Warna
kesukaanmu apa? Begitu pertanyaan teman saya beberapa waktu lalu. Pertanyaan
semacam ini sering saya dengar. Saya pun menjawab ala kadarnya. Bukan karena
tidak mau menjawab. Saya
menghormati teman yang bertanya ini. Tentu dia punya maksud di balik bertanya.
Atau tentu saja ada juga yang bertanya ala kadarnya saja alias iseng.
Saya menjawab sekenanya saja karena
saya tidak pernah memilih warna yang paling saya suka. Bagi saya semua warna
itu sama saja. Tentu menjadi indah ketika ditempatkan pada situasi yang cocok. Kalau saya
sedang melihat bendera Indonesia, saya suka warna Merah yang dipadan dengan
Putih. Demikian ketika naik gunung bulan Agustus kemarin. Saya lihat banyak
sekali dua warna ini ditempelkan pada batu atau pohon. Hanya saja posisinya terbalik seperti
benderanya Polandia. Rupanya bendera ini jadi penanda jalur pendakian yang
berlaku di seluruh Eropa. Saya dapat jawaban ini dari seorang Italia yang suka
naik gunung.
Kalau saya
sedang memandang ke langit atau menatap indahnya lautan, saya suka warna biru.
Mataku menatap berjam-jam melihat birunya langit dan laut. Demikian ketika
melihat pelangi yang warnanya macam-macam. Rupanya jadi indah. Keindahan yang tiada tara. Seperti indahnya
pulau-pulau di Indonesia yang diminikan di Taman Mini Indonesia Indah,
Jakarta.
Keindahan
seperti inilah yang saya hidupi sejak masa kecil. Karena saya hidup di gunung,
warna dominan yang saya lihat adalah warna hijau. Tanpa mengurangi warna
langit-biru. Hijau bagi saya adalah tanda kesuburan. Kesuburan yang menjadi
impian kami, para petani. Tanah subur adalah idaman. Di baliknya, ada hasil
panen. Entah padi, kopi, cengkeh, fanili, cokelat, pohon Jati, Mahoni, Ampupu,
Sengon, dan sebagainya.
Di balik kesuburan juga tersimpan
rerimbunan pohon. Rerimbunan yang mungkin sederhana tetapi dari sudut pandang
seni, rerimbunan itu jadi indah. Rerimbunan yang juga jadi sarang burung,
tempat berteduhnya manusia. Di balik kesuburan, juga tersimpan rerumput hijau.
Rumput yang jadi tempat terbaik untuk bermain sepak bola bagi kami anak desa.
Rumput yang juga jadi makanan ternak kami. Kuda, Kerbau, Sapi, Kambing, dan
sebagainya.
Hijau bagi
kami adalah warna rejeki. Belum senang rasanya kalau belum muncul kehijauan.
Sebaliknya, kalau hijau muncul, perasaan langsung bergembira ria. Bukan saja
bergembira tetapi mata kami juga seolah-olah tak berkedip melihat indahnya
alam. Melihat bunga mekar, dedaunan hijau kala musim hujan mulai. Kami bahagia
dengan warna hijau.
Warna hijau juga
menjadi warna harapan. Harapan akan hasil panen padi. Harapan ini sudah kami
tanamkan sejak kami menanam padi. Berlanjut ketika kami melihat padi itu
bertumbuh subur nan hijau saat berumur 1,5-2 bulan. Maka, di balik hijau
tersimpan harapan besar. Kalau panen padi berhasil betapa kebahagiaan kami
bertambah. Maka, hijau itu sungguh besar artinya bagi kami.
Kalau ada
lagi yang bertanya, apa warna kesukaan saya, saya akan menjawab untuk saat ini,
saya memilih warna hijau. Tentu warna hijau menjadi lebih indah juga ketika
dipadukan dengan warna lainnya.
Jadi, apa warna kesukaanmu???
Parma, 31/8/2015
Post a Comment