Halloween party ideas 2015



Kerangka Penulisan Skripsi

Pada bagian sebelumnya (5), kita melihat petunjuk membaca buku skripsi. Buku dibaca secara keseluruhan dan tak harus melihat kamus untuk buku berbahasa asing. Juga membaca bagian pendahuluan dan penutup.

Pada bagian ini (6), kita mencoba membuat kerangka penulisan skripsi. Ada banyak model yang ditawarkan. Misalnya menggunakan angka semua untuk bab dan sub bab, Bab I, 1.1, 1.2, Bab 2, 2.1, 2.2, dan seterusnya. Ada juga yang menggunakan kombinasi angka dan huruf. Bab I, 1, A, dan sebagainya. Pemilihan model tergantung kebijakan kampus. Ada yang mewajibkan hanya angka saja. Ada yang kombinasi angka dan huruf.

Saya belum menemukan model berupa huruf semua. Misalnya Bab A, bab B, dan seterusnya. Yang lazim adalah angka dan angka-huruf.

Ada juga kampus yang tidak mematok peraturan baku. Ada yang memberi kebebasan memilih model mana. Sebab, dalam buku panduan yang dibeli mahasiswa ada banyak model. Semuanya bisa dipertanggungjawabkan.

Apa pun modelnya yang terpenting adalah kekonsistenan. Dalam arti, modelnya harus tetap. Setiap bab harus sama. Bab I, 1.1, 1.2, Bab II, 2.1,2.2, dan seterusnya. Jangan sampai Bab I, 1.1,1.2, Bab II, A, B, dan seterusnya.

Jadi, apa pun model pembagian kerangka yang dipilih, ikutilah itu secara konsisten. Jangan coba-coba mengubah dari pilihan sebelumnya. Dengan itu terlihat, pembagiannya secara jelas.

Saya kira demikian saja penjelasan tentang kerangka penulisan skripsi. Kalau belum jelas bisa ditanyakan lewat email. Atau kalau ada yang masih kurang bisa ditambahkan pada bagian komentar. Saya terbuka dengan masukan para pembaca.***

Bersambung ke Menulis Skripsi (7) Serial Kiat Sukses Menulis Skripsi


Pandega Asih-Yogyakarta, 22/3/13

Gordi Afri


Terkesan dengan Kiprah Ibu Teresa di Kalkuta (1)

Baru saja menonton film kisah hidup Ibu Teresa dari Kalkuta. Saya pernah membaca kisah hidup orang suci ini. Pernah juga menonton film tentangnya. Tetapi saya tidak ingat judul film itu.

Baru saja saya menemukan satu kaset/film lagi tentang Teresa. Saya menonton salah satunya. Belum selesai. Tetapi bagian pertama ini cukup berkesan.

Salah satu adegan yang terkesan adalah ketika seorang bapak mengtakan, Aku haus...aku haus...aku haus sambil membuka telapak tangan sebagai tanda bermohon. Dia meminta itu pada Teresa yang sedang melintas di kawasan kumuh itu.

Teresa memberi uang logam. Sayangnya seorang anak kecil langsung meungut uang itu. Bapak itu hanya bisa melihat tindakan anak kecil itu. Tampaknya ia tak berdaya merebut uang itu.

Teriakan aku haus itu adalah teriakan permohonan. Dalam permohonan itu ada harapan. Berharap menjadi tanda orang yang mau berubah. Bapak itu mau berubah dari kehausan ke kepuasan dahaga. Kehausan sebagai lambang penderitaan. Dan kepuasan dahaga sebagai lambang kekenyangan atau kecukupan.

Di negeri ini banyak orang melarat. Bukan miskin. Kalau miskin masih bisa berusaha. Tetapi kalau melarat, amat susah berusaha selain mengharapkan bantuan orang lain. Orang melarat mempunyai harapan yang kuat akan datangnya bantuan.

Sayangnya banyak orang berpunya yang cuek dengan harapan orang melarat. Orang berpunya akdang-kadang tak mau peduli. Saya kadang-kadang bingung membantu orang melarat. Mau beri uang, aku tak punya. Mau dekati, ada rasa enggan karena merasa diri tak memberi apa-apa. Saya pernah mencoba mendekat. Memebri apa yang bisa saya beri. Setelah diamati, ternyata, mereka juga butuh didengarkan. Tidak melulu mengharapkan uang.

Dari cerita ada harapan baru. Anak-anak kecil mulai datang, berkumpul, mendengar cerita. Dalam cerita diselipkan nilai kemanusiaan, rasa iba, perjuangan, kerja keras, dan sebagainya.

Ini juga yang dibuat Ibu Teresa dari Kalkuta. Saya terkesan dengan bagian pertama dari film ini. Besok baru melanjutkan film berikutnya. Terima kasih Ibu Teresa untuk inspirasimu. (bersambung)***

PA, 21/3/13
Gordi

BERDUA DI ATAS MOTOR 

FOTO: pixabayfree

Di atas motor
Mereka berdua
Berbincang dan tertawa
Melirik dan memeluk

Entah apa yang diperbincangkan
Dari jauh ku melihat
Mereka bersahutan
Sesekali saling mendengar

Kadang raut muka serius
Lalu tersenyum
Kemudian tertawa
Akhirnya memeluk erat

Di atas motor
Mereka bercerita
Sambil berjalan
Entah entara mengendara dan berbincang

Boleh jadi hilang konsentrasi
Atau mengganggu pengguna jalan lain
Tidak elok memang
Jalan bukan milik emreka saja

Di atas motor juga
Mereka bercengkrama
Parkir di pinggir jalan ramai
Duduk berdua

Kali ini motornya dimatikan
Tempatnya remang-remang
Tak jelas apa yang mereka lakukan
Dari bayang-bayang hanya kelihatan duduk berdekatan saja

Semoga mereka membicarakan masa depan mereka
Dan tidak sekadar memeluk erat
Dunia memang seolah milik mereka
Tetapi esok-lusa mereka juga boleh jadi berjauhan

PA, 17/3/13


Gordi
Powered by Blogger.