Mula-mula
saya heran dengan banyaknya denominasi Gereja Kristen di Indonesia. Keheranan
ini bukan datang tiba-tba. Saya dibesarkan di lingkungan mayoritas Gereja
Katolik. Saya tahu di samping Gereja Katolik ada Gereja Protestan yang sangat
dekat dengan Gereja Katolik dalam hal sejarah. Saya pun tak asing dengan nama
Gereja Protestan.
Namun,
ketika saya keluar dari lingkungan saya, rasa heran mulai muncul. Ternyata
Gereja Protestan itu banyak. Denominasinya banyak, ada Gereja Kristen
Indonesia, Gereja Kristen Jawa, Gereja Masehi Injili, Gereja Metodhis, Gereja
Protestan Indonesia Barat, dan sebagainya. Gereja-gereja ini bernanung di bawah
bendera Gereja Kristen Protestan atau resminya Agama Kristen Protestan. Tentu
ini amat berbeda dengan Gereja Katolik yang berasal dari agama Katolik sendiri.
Agama Kristen Protestan ternyata memiliki banyak Gereja.
Tak
heran jika jemaat Kristen Protestan di Indonesia lebih banyak daripada umat
Katolik. Data pastinya memang sulit ditentukan. Ada banyak sensus yang dibuat,
bahkan kadang-kadang mungkin tidak ada kesepakatan tentang angka pastinya.
Namun, hampir pasti yang saya dengar bahwa jemaat Gereja Kristen lebih banyak
ketimbang umat Katolik. Saya tak heran sebab dalam agama Kristen sendiri
terdapat banyak Gereja sedangkan dalam agama Katolik hanya ada satu Gereja
yakni Gereja Katolik. Banyak Gereja banyak pengikut, begitu kira-kira latar
belakang angka tersebut.
Menurut
Pendeta Yohanes dari Gereja Methodis Johar Baru, Gereja itu ibarat taman.
Ketika kita masuk ke taman, kita melihat bunga yang indah. Bunga mawar yang
kita lihat pertama sangat indah. Masuk lebih dalam lagi, ada bunga matahari.
Kita pun melihat bunga itu sangat indah. Begitu seterusnya. Ada banyak bunga
yang kita lihat di taman itu. Semuanya memiliki ciri khas tersendiri.
Kekhasannya itulah yang membuatnya indah. Begitu kira-kira ringkasan kata-kata
pendeta itu dalam khotbah ibadat oikumene pada Sabtu, 28/1/2012 di Gereja
Methodis Johar Baru.
Lebih
lanjut pendeta asal Sumatera Utara ini mengatakan, kita tidak perlu merasa
gereja kita paling benar dari yang lainnya. Sebab, tiap gereja mempunyai
kekhasannya tersendiri. Ada yang kontemplatif, ada yang berjingkrak sebagai
tanda hadirnya Roh Kudus, ada yang harus menyanyi keras-keras untuk memuji
Tuhan. Semuanya mempunyai kekhasannya. Gereja-gereja ini kiranya seperti
bunga-bunga yang ada di taman. Kalau semua orang melihat Gereja seperti taman,
di dalamnya ada variasi, maka tak ada lagi fanatisme antara gereja.
Ketika
gereja hadir dengan berbagai wajahnya, di situlah wajah Yesus ditampilkan.
Namun, pandangan semacam ini menunai kritik juga. Ada komentar orang yang tidak
setuju dengan berkembangnya atau bermunculannya gereja-gereja baru saat ini.
Mereka mengatakan, kalau kita dipanggil untuk bersatu, mengapa kita hanya
terkurung dalam kelompok gereja kita sendiri? Banyak gereja baru membuat kita
tidak bersatu lagi. Namun, kesatuan seperti apakah yang didambakan? Toh, dalam
satu taman bunga-bunga indah menjadi satu yakni menciptakan keindahan dalam
taman itu. Kalau begitu, apakah hadirnya gereja-gereja baru menghalangi kita
untuk bersatu?
Salah
satu persoalannya di sini adalah soal keterbukaan antara jemaat gereja. Kalau
jemaatnya saling terbuka dan mau bekerja sama dengan jemaat gereja lainnya maka
kesatuan itu bisa tercapai. Memang kalau semuanya terkurung sesuai kelompok
gerejanya maka tidak ada kesatuan itu. Yang ada adalah perpecahan sebab kita
tidak satu lagi. Dalam Injil tertulis kita dipanggil menjadi satu. Menjadi satu
seperti apa? Toh gereja secara fisik ada bermacam-macam. Ataukah gereja dalam
artian kita disatukan dalam nama Yesus?
Kalau gereja yang dimaskud adalah yang terakhir ini, kita sudah mencapai
kesatuan itu. Agak sulit menjadikan jemaat Kristen dan umat Katolik menjadi
satu institusi gereja. Gereja-gereja dengan berbagai denominasinya tetap
dipertahankan. Kita hanya mengharapkan bahwa denominasi itu hendaknya menjadi
seperti satu jenis bunga yang menyumbangkan keindahan bagi taman bunga orang
Kristen itu sendiri. Dengan demikian orang Kristen tetap bersatu dalam nama
Tuhan Yesus.
CPR,
29/1/2012
Gordi
Afri