Halloween party ideas 2015
Showing posts with label GAGASAN. Show all posts

foto dari sukacita.deviantart.com
Bangun pagi ini dengan semangat baru. Semangat yang membara untuk memulai aktivitas harian. Sejenak saya duduk. Lalu, membaca sebuah kalimat indah. Intinya, sebuah ajakan untuk memulai hari ini dengan SUKACITA.

Ssaya terdiam. Apa benar semua orang bangun dengan rasa SUKACITA?
Bagi yang punya janji boleh jadi sukacita. Sebab, hari ini janjinya dipenuhi. Bagi yang tidur pulas juga. Dia sudah mendapat energi baru pagi ini. Bagi yang mengakhiri tugas boleh jadi sukacita. Dia tidak akan terbebani lagi dengan tugas yang dipercayakan padanya.

Macam-macam alasan munculnya SUKACITA itu. Tetapi, banyak orang-kalau mau jujur-tidak mengalami seperti itu. Ada yang bangun dengan buru-buru. Terlambat tiba di kantor siap dipotong gajinya. Ada yang harus bangun pagi-pagi sekali supaya cepat tiba di kantor. Ada yang tergesa-gesa karena bensin motor atau mobilnya belum terisi.

Lalu bagaimana memulai hari ini dengan SUKACITA?
Inilah harapan setiap orang. Dengan SUKACITA kita mempunyai semangat baru untuk mengisi hari ini. Ciptakanlah suasana gembira saat Anda memulai pekerjaan hari ini.

Pemimpin Anda mengharapkan Anda tersenyum dalam mengerjakan tugas. Guru dan dosen mengharapkan muridnya semangat mengikuti pelajaran. Sopir angkutan mengharapkan rekan kerjanya ramah dan tersenyum melayani penumpang.

Macam-macam harapan. Hanya satu obatnya. Mulailah hari ini dengan SUKACITA. Energi SUKACITA ini menyemangati Anda dalam pekerjaan sepanjang hari.
Selamat pagi…..

PA, 4/12/12
Gordi

 “Hukum di Indonesia bisa dibeli”

Demikian komentar lepas seorang teman dalam sebuah obrolan. Apa benar demikian?
Jika demikain berapa kira-kira harganya? Lebih mahal dari harga sebuah sandal jepit tentunya. Hukum kok dibandingkan dengan sandal jepit. Yah….sandal jepit itu murah. Karena murah, rakyat kecil membelinya.

Kalau hukum? Hukum amat mahal. Terlalu mahal untuk rakyat kecil. Makanya, rakyat tidak bisa membeli hukum. Orang yang berrduit bisa membelinya.

Di Indonesia ini hukum bisa dibeli. Jangan heran jika hukum kadang-kadang ‘bergigi’ untuk orang tak berduit. Yang berduit malah tampak ‘kebal’ hukum. Memang mereka tampak kebal hukum karena hukum bisa dibeli. Merekalah pelanggannya.

Kalau hukum diperjualbelikan maka keberadaaan hukum bisa relatif. Hukum menjadi tidak pasti. Padahal hukum mestinya pasti. Sebab, hukum mengatur kehidupan orang banyak. Mengatur dengan peraturan yang pasti. Bukan peraturan yang bisa diubah-ubah sesuai besarnya uang.

Yahh Indonesia masih jauh. Kapankah hukum bisa berfungsi dengan baik? Ketika hukum itu berlaku untuk semua orang, kaya dan miskin, tanpa embel-embel uang.

PA, 4/12/12
Gordi

foto oleh mmansour
Gara-gara tentara Israel dan tentara Hamas (Palestina) bentrok, kehidupan di Gaza terganggu. Rakyat sipil di sana tidak tenang hidupnya. Padahal semua manusia mendambakan ketenangan hidup. Yang tak kalah menderita adalah anak-anak. Sejak kecil mereka mengalami situasi tidak nyaman seperti ini. 

