Halloween party ideas 2015

foto oleh Firdaus Usman
Tulisan ini terinspirasi oleh tulisan kompasioner (sebutan untuk anggota blog kompasiana), Titin Rahmawati, Persamaan Polisi dan Perawat. Di situ dia menyinggung juga soal profesi perawat yang ujung-ujungnya cuma jadi babu profesi tetangga. tetangga perawat adalah dokter. Jadi apakah perawat menjadi babu dokter?

Saya tidak mau ribut soal dokter dan perawat. Di mata masyarakat publik, dan kenyataannya, pendidikan dokter lebih lama daripada perawat. Lantas muncul prasangka, dokter lebih tinggi, lebih hebat dari perawat. Lalu, kenyataannya perawat memang hanya sebagai pembantu dokter saja.

Perawat biasanya menemani dokter ketika berkunjung ke pasien. Perawat juga biasanya menyediakan peralatan medis yang mungkin akan dipakai oleh dokter. Perawat juga menyediakan obat yang ditunjuk dokter. Bahkan sebelum operasi besar, peran perawat biasanya didahulukan. Mereka yang melakukan persiapan seperti menyiapkan kondisi pasien secara psikologis, mencukur rambut-rambut yang perlu dicukur, dan sebagainya.

Lantas, apakh dengan demikian, dokter lebih tinggi dari perawat?

Saya setuju, dari segi pendidikan, boleh jadi dokterlebih tinggi. Pandangan umum juga menempatkan posisi perawat lebih rendah daripada dokter.

Tetapi dari pengalaman saya, saya cenderung menilai bahwa perawat lebih mulia pelayananya ketimbang dokter. Mengapa demikian?

Sewaktu di rumah sakit dan menjadi pasien, saya sering berinteraksi dengan para perawat. Setiap saat apa yang saya perlukan selalu dibantu oleh perawat. Dengan perawat pula saya berdialog, menyampaikan keluhan sakit, mengantar ke kamar kecil jika penjaga tidak ada, meminta makanan dan obat, dan sebagainya. Karena sering berinteraksi, saya merasa dekat dengan perawat.

Dengan dokter, saya hanya berjumpa satu sampai dua kali saja. Beberapa pasien di ruang saya juga hampir sama. Hanya satu atau dua kali dikunjungi dokter.

Okelah saya tidak menyangkal kalau dokter itu sibuk. Bekerja di beberapa rumah sakit dan memiliki kesibukan lain. Saya tidak menyangkal ini. Orang hebat memang selalu dicari orang. Dokter memiliki pasien dalam jumlah besar dan tersebar di beberapa rumah sakit, misalnya.

Saya tetap menganggap para perawatlah yang paling berjasa dalam proses kesembuhan saya di rumah sakit. Dengan merekalah saya berinteraksi setiap hari. Memang dokterlah yang menentukan kapan saya sehat betul, kapan saya pulang, kapan saya minum obat A, dan sebagainya. Tetapi menurut saya, pelayanan seorang perawat lebih mulia ketimbang pelayanan seorang dokter.

Penilaian ini murni dari pengalaman sendiri ketika menjadi pasien di rumah sakit lebih dari sekali. Boleh jadi pengabdian dan pelayanan seorang dokter lebih mulia bagi masyarakat pedalaman nan terpencil ketimbang pelayanan seorang perawat. Tetapi saya tetap menganggap perawatlah yang lebih dulu emnangani pasien.

Semestinya penilaian tinggi-rendah profesi perawat dan dokter segera dihilangkan. Keduanya mesti sama dalam peran yang berbeda dan saling melengkapi. Terima kasih untuk para dokter dan perawat yang berjasa dalam hidup saya.

*dari postingan saya di kompasiana

PA, 8/9/2012
Gordi Afri

FOTO

Buatlah daftar orang-orang yang berjasa dalam hidup. Begitu bunyi sebuah suruhan dalam sebuah pelatihan menemukan potensi diri. Bingung? Begitu reaksi beberapa peserta. Siapa-siapa saja mereka yang berjasa itu?

