Sebuah
fakta bisa ditafsir macam-macam. Tafsiran ini menimbulkan beragam pendapat.
Tafsiran ini dilatarbelakangi posisi penafsir. Bisa saja dari A ke B. Bisa juga
tafsirannya melampaui fakta. Memutarbalikkan fakta. Dari fakta ke bukan fakta.
Dari fakta ke kejadian yang diciptakan.
Zaman
ini susah mencari kebenaran. Kebenaran menjadi nilai relatif. Mana yang benar
dan mana yang salah? Tergantung yang menilai. Dari sana dikatakan A dari sini
dikatakan B. Sebagai pihak C, hanya bisa mendengar dan membaca pendapat si
A dan si B.
Apalagi
kalau masuk yang namanya kriminal dan politisasi. Fakta bisa menjadi perdebatan
jika dipolitisasi dan dikriminalisasi. Berita kriminal kadang-kadang menyisakan
pertanyaan besar. Sulit menemukan bukti sebenarnya. Itu karena di baliknya ada
berbagai motif. Balas dendam, utang, cinta, seks, dan sebagainya.
Demikian
dengan fakta yang dipoltisasi. Kesaksian saksi mata bisa berubah ketika fakta
yang dilihatnay dipolitisasi. Amat sedikit saksi yang memertahankan kesaksian
akuratnya. Ada yang diteror dengan berbagai cara sehingga membuat kesaksian
palsu.
Negeri
ini sudah antah-berantah. Sulit mengungkap siapa pelaku yang sebenarnya dalam
peristiwa kriminal. Hukum sudah tidak berwibawa. Penindak pelanggar yang konon
katanya bertindak tegas-tepat kini bisa bertindak dengan berbagai motif. Sulit
dipercaya jika faktanya korban dijadikan tersangka. Sim sala bin negara juga
bakal kehilangan wibawa jika sendi-sendinya seperti hukum tidak berwibawa lagi.
Masih
bisa hidupkah negeri antah-berantah ini? Banyak pihak ingin menegakkan
keadilan. Faktanya langkah mereka dihadang berbagai pihak. Sulit memang.
Menegakkan kebenaran sama dengan menegakkan batang pisang yang dipotong
sebagiannya. Sulit bukan?
PA,
28/3/13
Gordi
Post a Comment