Akan jadi apa mereka nantinya? Anak-anak adalah generasi masa depan bangsa. Jika mereka menderita, masa depan bangsa juga akan merosot. Merekalah penerus kehidupan bangsa. Tetapi jika sejak kecil mereka tidak mengalami situasi nyaman, bagaimana mereka memperjuangkan kenyamanan itu ke depannya?

Zaman sekarang memang serba tidak nyaman. Di rumah tidak nyaman, di kantor tidak nyaman, di jalan tidak nyaman, di tempat kerja tidak nyaman. Ya…inilah yang dialami saudari/a kita di Gaza. Pemimpin silih berganti namun nasib mereka di jalur Gaza serba ketidakpastian. Hari ini tenang besok tidak tenang lagi. Siang tenang malam ribut lagi.

Apakah ini tidak akan beakhir? Hanya Tuhan yang tahu. Kalau perseteruan antara Israel dan Hamas saja susah dihentikan maka nasib rakyat Gaza tidak tentu. Merekalah yang paling menderita. Mereka selalu mendengar bunyi pesawat tempur, roket, bom meledak. Juga menyaksikan bangunan runtuh, api berkobar, mayat manusia, daging manusia tersayat, darah manusia mengalir. Sampai kapan ini ada? Hanya Tuhan yang tahu.

PA, 23/11/12
GA

*Artikel ini pernah dimuat di blog kompasianakolom LUAR NEGERI pada 23 November 2012

foto oleh tsts90
Istilah perang di zaman modern ini bukanlah hal baru. Amerika, Inggris, Perancis, Israel, Palestina, beberapa negara di Afrika, beberapa negara di Asia sering dikaitkan dengan perang. Memang di negara-negara inilah terjadi peang. Juga, negara-negara inilah yang terlibat perang. 

Rasa-rasanya perang tidak akan berakhir. Ada yang mengatakan perang merupakan awal dari perdamaian. Tetapi kok sampai sekarang tidak ada perdamaian itu. Di Indonesia saja terjadi perang sana-sini. Konflik terjadi di berbagai daerah. Itu juga masuk kategori perang. Ada yang mengatakan selagi senjata masih diproduksi perang tidak akan berakhir. Jiak demikian, perang akan tetap ada.

Elok nian jika perdamaain tercapai setelah berperang. Perang Eropa dan perang Pasifik memang diakhiri dengan perdamaian. Tetapi, sebelum itu terjadi sudah banyak yang jadi korban. Nyawa manusia banyak yang lenyap begitu saja termakan senjata pemusnah, senjata api, senjata modern.

Padahal tanpa perang pun perdamaian tetap ada. Asal saja ada kesepakatan antara kelompok yang salah paham. Situasi ini memang mengandaikan kelompok ini belum berperang. Tetapi jika sudah berperang agak sulit untuk berdamai. Damai pun bisa datang setelah korban berjatuhan. Damai datang terlambat. Damai juga bisa hanya formalitas di atas kertas. Anak cucu nanti masih akan melanjutkan warisan perang itu.

Lestarikan budaya damai tidak mudah. Apalagi jika damai bukan menjadi budaya. Pada dasarnya memang damai itu merupakan budaya. Sebab, manusia lahir di dunia yang aman, dilengkapi hasil bumi yang melimpah dmei kebutuhan manusia. Hanya saja manusia salah emmanfaatkan semua ini.

Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia serakah. Manusia menghabiskan smeua kekayaan alam bumi. Lantas, manusia juga yang akan menderita. Manusia merebut tanah, lahan perminyakan, lahan hasil bumi, dan sebagainya. Dari sini juga muncul perang berkepanjangan. Israel dan Palestina juga merebut wilayah yang diklaim sebagai tanah leluhur. Lantas, tak boleh dipindahtangankan.

Namun, nasib orang berbeda. Ada yang lahir di bumi yang damai, ada juga yang lahir di bumi yang sedang bergejolak. Anak-anak Israel dan Palestina yang lahir pada zaman ini adalah anak-anak yang lahir di bumi konfli. Bumi peperangan. Mereka tidak menikmati bumi yang damai.

