Sebagian besar manusia mengaku dirinya pernah berdoa. Pagi, siang, malam, dan setiap waktu. Berbagai bentuk doa diucapkan manusia. Apa dan bagaimana orang berkomentar tentang doa?
Doa. Kata yang pas untuk mendefinisikan hubungan manusia dengan Tuhan. Sementara itu, Tuhan merupakan kata yang sarat dengan berbagai komentar. Ada yang tidak mengakui Tuhan. Tuhan yang bagaimana dan seperti apa? Tuhan yang diakui umat Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu, Yahudi?
Tuhan. Sekali lagi lagi kata yang multi tafsir. Ada yang berontak dengannya. Ada yang berharap padanya. Tuhan yang bagaimana dan seperti apa? Ada yang tidak mempercayainya. Percaya seperti apa? Ada yang hanya di mulut saja. Ada yang di pikirannya. Ada pula yang di hatinya.
Ya... Tuhan tak disentuh. Tak tuntas dijelaskan. Tak bisa dibuktikan. Hanya bisa dirasakan oleh mereka yang mau dan mampu merasakannya. Hanya bisa dirasakan oleh mereka yang mau menerimanya.
Tentang doa, bagaimana?? Doa sebagai sarana berelasi dengan Tuhan muncul kalau Tuhan itu sudah jelas identitasnya. Minimal bagi pendoa itu sendiri. Yakin akan Tuhan menjadi langkah awal untuk menjalin relasi dengannya.
Komentar orang tentang doa
Seorang teman berkomentar tentang doa. Sebelumnya pertanyaan dilontarkan, “Bagaimana pandangan Anda tentang doa? Apakah Anda yakin doamu dikabulkan?” Teman itu menjawab, “Semua doa saya terkabulkan.” Wah hebat sekali. Baginya, Tuhan pasti mengabulkan doanya dan memberi yang terbaik kepadanya. Kadang-kadang waktunya tidak persis seperti yang diminta.
Lebih lanjut dia mengatakan, kalau belum dikabulkan, itu pertanda belum waktunya. Atau juga, Tuhan belum menginginkan hal itu terjadi padanya. Tuhan mengabulkannya di waktu lain. Itulah saat yang tepat untuk memperoleh apa yang diminta. Tuhan tidak menolak.
Seorang tokoh cendikiawan muslim berkomentar lain. Baginya, hanya 2% doa yang dikabulkan Tuhan. Sepanjang hidupnya, dia berdoa dengan berbagai permohonan namun hanya itu saja yang dikabulkan. Sebagian besar, 98%, tidak dikabulkan(?) (dari buku “Mari Berbagi” 2011, 27).
Injil (Matius) mengatakan demikian. Kalau berdoa jangan bertele-tele. Bertele-tele adalah tindakan orang yang tidak mengenal Allah. Jangan pula banyak kata. Banyak kata tidak menentukan banyak doa dikabulkan (Gubahan dari Mat 6:7).
Lalu bagaimana? Kalau mau berdoa, masuklah ke kamar, tutup pintu dan berdoalah. Bapa di tempat tersembunyi melihat engkau. Wah tambah hebat. Tuhan itu tersembunyi namun ia bisa melihat orang yang sedang berdoa.
Ada lagi yang mengatakan hal lain. Doa baginya bukan sekadar mengucapkan kata-kata. Lebih dari kata-kata. Doa adalah bertindak, bekerja, bernyanyi, menulis, membaca, mengetik, menyetir mobil, membantu orang lain, dan sebagainya. Doa tidak berhenti pada mengucapkan rumusan. Doa berlanjut dalam tindakan. Bertindak juga merupakan doa.
Ada sholat 5 waktu untuk umat Muslim. Ada kebaktian bagi umat Kristen Protestan pada umumnya. Ada misa/ekaristi bagi umat Katolik. Ada doa di Sinagoga bagi umat Yahudi. Penganut Budha, Hindu, Konghucu mempunyai waktu doa juga. Selain itu ada doa pribadi yang dibedakan dengan doa bersama.
Berapa lama waktu untuk berdoa? Tak tentu. Relasi dengan Tuhan tidak terpaku dengan waktu. Kapan saja. Manusia yang membuat batasan untuk berdoa. Namun, doa tetap tak ada batas. Institusi agama membatasi dengan maksud tertentu. Kalau itu terlalu kaku, bisa cari waktu lain.
