Halloween party ideas 2015

 MEMBUKA MATA YANG TERTUTUP; 

Pesta Bertobatnya St Paulus, Rasul; Kis 22: 3-16; Mrk 16: 15-18

 


Berbagai peristiwa memilukan terjadi di sekitar, dan kadang membuat mata kita tidak ingin melihat. Seperti pertikaian yang mengenaskan, mata kita tentu tak ingin melihatnya. Bukan saja muak tapi juga jijik melihat kekejian seperti itu.

 

Tapi hari ini, kita diajak untuk membuka mata dan melihat. Berbagai peristiwa itu tak mungkin bisa dibatalkan oleh kemampuan kita. Oleh sebab itu, kita diajak untuk melihat cahaya di tengah redupnya harapan dari semuanya ini.

 

Perintah Tuhan kepada Paulus hendaknya menjadi refren kita, “Bangkitlah dan pergilah ke Damsyik.” Di tengah himpitan peristiwa itu, kita kadang menjadi lemah dan putus asa. Tapi Tuhan membangkitkan kita. Maka, mari kita pergi mencari cahaya terang. 

 

Di dalam peristiwa inilah, kita diundang untuk menemukan harapan. Kita berharap pada Tuhan yang tak mungkin meninggalkan kita. Berharap pada-Nya berarti mendengarkan suara-Nya. Seperti Paulus, dengan mendengarkan, kita akan mampu mengetahui kehendak-Nya. Dengan kehendak-Nya, kita akan tahu jalan yang benar. Dan pasti ia tidak membiarkan kita tersesat di jalan yang tampak seperti labirin ini. Agar tetap di jalan-Nya, kita perlu terus mendengarkan suara-Nya.

 

Dengan modal ini, kita bisa menjadi saksi-Nya di tengah dunia ini. Untuk itulah kita mempunyai misi: mewartakan Injil. Pewartaan ini tidak akan pernah menjadi tindakan sekali jadi. Maka, kita juga diajak untuk terus menerus bertobat seperti dialami Paulus. Mungkin kita jatuh dan jangan berpikir itu sebagai sebuah kegagalan. Dari Paulus, kita belajar bahwa peristiwa jatuh bisa membangkitkan harapan baru. Ia yang gelap karena matanya buta, kini melihat cahaya baru.

 

Semoga di tengah dunia yang gelap oleh persaingan ini, kita tetap bisa melihat cahaya harapan-Nya, yang membuat kita tetap rendah hati dan tidak ikut bersaing secara tidak sehat. Tuhan, jagailah kami dalam jalan cahaya-Mu. Bukalah selalu mata kami untuk melihat jalan kebenaran yang Kau tunjukkan. 

 


MELEMBUTKAN HATI YANG MEMBATU; Pw S. Fransiskus dr Sales, Uskup dan Pujangga Gereja; 2Sam 7: 4-17; Mrk 4: 1-20

 


Kita tahu, air tak akan pernah menghancurkan batu yang keras. Dua benda alam ini mempunyai sifat yang berlawanan. Tapi, dalam kehidupan alam, kita tahu, batu yang terus menerus ditetesi air, pelan-pelan akan retak. Berarti air yang lembut itu terbukti bisa menghancurkan batu yang keras.

 

Batu itu kiranya terlalu keras dibanding hati kita. Namun, selembut-lembutnya hati kita, suatu saat bisa jadi keras. Jika hati kita keras, apa pun yang masuk tidak akan bertahan lama di sana. Jika yang masuk itu adalah Sabda Allah, pasti hati kita tidak bisa membuat-Nya bertahan lama hidup di sana. Sabda Allah itu memang hidup, tapi ketika dasarnya adalah batu yang keras, pasti sabda itu akan mati.