Kita berharap Israel dan Palestina menghentikan aksi perang. Biarlah anak-anak Israel dan Palestina menikmati kedamaian di bumi ini.

PA, 22/11/2012
GA

Hasrat untuk tahu itu besar sekali. Rasanya belum lengkap jika saya belum tahu. Apakah smeuanya harus saya tahu? Selagi ada peluang saya akan mencarinya.

FOTO


Saya baru saja pulang dari luar kota. Pergi semalam dan kembali siang tadi. Saya beristirahat selama 1 jam lalu makan siang. Kemudian rekreasi sebentar lalu membuka internet. Saya membuka email dan facebook. Di email tidak ada pesan baru. Di facebook ada pesan baru dan pemberitahuan lainnya. Wah rasanya saya harus tahu siapa saja yang mengirim pesan itu. Apa saja isi pemberitahuan itu.

Rasa ingin tahu ini begitu besar. Saya pikir mungkin ini efek internet dan dunia maya. Jangan-jangan sudah kecanduan. Boleh tahu asal jangan sampai menjadi candu. Rasa ingin tahu yang begitu besar ini mengarah pada kecanduan. Saya memang sering membuka facebook dan email.

Jika ini mengarah pada kecanduan saya akan mengarahkannya pada hal-hal yang baik. Mengecek email dan facebook juga baik. Tapi tentu tidak mesti setiap saat. Alangkah baiknya jika rasa ingin tahu ini diarahkan pada kegiatan membaca buku. Ini efeknya jauh lebih positif ketimbang dunia maya yang serba banyak pilihan.

Saya akan melakukan ini dalam beberapa hari ke depan. Semoga tidak lagi mengarah pada candu dunia maya yang menyesatkan.

PA, 11/11/12
GA

FOTO 

Mana yang kamu pilih mau jujur tetapi siap dimarahi ATAU mau menipu biar tidak dimarahi?

Keduanya punya risiko. Kalau saya pilih yang pertama. Saya mau jujur dan siap menerima marah. Kalau saya tidak jujur saya tidak jantan. Berani berbuat berani bertanggung jawab. Berani berbuat berani menanggung kesalahan. Kamu tidak akan jadi kamu yang sesungguhnya jika kamu terselimut dalam suasana aman-aman tetapi dengan daya tipu muslihat. Kamu tidak akan menjadi dirimu sendiri jika kamu berubah-ubah sesuai kebutuhan sesaat, sesuai keinginan untuk tinggal dalam zona nyaman.

Kalau saya menipu semuanya akan tampak beres-beres saja. Tampak tidak ada kesalahan. Tidak ada yang marah. Tetapi dalam hati ada pemberontakan. Apalagi kalau suatu saat baunya tercium. Hancur hatiku. Saya akan dicap sebagai penipu. Saya juga menguras energi untuk menyimpan rahasia. Saya selalu memikirkan kapan rahasia ini terkuak. Saya juga menanggung beban berat jika ketahuan.

Jadi lebih baik hidup jujur daripada menipu.

———————–

Obrolan malam, hasil bincang-bincang dengan seorang teman


PA, 4/10/2012

Gordi Afri


FOTO

Salah paham itu biasa. Salah sangka juga itu biasa. Yang luar biasa adalah salah menempatkan salah sangka itu.

Kemarin saya menulis di blog dengan judul, HARI INI AKU NYATAKAN CINTA. Judul itu meruapakan lirik sebuah lagu.

Banyak yang mengira hari kemarin saya benar-benar nyatakan CINTA. Nah, kalau demikian, siapakah gerangan yang aku nyatakan? Kepada siapakah aku nyatakan CINTA itu?

Pertanyaan ini dijawab dengan teka-teki bersambung. Ada teman facebook yang terang-terangan mengatakan, aku senang karena kamu sudah nyatakan cintamu kepadaku. Wah...rupanya dia ingin demikian kali yah...

Padahal yang saya maksudkan di situ bukan CINTA antara lawan jenis. Nyatakan CINTA maksudnya saya mulai mewujudnyatakan cinta itu. Jadi CINTA bukan sekadar kata-kata tetapi perbuatan.