Bingung itu wajar. reaksi spontan. Coba baca ulang suruhannya lalu diam sejenak. Layangkan pikiran ke masa-masa awal hidup hingga hari ini. Akan muncul jawabannya nanti.

Diam sejenak. Lima menit sudah cukup. Lalu muncullah jawaban. Ditulis, dibuat daftar, lalu ceritakan ke teman-teman.

Siapa yang mau, suka rela, maju, dan ceritakan. Hampir semua peserta menjawab, orang yang berjasa dalam hidup adalah seorang ibu. Di antara sekian yang berjasa, ibu adalah yang pertama disebut. Mengapa demikian?

Karena ibulah yang melahirkan. Begitu argumen mereka. Ya. Itu benar. Tidak ada yang menyangkal. Tidak ada laki-laki yang melahirkan. Tetapi bukan berarti bapak tidak berjasa? Bapak dan ibu adalah orang berjasa. Lalu, mengapa mesti ibu disebut duluan? Bukankah ibu melahirkan lalu yang membesarkannya adalah bapak dan ibu?

Ya tentu saja. Tetapi jawaban itulah yang muncul dalam pikiran ketika melayangkan pandangan ke masa kecil. Yang mudah diingat adalah peristiwa kelahiran. Di situlah ibu menjadi pemeran utama. Selain ibu, ada banyak orang berjasa seperti bapak, kakak, adik, guru, pendidik non formal, masyarakat, pemimpin agama, dan lain-lain.

Menemukan atau membuat daftar orang-orang berjasa akan mengubah cara pandang seseorang. Dengan orang berjasa ini, kehidupan berubah. Tentunya dari yang kurang baik ke yang lebih baik. Merekalah yang terlibat dalam proses itu. Jadi, sikap saya yang dulu beda dengan sikap saya sekarang. Saya berubah karena orang berjasa. Kita tidak tinggal di tempat tetapi bergerak, berubah.

Jangan khawatir dengan kehidupan Anda. Setiap hari pasti ada perubahan. Sadarilah semua itu dan cobalah untuk hidup lebih baik lagi.

----------------------------------------
*dari postingan saya di kompasiana

PA, 7/9/2012

Gordi Afri


“Apa pengalaman paling berkesan ketika Anda datang ke Yogya?”
Begitu bunyi pertanyaan sang dosen kepada mahasiswa baru.

Lantas ada beragam jawaban dari mahasiswa/i baru ini.

Sang dosen pun membuka-buka secara acak lembaran jawaban yang terkumpul. Dia terkesima dengan jawaban seorang mahasiswa.

“Yang paling berkesan adalah pengalaman nyasar di Malioboro.”
Sang dosen pun membaca jawaban itu tanpa menyebut penulisnya. Teman-teman mahasiswa tertawa termasuk pak dosen.

Menurut pak dosen, pengalaman seperti ini memang selalu terjadi. Terutama bagi teman-teman dari luar Jawa juga luar Yogya. Menurut pengalamannya, pernah ada seorang mahasiswa dari satu daerah yang nyasar dari Malioboro. Mahasiswa itu berjalan menuju kosnya. Tak diduga ternyata dia ‘nyasar’ sampai arah Kaliurang.

Woao…ini pengalaman luar biasa lagi. Beruntung dia tidak sampai Kaliurang. Kalau tidak betapa malngnya nasib mahasiswa itu.

Jalanan di Yogya memang menarik. Tak heran jika kota ini menjadi tempat wisata. Hanya saja perlu ketelitian sebelum berkunjung ke objek wisata di sini. Bukan karena menakutkan tetapi mengantisipasi terjadinya pengalaman ‘nyasar’.

dari postingan di kompasiana

PA, 5/9/2012
Gordi Afri
Powered by Blogger.