Halloween party ideas 2015

foto: di sini

Menjadi penjaga gerbang. Ini tugas baru saya di kota Yogyakarta. Menjadi penjaga berarti bertanggung jawab untuk menutup dan membuka gerbang.

Tampaknya ringan. Dan memang ringan. Menutup dan Membuka. Hanya saja menuntut tanggung jawab yang tinggi. Bayangkan jika saya lupa menutupnya. Pencuri masuk. Berapa banyak kerugian jika pencuri beraksi. Di rumah ada banyak yang bisa diambil pencuri. Ya...namanya pencuri mengambil sesuka hati, semau dia, semampu dia.

Bayangkan pula jika saya telat membukanya di pagi hari. Saya membukanya pada pagi dan menutupnya pada malam hari. Tukang kebun yang biasanya masuk pagi juga tukang koran yang masuk pagi tidak bisa masuk. Mereka kecewa dan saya dirugikan. Lebih dari sekadar rugi, mereka menilai saya lalai menjadi penjaga gerbang.

Tidak ada yang lebih istimewa selain membuka dan menutup gerbang di pagi dan malam hari. Saat buka, ada suasana segar, udara pagi yang bersih, kesunyian yang indah. Saat tutup ada suasana ramai, bukan hanya karena deru kendaraan di jalan ring road utara tetapi juga bunyi jangkrik dan binatang malam lainnya. Ada pemandangan romantis di sela-sela rerimbunan pohon nangka, mangga, cemara, dan beberapa pohon rimbun lainnya.

Sungguh ini pengalaman unik. Tiap pagi dan malam saya berolahraga. Berjalan dari pintu kamar, turun, melewati belasan anak tangga, lalu dari pintu rumah ke pintu gerbang. Lumayan, sekali jalan 100 meter. Kalau dihitung, pergi-pulang pagi dan sore, sudah 400 meter. Ini olahraga jalan kaki yang didapat dari tugas jaga gerbang. Belum bolak-balik naik turun tangga.

Wah ini hikmat luar biasa. Belum lagi sapaan ke pemilik rumah sebelah, bapak-bapak dan ibu-ibu serta mbak-mbak yang ke pasar pada pagi hari atau yang sedang lari pagi dan lewat di depan gerbang. Menyapa orang-orang yang sama. Jadi akrab dan saling kenal.

Inilah hikmat dari tugas menjaga pintu gerbang. ringan tetapi menuntut tanggung jawab. Berkorban untuk bangun pagi tetapi memiliki banyak kenalan.

PA, 27/7/2012
Gordi Afri


Wanita rentan terhadap tindakan diskriminatif. Mereka direndahkan. Mereka menjadi tak berdaya. Boleh jadi akar dari semua ini adalah anggapan bahwa wanita itu lebih rendah ketimbang kaum lelaki. Padahal sejatinya wanita dan lelaki itu mempunyai derajat yang sama. Tak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah.

Penulis novel ini, Abidah El Khalieqy, menyadari tindakan diskriminatif terhadap kaum wanita. Dia adalah salah satu yang menyadari lalu bangkit memberontak (dengan menulis). Kiranya dia dan kita setuju bahwa tindakan diskriminatif terhadap perempuan harus dihentikan.

Novel ini mengisahkan kehidupan Nisa dan pamannya Lek Khudhori. Mereka mula-mula sama-sama memiliki keinginan yang sama yakni belajar. Sang ponakan suka dengan gaya didik pamannya. Ponakan, Nisa, menimba banyak ilmu dari pamannya. Sampai suatu ketika sang paman kuliah di Arab dan sang ponakan tetap mengirim surat. Mereka saling mengirim surat.

Meski mengisahkan kisah cinta sang ponakan dan sang paman, novel ini mempunyai pesan yang menarik yakni perjuangan terhadap kaum perempuan. Penulis dengan berani mengajukan pertanyaan kritis misalnya mengapa perempuan dilarang puasa pada saat haid?

Menurut hemat saya, pertanyaan kritis semacam ini menumbuhkan minat bertanya pada pembaca untuk menggugat diskriminasi terhadap perempuan. Kiranya dengan pertanyaan ini muncul pertanyaan lain yang kritis.

Penulis yang adalah penyair dan novelis ini mengulas kehidupan di pesantren. Kisah seputar pembacaan Alqur’an oleh para santri, pelajaran bahasa Arab, dan pelajaran lain yang terkait. Semuanya diulas dengan bahasa yang mengalir.

Penulis yang banyak mendapat penghargaan bidang tulis menulis antara lain Penghargaan Seni dari Pemerintah DIY 1998 mengajak pembaca untuk membuka mata terhadap kehidupan perempuan. Semoga dengan membaca novel ini banyak kaum perempuan menyadari kehidupannya dan bangkit berjuang emngkritisi segala yang ada. Perempuan kiranya tidak boleh tinggal diam, menerima begitu saja peraturan yang ada. Bukan untuk memberontak secara fisik tetapi mencari dasar argumen dari peraturan yang ada. Dengan demikian pemahaman mereka diperkaya.

Judul buku: Perempuan Berkalung Sorban(Sebuah Novel)
Pengarang: Abidah El Khalieqy
Penerbit: Arti Bumi Intaran, Yogyakarta
Tahun terbit: 2001, 2009 (edisi revisi)

CPR, 7/7/2012
Gordi Afri

Rabu, 18 Juli 2012. Malam ini turun hujan pertama di kota Yogyakarta. Saya baru beberapa hari di kota ini dan baru merasakan hujan pertama. Entah sebelumnya kapan hujan terakhir. Yang jelas tanah-tanah di kota ini masih kering. Debu di lapangan basket depan rumah makin banyak. Tanah kering karena kekurangan air hujan.

Hujan ini membawa berkat bagi kami di Yogyakarta. Berkat apakah itu? Paling tidak kami tidak perlu menyiram tanaman dan bunga-bunga kami. Air hujan sudah mencurahkan kesegaran kepada tanaman itu. Kami hanya berterima kasih kepada Tuhan sang pemberi hujan.

Kota Yogya sebentar lagi tampak hijau. Bunga-bunga mekar setelah menyerap air hujan. Debu-debu jalanan makin hilang. Jalan-jalan tampak bersih tanpa ditaburi debu yang mengotori lubang hidung.

Inilah berkat dari hujan pertama di kota ini. Tuhan sudah merencanakan semuanya.

PA, 19/7/2012
Gordi Afri
Powered by Blogger.