Nah kalau perbuatan berarti bukan kepada orang tertentu melainkan kepada semua orang yang saya jumpai. CINTA UNIVERSAL.

Salah sangka menjadi awal dari salah tafsir. Andai dia membaca dulu tulisan saya itu dia baru tahu. Dan, inilah yang dibuat oleh beberapa teman. Mereka sampai mengatakan saya puas membacanya. Dia jadi tahu apa artinya CINTA dan mau mewujudnyatakannya. Tulisan pendek tetapi bermakna bagi saya. Demikian komentar salah seorang teman yang lainnya.

Memang demikianlah yang saya maksudkan. Bukan mau mengada-ada. Bukan mau menyatakan CINTA kepada seseorang.

Baca dulu baru menafsir. Jangan lagi berprasangka, bersalah-paham, bersalah tafsir.

------------------
Obrolan Malam
PA, 18/10/2012
Gordi Afri



Para pembaca sekalian, saya mohon maaf bila saya tidak menulis setiap hari di blog ini. Sejak awal memang saya punya tekad, menulis 4 tulisan setiap bulan di blog ini. Itu berarti satu tulisan setiap minggu. Tekad itu dibuat sejak blog ini dibuat pada 2 tahun silam.

Kini setelah 2 tahun ternyata saya bisa menulis setiap hari. Itu saya lakukan di blog saya yang lain yakni di kompasiana. Maklum sekarang saya tidak kuliah lagi. Beda dengan 2 tahun silam, saya masih sibuk dengan kuliah sehingga hanya bisa menulis satu tulisan setiap minggu.

Kini blog kompasiana itu macet. Saya hampir pusing membukanya. Oleh karena itu saya berhentikan saja untuk sementara menulis di blog itu. Semoga dengan itu, saya bisa menulis setiap hari di blogspot ini. tentu agar saya semangat menulis, pembaca juga mesti memberi komentar dan atau mengunjungi blog saya ini sesering mungkin.

Di kompasiana saya menulis setiap hari karena ada pembacanya. Semoga di sini ada juga pembaca yang berkunjung setiap hari. Mari kita tularkan dunia menulis kepada banyak orang. Mari kita ramaikan dunia maya dengan kegiatan menulis yang bermanfaat bagi banyak orang.

PA, 15/10/2012
Gordi Afri

foto oleh Firdaus Usman
Tulisan ini terinspirasi oleh tulisan kompasioner (sebutan untuk anggota blog kompasiana), Titin Rahmawati, Persamaan Polisi dan Perawat. Di situ dia menyinggung juga soal profesi perawat yang ujung-ujungnya cuma jadi babu profesi tetangga. tetangga perawat adalah dokter. Jadi apakah perawat menjadi babu dokter?

Saya tidak mau ribut soal dokter dan perawat. Di mata masyarakat publik, dan kenyataannya, pendidikan dokter lebih lama daripada perawat. Lantas muncul prasangka, dokter lebih tinggi, lebih hebat dari perawat. Lalu, kenyataannya perawat memang hanya sebagai pembantu dokter saja.

Perawat biasanya menemani dokter ketika berkunjung ke pasien. Perawat juga biasanya menyediakan peralatan medis yang mungkin akan dipakai oleh dokter. Perawat juga menyediakan obat yang ditunjuk dokter. Bahkan sebelum operasi besar, peran perawat biasanya didahulukan. Mereka yang melakukan persiapan seperti menyiapkan kondisi pasien secara psikologis, mencukur rambut-rambut yang perlu dicukur, dan sebagainya.

Lantas, apakh dengan demikian, dokter lebih tinggi dari perawat?

Saya setuju, dari segi pendidikan, boleh jadi dokterlebih tinggi. Pandangan umum juga menempatkan posisi perawat lebih rendah daripada dokter.

Tetapi dari pengalaman saya, saya cenderung menilai bahwa perawat lebih mulia pelayananya ketimbang dokter. Mengapa demikian?

