Halloween party ideas 2015

 RAHASIA KATOLIK JEPANG

 Pw S Paulus Miki, ImdkkMrt; 1Raj 8:22-23,27-30; Mrk 7: 1-13

 


Iman Katolik di Jepang bertumbuh kokoh kuat meski hasilnya tidak kelihatan. Tapi, dari segi kualitas, iman Katolik Jepang amat tangguh.

 

Seperti diperlihatkan dalam Film The Silent, atau kalau kita baca sejarah kekatolikan Jepang, iman Katolik sempat layu karena ketidakhadiran para misionaris. Mestinya, seperti bunga, iman Katolik mati sampai akar-akarnya. Tapi, kenyataannya, karya Tuhan justru menguatkan akar-akar iman itu sehingga pohonnya tetap hidup meski mungkin buahnya tidak kelihatan.

 

Ada keyakinan bahwa Tuhan seperti berpihak pada pertumbuhan kebun anggur-Nya di tanah Jepang. Memang, kebun itu tampak tidak subur. Tapi, yang jelas humus-humus Kristianinya masih ada. Darah martir St Paulus Miki dkk mungkin menjadi pembentuk humus kristiani itu. Humus itulah yang membuat Gereja Katolik Jepang masih hidup sampai saat ini.

 

Jumlahnya tidak melimpah seperti Gereja Korea Selatan, tapi Jepang unik justru karena kuatnya iman katolik awam di sana, yang masih tetap mempertahankannya meski tanpa kehadiran imam selama lebih dari 100 tahun. Ini kiranya menjadi nyata janji Tuhan bahwa Ia selalu menyertai kita manusia sampai akhir zaman.

 

Kepada Salomo dan orang Israel yang membangun rumah Allah, Ia menjanjikan untuk hadir dalam nama-Nya. Artinya bahwa setiap doa dan jeritan Salomo dkk akan didengarkan-Nya dari dalam tabut itu. Allah yang hadir itu kiranya bukan Allah yang suka memerhatikan kesalahan kita. Tapi, dari kehidupan umat Jepang kiranya bisa kita simpulkan bahwa, Allah itu melihat hati. Sehingga, meskipun kebiasaan luar kita tampaknya menyimpang, tapi hati kita menyembah-Nya dengan tulus, Tuhan pasti melihat hati.

 

Maka hari ini, seperti teguran Yesus kepada orang Farisi, baik jika kita mengikuti Yesus bukan dengan menaati peraturan secara kaku, tapi dengan hati yang lemah lembut, terbuka dan tulus. Jalan Tuhan akan dibukakan bagi mereka yang melihat-Nya dengan hati yang penuh iman.

 SENTUHAN YANG MENYEMBUHKAN

 Senin PEKAN BIASA V, Pw St Agata, PrwMrt; 1Raj 8:1-7,9-13; 1Mrk 6: 53-56

 


Kita punya kerinduan besar dalam hal beriman. Yakni ingin merasa dekat dengan Allah yang kita imani. Maka, apa pun yang kita lakukan, sebisa mungkin bisa mendekatkan kita dengan Allah.

 

Usaha itu juga dibuat umat Israel bersama Salomo. Mereka ingin agar Allah yang tinggal dalam tabut perjanjian itu berkenan tinggal dalam tenda yang mereka dirikan. Mereka memang tahu bahwa akhirnya Allah menampakkan diri lewat kabut yang tak terlihat. Tapi, Allah tetap hadir bersama mereka. Tabut itu mereka pindahkan dalam tenda, tapi mereka tidak bisa menyentuh sang Allah yang mereka imani.

 

Semua orang tentu ingin menyentuh Tuhan. Itulah juga yang dibuat banyak orang sakit di Genesaret. Entah mereka bisa bertemu Yesus atau tidak , pokoknya mereka ingin menyentuh jumbai jubah Yesus. Dengan itu, mereka yakin akan disembuhkan. Dan, memang semua yang menyentuh jubah-Nya disembuhkan. 

 

Kita merasa kita sudah sembuh, merasa sehat. Tapi, penyembuhan yang Yesus maksudkan di sini adalah penyembuhan secara spiritual. Itulah tujuan Yesus menyembuhkan, pertama fisik dulu, lalu spiritual. Karena hanya kalau spiritualnya sehat, orang bisa menerima pengajaran Yesus.

 

Apakah kita sehat secara spiritual? Sakit ini tidak bisa disembuhkan di rumah sakit. Maka, baik kiranya jika kita juga merasa bahwa kita belum sehat secara spiritual. Maka, perlu ada usaha untuk memohon kesembuhan dari Yesus. Entah dengan menyentuh jumbai jubah-Nya, atau dengan berdoa agar kita juga dialiri energi spiritual agar penyakit kita hilang. Dengan demikian, akhirnya kita bisa mengikuti ajaran Yesus.

 MENGISI BATERAI ROHANI 

MINGGU BIASA V; Ayb 7:1-4,6-7; 1Kor 9: 16-19,22-23; 

Mrk 1: 29-39

 


Bersama teman-temannya, Ayub mengalami kesulitan hidup. Hidup yang sulit itu menjadi medan pergulatan mereka. Namun, beda dengan teman-temannya, Ayub justru melihat sisi lain dari penderitaan itu. Memang dalam penderitaan itu, mereka seolah-olah tidak melihat terang dan hanya ada kegelapan. Beda dengan mereka, Ayub justru melihat terang.

 

Terang itulah yang membedakan pandangan Ayub dan teman-teman lain. Entah sadar atau tidak, terang itu adalah iman. Hanya orang beriman yang bisa melihat terang, sekalipun berada dalam kegelapan. Maka, penderitaan dalam gelap, tidak akan selamanya ada, bagi orang beriman. Sebaliknya, yang tidak beriman, akan berada dan selalu merasa tinggal dalam gelap.

 

Rasul Paulus adalah orang beriman seperti Ayub. Ia mengalami baik kegelapan maupun terang. Hidupnya yang semula sangat getir, suatu saat diterangi sinar Ilahi. Dan, ia bertobat. Penglihatan barunya itu adalah harta yang tak tertandingi nilainya. Maka, tak ada yang bisa membalasnya kecuali dengan pemberitan total dirinya. Itulah sebabnya Paulus mengatakan, celakalah aku jika aku tidak mewartakan Injil. Persis inilah ayat yang kami pakai saat mengingkarkan Kaul Perdana dalam Serikat Xaverian. Juga saat memilih moto tahbisan Imamat. 

 

Mewartakan Injil berarti mewartakan kebaikan. Tapi, tak mungkin kita selalu mewartakan kebaikan tanpa kita perlu menyalakan api kebaikan dalam diri kita. Maka, seperti Yesus, kita selalu diundang untuk mengisi baterai rohani kita dengan menyendiri dari yang lain, tapi menyendiri bersama Tuhan. Setiap kali melakukan mukjizat, Yesus selalu menemukan waktu untuk berdoa. 

 

Ini kiranya pesan Injil bagi kita di Minggu Biasa V ini. Kita mewartakan Injil lewat pekerjaan kita. Dan, kala malam tiba, atau kala pekerjaan kita berakhir, jangan hanya mengisi baterai hp kita, tapi kita juga mengisi bateri rohani kita dengan energi listrik dari Tuhan Yesus.

 

Selamat berhari Minggu.

Powered by Blogger.