoh bangsa ini yang pastut dicontoh. Dalam dirinya merenung menjadi kegiatan yang bermanfaat. Bukan sekadar merenung tetapi memperoleh hasil dari merenung. Lima sila yang dikenal sebagai pancasila merupakan kelanjutan dari hasil renungan Soekarno di bawah pohon Sukun di kota Ende-Flores, NTT. Merenung baginya menjadi kesempatan untuk menemukan inspirasi.

Selain membawa manfaat, merenung juga sering diidentikkan dengan tindakan bodoh dan gila. Manusia sering menyindir para perenung sebagai orang gila. Gila, kamu merenung melulu. Demikian komentar beberapa pengritik. Pengritik ini sebenarnya tidak tahu apa arti merenung. Mereka menyamakan merenung dengan menghayal, nglamun. Menghayal memang bisa dipandang sebagai tindakan bodoh. Tidak menghasilkan apa-apa. Tetapi dalam sindiran bodoh ini, penghayal justru menemukan dirinya jauh dari kebodohan. Dia menciptakan kisah dalam novel justru bermula dari tindakan menghayal. Jadi, menghayal itu tidak selamanya dan tidak melulu tindakan bodoh. Sebagian orang mungkin ya tetapi sebagian lagi tidak.

Jika menghayal saja bukan melulu tindakan bodoh, merenung juga tidak bisa disamakan dengan tindakan bodoh. Merenung tampaknya bodoh. Tak bersuara, bisu, tak bertindak, diam. Dan memang itulah esensi dari merenung. Merenung menjadi saat-saat intim bersama pikiran. Dalam keintiman ini ada gerak pikiran. Pikiran bekerja keras dan menghasilkan sesuatu yang maksimal dalam kesunyian, keheningan, kediaman. Tak jarang memang merenung dikaitkan dengan tindakan diam, bisu, termenung, tak bergerak, dan sebagainya.

Gambaran ini adalah gambaran orang bodoh, tak berpendirian. Memang merenung adalah tindakan bodoh. Karena bodoh, orang menghindarinya. Namun, dari kebodohan itu lahirlah ide cerdik, pintar, dan segar. Perenung tidak identik dengan orang bodoh. Perenung yang dipandang bodoh justru menjadi tokoh visioner dan pintar. Dan memang untuk mencapai ide yang bernas, seseorang mesti merenung. Ide menarik tidak muncul begitu saja. Ide itu datang melalui situasi sunyi, diam, tak bergerak. Melalui tindakan merenung.

Itulah yang dibuat Soekarno, presiden pertama bangsa ini sekaligus proklamator. Diamnya Soekarno adalah diamnya orang pintar. Diamnya orang pintar adalah diam merenung. Dalam merenung dia menemukan ide cemerlang.

Kala manusia tak lagi mau merenung, hidup terasa dangkal. Mau yang mudah dan instan. Pikiran pun sulit diajak memikirkan yang dalam. Suka berpikir yang dangkal. Susah berpikir yang dalam. Lantas muncul ide yang dangkal, tidak mendalam, menyentuh permukaan saja. Debat publik pun menjadi hambar, jauh dari kedalaman aspirasi rakyat. Baik kalau manusia kembali ke asalnya sebagai makhluk pecinta sunyi, makhluk perenung.

Salam merenung.

PA, 5/6/13
Gordi



Post a Comment

Powered by Blogger.