Sewaktu di rumah sakit dan menjadi pasien, saya sering berinteraksi dengan para perawat. Setiap saat apa yang saya perlukan selalu dibantu oleh perawat. Dengan perawat pula saya berdialog, menyampaikan keluhan sakit, mengantar ke kamar kecil jika penjaga tidak ada, meminta makanan dan obat, dan sebagainya. Karena sering berinteraksi, saya merasa dekat dengan perawat.

Dengan dokter, saya hanya berjumpa satu sampai dua kali saja. Beberapa pasien di ruang saya juga hampir sama. Hanya satu atau dua kali dikunjungi dokter.

Okelah saya tidak menyangkal kalau dokter itu sibuk. Bekerja di beberapa rumah sakit dan memiliki kesibukan lain. Saya tidak menyangkal ini. Orang hebat memang selalu dicari orang. Dokter memiliki pasien dalam jumlah besar dan tersebar di beberapa rumah sakit, misalnya.

Saya tetap menganggap para perawatlah yang paling berjasa dalam proses kesembuhan saya di rumah sakit. Dengan merekalah saya berinteraksi setiap hari. Memang dokterlah yang menentukan kapan saya sehat betul, kapan saya pulang, kapan saya minum obat A, dan sebagainya. Tetapi menurut saya, pelayanan seorang perawat lebih mulia ketimbang pelayanan seorang dokter.

Penilaian ini murni dari pengalaman sendiri ketika menjadi pasien di rumah sakit lebih dari sekali. Boleh jadi pengabdian dan pelayanan seorang dokter lebih mulia bagi masyarakat pedalaman nan terpencil ketimbang pelayanan seorang perawat. Tetapi saya tetap menganggap perawatlah yang lebih dulu emnangani pasien.

Semestinya penilaian tinggi-rendah profesi perawat dan dokter segera dihilangkan. Keduanya mesti sama dalam peran yang berbeda dan saling melengkapi. Terima kasih untuk para dokter dan perawat yang berjasa dalam hidup saya.

*dari postingan saya di kompasiana

PA, 8/9/2012
Gordi Afri

FOTO

Buatlah daftar orang-orang yang berjasa dalam hidup. Begitu bunyi sebuah suruhan dalam sebuah pelatihan menemukan potensi diri. Bingung? Begitu reaksi beberapa peserta. Siapa-siapa saja mereka yang berjasa itu?

Bingung itu wajar. reaksi spontan. Coba baca ulang suruhannya lalu diam sejenak. Layangkan pikiran ke masa-masa awal hidup hingga hari ini. Akan muncul jawabannya nanti.

Diam sejenak. Lima menit sudah cukup. Lalu muncullah jawaban. Ditulis, dibuat daftar, lalu ceritakan ke teman-teman.

Siapa yang mau, suka rela, maju, dan ceritakan. Hampir semua peserta menjawab, orang yang berjasa dalam hidup adalah seorang ibu. Di antara sekian yang berjasa, ibu adalah yang pertama disebut. Mengapa demikian?

Karena ibulah yang melahirkan. Begitu argumen mereka. Ya. Itu benar. Tidak ada yang menyangkal. Tidak ada laki-laki yang melahirkan. Tetapi bukan berarti bapak tidak berjasa? Bapak dan ibu adalah orang berjasa. Lalu, mengapa mesti ibu disebut duluan? Bukankah ibu melahirkan lalu yang membesarkannya adalah bapak dan ibu?

Ya tentu saja. Tetapi jawaban itulah yang muncul dalam pikiran ketika melayangkan pandangan ke masa kecil. Yang mudah diingat adalah peristiwa kelahiran. Di situlah ibu menjadi pemeran utama. Selain ibu, ada banyak orang berjasa seperti bapak, kakak, adik, guru, pendidik non formal, masyarakat, pemimpin agama, dan lain-lain.

