Mahasiswa zaman
sekarang sering dicibir karena tidak tahan duduk berlama-lama. Duduk lama-lama
di ruang kuliah bukanlah hal mudah. Inilah yang sering dikeluhkan mahasiswa.
Kalau sekadar duduk saja tentu semuanya bisa. Tetapi kalau duduk sambil
mendengarkan dosen itu tidak mudah. Ini tantangan berat bagi mahasiswa zaman
ini.
Duduk lama-lama di
kelas/ruang kuliah/ruang pustaka akan membuahkan ketekunan. Orang tekun akan
dengan setia mengerjakan tugasnya. Dia akan menyelesaikan halaman demi halaman
dari buku yang dibaca. Orang tekun juga akan setia mendengar setiap kalimat
yang diucapkan mahasiswa, kalimat yang diucapkan pasien yang berkonsultasi.
Semua ini bisa dilakukan hanya dengan modal tekun.
Ketekunan itulah
yang saya tangkap dari pribadi seorang dosen di sebuah kampus di Yogyakarta.
Dia rela duduk selama lebih dari 2 jam di ruang baca. Saya hanya ikut nimbrung
di situ selama 1,5 jam. Saya pun tak tahu entah dia akan duduk lebih lama lagi
di situ. Yang jelas saya bersamanya hanya 1,5 jam saja. Saya tahu dia ada
sebelum saya, 30 menit sebelumnya dari petugas ruang baca.
Ketekunan menjadi
barang langka bagi mahasiswa saat ini. Ketekunan bak musuh yang mesti
dijauhkan. Ketekunan memang dianggap sebagai musuh karena ada banyak godaan
yang menjauhkannya dari pribadi mahasiswa. Ada hp yang selalu membuat jari-jari
mahasiswa memencetnya. Ada laptop yang keyboard-nya selalu menanti untuk
diutak-atikkan. Ada pula jaringan internet gratis di kampus yang selalu
menunggu untuk digunakan. Mahasiswa yang tidak pandai menyiasati perkembangan
teknologi ini akan jatuh-tenggelam dalam pengaruh media ini. Dia akan dikuasai
bahkan diperbudak oleh media. Dia lupa bahwa semua ini sarana. Sebagai sarana,
media ini hanya digunakan saat-saat tertentu di mana diperlukan saja. Media ada
bukan digunakan sepanjang waktu.
Media ini
memberikan banyak pengetahuan dan ketrampilan secara gratis kepada mahasiswa.
Meski demikian, tidak semua pengetahuan ada di internet. Kesahihan ilmu dalam
internet pun tidak semuanya bagus. Ada yang sekadar menjiplak saja. Itulah
sebabnya di kampus saya dulu, sumber dari internet tidak boleh lebih dari 30%
jika digunakan untuk sumber makalah.
Membaca tetaplah
menjadi kebiasaan yang sejatinya harus menjadi candu bagi mahasiswa. Candu
internet tentu tidak menguntungkan ketimbang candu membaca. Dan dosen ini tadi
emmang membaca selama duduk di ruang yang nyaman ini. Sesekali saya
memerhatikan dia yang duduknya jauh di depan saya. untunglah hanya kami berdua
di dalam ruangan ini. Ketika kepala saya makin tunduk, saya mencoba
menegakkannya dan sesekali menoleh ke arahnya. Sesekali juga dia mengembalikan
KAMUS ke rak buku. Lalu, mengambil BUKU TEBAL lain lagi. Boleh jadi dia sedang
mengoreksi tulisannya.
Dosen ini menjadi
panutan bagi saya. tak perlu menelusur lebih jauh tentang kiprahnya di dunia
pendidikan. Saya tidak berpotensi untuk itu. Tetapi, dari kebiasaannya yang
saya lihat hari ini menjadi jelas bahwa dia suka membaca dan duduk
berlama-lama. Saya suka dosen seperti ini. Saya ingat beberapa dosen yang
selalu mengajak kami untuk membaca dan betah duduk. Beberapa dair mereka saya
lihat datang lebih awal ke kampus. Duduk di ruang baca, menyiapkan bahan ajar.
Dengan ini jelas bahwa mereka menyiapkan sesuatu sebelum memberi pelajaran pada
murid-muridnya.
Ketekunan menjadi
barang langka bagi mahasiswa tetapi bukan berarti mahaiswa tidak bisa
memperolehnya. Banyak juga mahasiswa zaman ini yang tekun dan mampu duduk
berlama-lama di tempat belajar. Ketekunan memang amat dibutuhkan di tengah
gempurnya pengaruh media sosial yang membuat mahasiswa menjauhkan kebiasaan
untuk tekun belajar.
Salam tekun dari
saya.
PA, 28/5/13
Gordi
Post a Comment