Beberapa tokoh menyediakan waktu khusus untuk berdoa. Teresa dari Calcuta (1910-1997) dan Anthony de Mello (1931-1987) dari India menganjurkan pengikutnya berdoa 6 jam sehari, di luar doa bersama. Guido Conforti (1865-1931) dari Parma, Italia menganjurkan pengikutnya berdoa 2 jam sehari, di luar doa bersama. Almarhum Paus Yohanes Paulus II (1920-2005) menganjurkan agar setiap kegiatan harian dilandasi doa. Doa menjadi jiwa dari berbagai kegiatan. Ia tidak memberi batasan.
Doa bisa dilakukan di mana saja. Doa tidak hanya di Masjid, Mushola, Gereja, Kapel, Sinagoga, Kuil, pura, Wihara, Gua, rumah adat, tempat sesaji, dan sebagainya. Ini tempat resmi namun ada juga tempat lain untuk berdoa. Di jalan, di kelas, di ruang kerja, di pabrik, di dalam mobil, pesawat, kereta, di WC, dan sebagainya. Doa tidak hanya di tempat ibadat.
Bagaimana? Ada yang berdoa dengan mengucapkan rumusan baku, dengan bernyanyi, dengan bernyanyi dan berkata-kata, dengan mempersembahkan sesuatu, dengan mengorbankan sesuatu, dengan ritual tertentu, dengan bahasa tertentu, dengan berkumpul, secara sendiri-sendiri, dengan kata-kata spontan, dan sebagainya.
Berdoa! Hanya berkata atau setelahnya berbuat? Hanya membaca rumusan atau membuat rumusan baru? Berhenti pada kata tanpa tahu latar belakang atau memahami kata dengan latar belakangnya? Terpaku pada rumusan atau bisa sesuaikan dengan situasi tertentu? Banyak berkata atau sedikit berkata? Banyak berdoa atau berdoa banyak? Berdoa dengan bertindak atau berdoa tanpa bertindak?
Doa. Meminta atau mensyukuri? Berharap atau meminta perhatian? Mendengarkan atau mencurahkan isi hati? Sekadar curhat atau melampiaskan kemarahan? Memberontak atau berusaha mencari hikamah?
Untaian pertanyaan tanpa jawaban. Berharap menemukan jawaban sendiri. Mengembara mencari jawaban dari pengalaman. Ibarat “Seorang perempuan berusia 70 tahun ditemukan hidup, empat hari setelah gempa dan tsunami mengguncang Jepang”. Ibarat, “Seorang pria berusia 60 tahun diselamatkan dari atap rumahnya yang terseret dan mengapung di laut” (KOMPAS 16 Maret 2011). Mereka bergulat untuk hidup. Situasi menjawab harapan mereka. Mereka mengalami penderitaan dan diselamatkan.
Mencari jawaban dengan berusaha. Ibarat “Shinkawa di kota Minami Soma, Prefektur Fukushima, Jepang yang terlihat melambai-lambaikan sepotong kain merah sambil berpegang erat pada reruntuhan rumahnya” (KOMPAS 16 Maret 2011). Ia berusaha mencari penyelamatan dari tim penyelamat. Jawaban bervariasi. Semuanya unik. Jawaban muncul dari pengalaman. Berusaha adalah pengalaman yang baik. *Semua gambar dari google images
Cempaka Putih, 26 Maret 2011
Gordy Afri
^_^ Terimakasih!
ReplyDeleteManusia itu berdoa memanggil Tuhan,
sebab mengira Tuhan begitu jauh,
tapi Tuhan pasti mengerti kebutuhan
dan kehendak hamba-Nya walau manusia
tidak berdoa, lalu untuk apa
berdoa? Padahal
Tuhan diam-diam sering memanggil
kita, "Gordy, Gordy, ini Aku."
atau "Gaya, Gaya, ini Aku."
Tapi, kita itu belum tentu mendengar
saat dipanggil-Nya?
Pada waktu kita berdoa dengan
sepenuh hati, Tuhan gembira!
"Hore, Aku dipanggil!"
"Letakkan permohonan itu di hatimu,"
Sabda Siddharta Gautama.
Persis seperti kata Tuhan kepada
Muhammad, "Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran." (Quran 2: 86)
Terima kasih Mbak Gayatri... atas komennya
ReplyDeleteSetuju Tuhan sering mendengar tetapi manusia sering tidak mau mendengar...
bagus renugnanya e...
ReplyDeletemenggugah hati...
hehehejehehe sukses selalu frater....
Mkci...dah kunjungi blog ini.
ReplyDeleteYa...kita saling mendukung menuju kesuksesan sementara....sebab kesuksesan selalu berdampingan dngan perjuangan jatuh-bangunnya...kehidupan ini...