Menemukan atau membuat daftar orang-orang berjasa akan mengubah cara pandang seseorang. Dengan orang berjasa ini, kehidupan berubah. Tentunya dari yang kurang baik ke yang lebih baik. Merekalah yang terlibat dalam proses itu. Jadi, sikap saya yang dulu beda dengan sikap saya sekarang. Saya berubah karena orang berjasa. Kita tidak tinggal di tempat tetapi bergerak, berubah.

Jangan khawatir dengan kehidupan Anda. Setiap hari pasti ada perubahan. Sadarilah semua itu dan cobalah untuk hidup lebih baik lagi.

----------------------------------------
*dari postingan saya di kompasiana

PA, 7/9/2012

Gordi Afri


ilustrasi dari google
Hari ini, 20 Agustus 2012. Dua puluh hari dalam bulan Agustus. Seharusnya saya sudah menulis banyak di blog ini. Itu memang keinginan saya yakni menambah jumlah tulisan di blog setiap bulannya. Selama ini hanya berkisar 4 atau 6 tulisan. Sekarang saya mau meningkatkan menjadi lebih dari 6. Ini rencana yang mudah-mudahan bisa terpenuhi. 

Ternyata tulisan saya belum banyak. Di minggu ketiga dalam bulan ini, tulisan di blog hanya ada 2. Jangan-jangan target saya tidak tercapai. Tetapi masih ada 10 hari ke depan untuk berubah. Kata orang tidak ada kata terlambat untuk berubah. Saya mencoba untuk menerapkan prinsip ini. Tidak mudah tetapi bisa dilakukan.

Saya mulai dengan tulisan ini. Semoga besok lusa bisa bertambah. Persoalannya bukan pada ide untuk menulis. Meskipun dalam jangka waktu tertentu saya menemukan jalan buntu untuk membuat tulisan. Di tengah kesibukan saya ide untuk menulis hampir tidak ada. Persoalan sekarang adalah komputer saya yang sering macet. Dalam beberapa hari ini, komputer itu macet total. Saya mencoba menggantinya dengan komputer lain tetapi hasilnya sama saja. Apakah ini komputernya atau jaringan internetnya yang rusak. Bisa saja keduanya atau salah satu dari keduanya.

Dalam benak saya ada banyak tulisan yang dihasilkan tetapi nyatanya masih sedikit dan bahkan terancam gagal target. Saya mencoba untuk menggunakan kesempatan yang ada. Selagi komputer lancar segera saya menulis. Sebab, tidak tahu kapan datangnya kemacetan komputer itu. Kalau macet waktu mudik itu otomatis. Tetapi waktu macet untuk komputer itu dadakan alias tak ada yang tahu. Semoga saya dan Anda, pembaca, sekalian bisa meraih target yang ada. Semoga sarana penunjang mendukung untuk pencapaian target itu.

Salam merdeka, selamat idul fitri, selamat libur lebaran,

PA, 20/8/2012
Gordi Afri


Sumber gambar sini

Mula-mula saya heran dengan banyaknya denominasi Gereja Kristen di Indonesia. Keheranan ini bukan datang tiba-tba. Saya dibesarkan di lingkungan mayoritas Gereja Katolik. Saya tahu di samping Gereja Katolik ada Gereja Protestan yang sangat dekat dengan Gereja Katolik dalam hal sejarah. Saya pun tak asing dengan nama Gereja Protestan.

Namun, ketika saya keluar dari lingkungan saya, rasa heran mulai muncul. Ternyata Gereja Protestan itu banyak. Denominasinya banyak, ada Gereja Kristen Indonesia, Gereja Kristen Jawa, Gereja Masehi Injili, Gereja Metodhis, Gereja Protestan Indonesia Barat, dan sebagainya. Gereja-gereja ini bernanung di bawah bendera Gereja Kristen Protestan atau resminya Agama Kristen Protestan. Tentu ini amat berbeda dengan Gereja Katolik yang berasal dari agama Katolik sendiri. Agama Kristen Protestan ternyata memiliki banyak Gereja.

