Dari gedung
tinggi ke pohon tinggi. Dari berwarna-warni ke warna hijau.
Demikianlah gambaran pemandangan yang terlintas di
mata saya dua tahun lalu. Betapa tidak, saya baru saja datang dari Jakarta.
Tinggal di antara jejeran bangunan tinggi. Pemandangan yang sehari-hari nyata
di depan mata. Tentu ada juga pepohonan hijau seperti di sekitar rumah kami di
bilangan Jakarta Pusat. Tetapi apalah artinya pepohonan itu dibanding luasnya
gedung tinggi di seluruh kota Jakarta.
Datang ke Italia, negara yang dijuluki sebagai kaya
budaya dan seni. Selain seni, rupanya Italia dikenal sebagai negara hijau.
Maksudnya, hampir di setiap kota selalu ada bagian hijaunya. Italia memang
sangat ketat dalam menerapkan hukumnya. Salah satunya adalah mewajibkan
pembangun apartemen untuk menyediakan lahan kosong sebagai ‘bagian hijau’ di sekitar
pekarangan apartemen. Jika ini tidak dipenuhi, izin mendirikan sebuah apartemen
tidak akan keluar. Jangan heran jika di setiap bagian dari sebuah kota, selalu
ada bagian hijaunya. Entah berupa taman kota atau pekarangan apartemen.
Suatu ketika, saya pergi ke pinggiran kota Ravenna,
salah satu kota seni di Italia. Menginap di salah satu rumah yang letaknya di
bagian tengah hutan. Bukan hutan tanpa pemilik. Hutan yang dimaksud adalah
rerimbunan pohon cemara. Pepohonan inilah yang mengelilingi rumah ini. Rumah
hening ini tepat berada di tengah hutan cemara ini. Tidak banyak suara yang
masuk ke rumah ini. Maka, sangat cocok jika rumah ini dipakai sebagai rumah
untuk berhening. Entah berdoa atau bermeditasi. Rupanya banyak pengunjung rumah
ini betah tinggal di sini. Lumayan menikmati keheningan dan hijaunya kompleks
ini.
Setiap hari, saya berjalan-jalan mengitari kompleks
ini. Lebih dari dua kali saya berputar-putar. Boleh dibilang, minimal 14 kali
saya mengelilingi kompleks ini selama 7 hari di sana. Saya tak ingat apakah
pernah 3 atau 4 kali sehari. Atau kadang-kadang 1 kali saja. Hari pertama saya
mengitari semua sudutnya. Hari berikutnya, kadang-kadang berhenti lama di bawah
satu pohon. Atau berhenti tepat di ujung jalan. Tidak ada mobil yang lewat karena
memang tidak boleh lewat sembarang di kompleks ini. Pejalan kaki tentu saja
tetapi tidak untuk mobil. Pemandagn hijau dari ujung jalan itu membuat saya
betah menatapnya lama-lama. Betapa indahnya pohon cemara ini. Saya
berandai-andai, kalau saja ada yang menemani, saya akan mengajak teman saya
untuk duduk dan bercerita lama atau duduk bermeditasi lama-lama di sini. Kalau
teman saya itu perempuan, saya mengajaknya bercinta di bawah pohon cemara ini
saja. Pasti dia akan betah duduk berdua sambil bercerita di kompleks ini.
Saya yakin pemilik rumah ini betah tinggal di sini.
Rasanya seperti tinggal di vila pribadi di kawasan puncak, Bogor, Jawa Barat.
Letak rumah yang berada di tengah seolah-olah menunjukkan bahwa rumah itulah
yang jadi pusat kompleks ini. Dari rumah inilah semua inspirasi untuk membangun
dan melestarikan kompelks ini. Pemilik rumah suatu pagi berbisik pada saya,
“Rumah ini bukan rumah kita. Kita menerimanya secara gratis. Pemiliknya
menugaskan kita untuk melestarikan kawasan yang ada. Itulah sebabnya, kami
terus merawat pepohonan ini dan menjaga keaslian kompleks ini sesuai arahan
pemiliknya yang telah tiada itu.”
Saya tertegun mendengar ujaran pemilik rumah ini.
Kawasan hijau seperti ini memang mesti dilestarikan. Dan, tentu banyak godaan untuk
melalaikannya. Kawasan indah dan teduh ini bisa saja dirusakkan dalam sekejap
mata. Cukup membuang sampah di sembarang tempat, rusaklah kawasan ini. Tidak
ada lagi udara bersih karena sudah terpolusi oleh bau busuk sampah tadi. Tapi,
ini tidak saya temukan di kompleks ini. Pemilik rumah justru menunjukkan pada
pengunjung cara dia melestarikan kawasan ini. Salah satunya ya, bangun
pagi-pagi, sambil berlari-lari, dia membawa tong sampah organiknya. Membuangnya
di salah satu bagian dari rumah ini. Di sana sudah ada tempat khusus yang
disediakan. Di sanalah sampah organik itu disimpan. Sampah-sampah itu akan
diolah secara alamiah hingga nantinya akan jadi pupuk. Saya tidak sempat
memintanya menjelaskan cara pengolahannya.
Rupanya tidak
cukup sebatas mengagumi kawasan hijau tetapi mesti tahu cara membangun dan
merawatnya.
Salm cinta
hijau.
PRM, 31/8/2015
Post a Comment