Halloween party ideas 2015

ilustrasi, google.co.id
Profesi tukang parkir amat menjanjikan. Saya pernah bicang-bincang dengan seorang tukang parkir di Jakarta. Dia mengatakan kalau pas ramai, pendapatannya mencapai ratusan rupiah sehari. Kalau sepi ya paling puluhan ribu.

Beda dengan tukang parkir di tempat ramai yang lebih besar. Misalnya di PRJ, Kemayoran. Di sini bisa sampai jutaan rupiah. Saya belum pernah menanyakan pada tukang parkir di sana. Tetapi, beberapa teman pernah menawarkan, kalau ada waktu luang ikut gabung jadi kru parkir di sana. Sayangnya saya banyak tugas dari kampus waktu itu.

Tak heran jika tukang parkir menjadi pekerjaan yang diincar banyak orang. Mereka yang menganggur bisa masuk di sini. Ada yang membentuk kelompok kru parkir. Kerja sama demi keamanan juga. Sebab, lahan parkir kadang-kadang menjadi rebutan. Ada yang bekerja paruh waktu jaga sehingga yang lain bisa dapat uang saja.

Malam untuk kelompok A, siang untuk kelompok B. Atau juga dibagi perhari. Saya pernah menjadi tukang parkir di beberapa gereja di Jakarta saat misa hari Sabtu dan Minggu. Di sini pengelolaannya jelas. Setiap kelompok emndapat jatah sekali seminggu. Ini bertujuan agar semuanya dapat bagian.

Hari ini saya mendapat pengalaman baru. Tukang parkir yang beda sekali dengan yang saya jumpai di kota. Tukang parkir ini berada di desa. Di tempat yang jauh dari keramaian di daerah Klaten-Yogyakarta. Tepatnya Klaten-Jawa Tengah. Kebetulan tadi siang, saya dan teman-teman mengunjungi sebuah tempat doa di sana. Berziarah dan berekreasi.

Kami tidak seharian di sana. Hanya sekitar 2 jam saja. Kami memarkir mobil di salah satu tempat parkir dekat tempat doa itu. Sewaktu pulang, teman saya menanyakan pada tukang parkir mengenai besarnya sewa parkir.

“Bayar seiklasnya,” kata tukang parkir itu. Saya kaget dan terharu. Biasanya tukang parkir mematok harga. Apalagi di tempat ziarah yang tak sepi pengunjung, biasanya, di beberapa tempat, mereka mematok harga Rp. 5.000. Tukang parkir ini beda.

Jawaban itu menyiratkan nilai sebuah pekerjaan. Tidak banyak menuntut. Cukup melaksanakan tugas dan bekerja sebaik mungkin. Soal harga sebagai bayaran, terserah kepada pelanggan.

Saya memberi Rp. 5000 untuk satu mobil kepada tukang parkir itu. Lalu, teman saya menambahkan. Kebetulan kami pakai dua mobil. Saya baru menemukan seorang tukang parkir seperti ini. Menjadi baru bagi saya dengan jawaban yang ia lontarkan.

Kata-kata “Seiklasnya” saja terngiang di telinga. Saya menjadi sadar. Kadang-kadang saya banyak menunut kepada orang lain. Padahal masih ada orang yang rendah hati, tak menuntut, bekerja tanpa menuntut bayaran tinggi. Saya tidak emrendahkan pekerja yang bekerja keras. Saya hanya salut dengan tukang parkir yang meminta bayaran seiklas saja. Jawaban seiklas ini menggema di antara tuntutan biaya parkir yang sudah dipatok per jam, atau dipatok seenaknya saja.

Terima kasih mas untuk kata-katamu.

PA, 1/4/13

Gordi

Post a Comment

Powered by Blogger.