Tak heran jika jemaat Kristen Protestan di Indonesia lebih banyak daripada umat Katolik. Data pastinya memang sulit ditentukan. Ada banyak sensus yang dibuat, bahkan kadang-kadang mungkin tidak ada kesepakatan tentang angka pastinya. Namun, hampir pasti yang saya dengar bahwa jemaat Gereja Kristen lebih banyak ketimbang umat Katolik. Saya tak heran sebab dalam agama Kristen sendiri terdapat banyak Gereja sedangkan dalam agama Katolik hanya ada satu Gereja yakni Gereja Katolik. Banyak Gereja banyak pengikut, begitu kira-kira latar belakang angka tersebut.

Menurut Pendeta Yohanes dari Gereja Methodis Johar Baru, Gereja itu ibarat taman. Ketika kita masuk ke taman, kita melihat bunga yang indah. Bunga mawar yang kita lihat pertama sangat indah. Masuk lebih dalam lagi, ada bunga matahari. Kita pun melihat bunga itu sangat indah. Begitu seterusnya. Ada banyak bunga yang kita lihat di taman itu. Semuanya memiliki ciri khas tersendiri. Kekhasannya itulah yang membuatnya indah. Begitu kira-kira ringkasan kata-kata pendeta itu dalam khotbah ibadat oikumene pada Sabtu, 28/1/2012 di Gereja Methodis Johar Baru.

Lebih lanjut pendeta asal Sumatera Utara ini mengatakan, kita tidak perlu merasa gereja kita paling benar dari yang lainnya. Sebab, tiap gereja mempunyai kekhasannya tersendiri. Ada yang kontemplatif, ada yang berjingkrak sebagai tanda hadirnya Roh Kudus, ada yang harus menyanyi keras-keras untuk memuji Tuhan. Semuanya mempunyai kekhasannya. Gereja-gereja ini kiranya seperti bunga-bunga yang ada di taman. Kalau semua orang melihat Gereja seperti taman, di dalamnya ada variasi, maka tak ada lagi fanatisme antara gereja.

Sumber gambar sini
Ketika gereja hadir dengan berbagai wajahnya, di situlah wajah Yesus ditampilkan. Namun, pandangan semacam ini menunai kritik juga. Ada komentar orang yang tidak setuju dengan berkembangnya atau bermunculannya gereja-gereja baru saat ini. Mereka mengatakan, kalau kita dipanggil untuk bersatu, mengapa kita hanya terkurung dalam kelompok gereja kita sendiri? Banyak gereja baru membuat kita tidak bersatu lagi. Namun, kesatuan seperti apakah yang didambakan? Toh, dalam satu taman bunga-bunga indah menjadi satu yakni menciptakan keindahan dalam taman itu. Kalau begitu, apakah hadirnya gereja-gereja baru menghalangi kita untuk bersatu?

Salah satu persoalannya di sini adalah soal keterbukaan antara jemaat gereja. Kalau jemaatnya saling terbuka dan mau bekerja sama dengan jemaat gereja lainnya maka kesatuan itu bisa tercapai. Memang kalau semuanya terkurung sesuai kelompok gerejanya maka tidak ada kesatuan itu. Yang ada adalah perpecahan sebab kita tidak satu lagi. Dalam Injil tertulis kita dipanggil menjadi satu. Menjadi satu seperti apa? Toh gereja secara fisik ada bermacam-macam. Ataukah gereja dalam artian kita disatukan dalam nama Yesus?  Kalau gereja yang dimaskud adalah yang terakhir ini, kita sudah mencapai kesatuan itu. Agak sulit menjadikan jemaat Kristen dan umat Katolik menjadi satu institusi gereja. Gereja-gereja dengan berbagai denominasinya tetap dipertahankan. Kita hanya mengharapkan bahwa denominasi itu hendaknya menjadi seperti satu jenis bunga yang menyumbangkan keindahan bagi taman bunga orang Kristen itu sendiri. Dengan demikian orang Kristen tetap bersatu dalam nama Tuhan Yesus.

CPR, 29/1/2012
Gordi Afri
Powered by Blogger.