 

Demikianlah Injil hari ini mengingatkan kita untuk menjawab tawaran Sabda Allah yang akan tumbuh dalam hati kita. Kita semua ingin tanah subur sebagai persemaian Sabda itu, tapi seringkali hati kita terlalu keras. Mana mungkin Sabda itu mau tumbuh dalam tanah yang berbatu seperti ini.

 

Hati yang membatu seperti itu tidak beda dengan semak berduri. Kita mungkin hidup jauh dari semak yang berduri, tapi kesibukan harian kita kadang bisa menghimpit kehidupan spiritual kita. Kita terlalu sibuk sampai-sampai lupa membaca Kitab Suci, merenungkan Sabda Allah, dan mendengarkan Dia yang berfirman kepada kita. Kita berdalih mau mencari sesuap nasi, tanpa sadar bahwa semua itu bisa menjadi semak-semak yang berbahaya bagi kehidupan spiritual kita.

 

Kita biasanya bimbang menghadapi situasi seperti ini, maka, kita hendaknya memohon kehendak Tuhan. Seperti kita, Daud pun pernah bimbang menemukan kehendak Allah baginya. 

 

Tuhan Yesus, ambillah duri dalam semak kehidupan kami, dan angkatlah batu yang keras dalam hati kami, biarkan hati kami menjadi tanah subur bagi pertumbuhan Sabda-Mu. Hantarlah kami menuju pintu kehendak-Mu. 

 


 BERSAUDARA TAPI TIDAK SEDARAH; Selasa PEKAN BIASA III; 2Sam 6: 12-15,17-19; Mrk 3: 31-35

 

Maria adalah Ibu Yesus, tapi mengapa Maria dan saudara-saudara Yesus tidak tinggal di dalam ruangan bersama Yesus? Malah yang di dalam adalah orang lain.

 

Memang Maria adalah Ibu Yesus, tapi Injil hari ini mau menunjukkan siapa sebenarnya Ibu Yesus dan saudara-saudara Yesus. Injil beberapa hari lalu juga berbicara tentang keluarga Yesus. Saat itu, keluarga Yesus menganggap Yesus sebagai orang gila. Memang, Yesus melayani orang banyak sampai tidak ada waktu untuk makan. Tapi, Yesus tidak gila, ia hanya tidak makan. Ia tahu betul, tugasnya adalah melayani.

 

Melayani adalah wujud dari mendengarkan Sabda Allah dan melaksanakannya dalam praktik nyata. Itulah yang mau ditunjukkan Yesus dalam kisah itu. Maka, siapa saja yang melayani karena melaksanakan Sabda Allah, itulah sebenarnya yang disebut Ibu dan saudara-saudara Yesus.

 

Apakah kita juga termasuk saudara/i Yesus? Kadang kita mendengarkan Sabda Tuhan, tapi tidak mau melaksanakan-Nya. Meski demikian, kita tetap bangga menganggap diri sebagai saudara/i Yesus. Semoga dengan Injil hari ini, kita disadarkan kembali akan identitas kita sebagai pengikut Kristus.


Maria adalah Ibu Yesus, bukan pertama-tama karena ia dipakai Allah untuk menjadi Ibu Yesus. Tapi, karena Maria sejak awal karya Allah itu menerima tawaran Allah. Meski belum begitu paham, Maria menyimpan semuanya dalam hati, dan mengikuti rencana Allah. Jadi, pertama-tama bukan karena relasi sedarah, tapi relasi dalam melaksanakan kehendak Allah.

 

Daud kiranya juga adalah orang yang melaksanakan kehendak Allah. Dengan gembira, ia berpesta memindahkan Tabut sebagai lambang kehadiran Allah. Seperti Maria membawa bayi Yesus, demikianlah Tabut itu membawa harapan orang banyak akan kehadiran Allah di tengah umat-Nya.

 

Yesus adalah orang Israel dan kita bukan orang Israel, tapi karena melaksanakan Sabda Allah, kita pun akhirnya bersaudara. (Rm Gordi SX)

 


Powered by Blogger.