Halloween party ideas 2015

Sumber gambar di sini

Bulan Desember identik dengan masa adven. Masa penantian akan datangnya sesuatu. Penantian sama dengan menunggu. Kata “menunggu” biasanya punya kesan negatif di telinga kita. Di Jakarta, menunggu selalu menjadi rutinitas yang mau tak mau mesti dialami. Menunggu bis, menunggu kereta, menunggu angkot, menunggu teman, menunggu pesanan, dan sebagainya. Menunggu menjadi berkesan negatif ketika yang ditunggu itu tidak datang-datang. Apakah kita tahu, siapa yang kita tunggu di masa adven ini?

Saya mulai dengan cerita kecil. Setiap hari Sabtu, saya dan seorang teman mengajar anak-anak SD di Warakas, Jakarta Utara. Kami mengajar di rumah susteran. Koordinator kelas mengajar ini adalah para suster di sana. Kami hanya membantu sebagai pengajar. Para suster selalu menunggu kami setiap hari Sabtu. Seringkali, kami datang lebih awal, sebelum pelajaran dimulai. Memang pernah beberapa kali, kelas sudah mulai ketika kami masuk. Tak apa-apa, toh kehadiran kami masih diharapkan. Kami bisa mengisi kekosongan di kelompok yang digabung.

Suatu ketika, kami lupa memberi tahu suster kalau kami berhalangan. Kami mempunyai agenda pagi hari yakni mengungunjungi pesantern dan biara Budha di Jakarta Selatan dan Jakarta Utara. Suster menunggu kami namun tidak muncul juga. Mereka akhirnya mengajar anak-anak dengan menggabungkan beberapa kelompok. Pengajar tak cukup. Kelas masih bisa berjalan dengan kekurangan tenaga pengajar.

Dari kisah kecil ini, kiranya kita tahu beberapa hal. Menunggu selalu diikuti harapan akan objek yang ditunggu. Harapan yang kuat menanamkan rasa percaya diri. Kita menunggu dengan sabar. Kita, rakyat Indonesia biasanya kurang dari sisi ini. Banyak masyarakat kecewa menunggu perubahan di bangsa ini.

Memang perubahan bukanlah hal mudah. Pemerintah dan jajarannya bekerja mewujudkan perubahan demi kebaikan bersama. Reformasi sebagai slogan bersama berjalan beberapa tahun, namun fakta yang ada belum banyak berubah. Kita kehilangan harapan. Lantas, tak ada lagi semangat untuk berubah. Padahal “hidup tanpa perubahan akan membosankan”.

Kita menunggu berarti kita tahu siapa yang datang. Dia yang datang itu menyemangati kita untuk sabar menunggumya. Kalau kita tidak tahu, belum pernah mendengarnya, bahkan tidak bisa membayangkannya, bisa jadi kita membodohi diri sendiri. Pernah menjemput tamu di bandara?

Saya dan beberapa teman pernah menjemput tamu yang belum pernah kami lihat. Meski demikian, kami sudah diberitahu tentang ciri-ciri orang tersebut. Kami pun berhasil menemuinya meski didahului dengan reka-rekaan.

Dalam masa adven ini, kiranya kita tidak menunggu sesuatu yang kosong. Kita tidak menunggu orang yang kita tidak kenal. Kita tahu siapa yang kita tunggu. Dialah Yesus Kristus sang Juru Selamat. Dari tahun ke tahun kita melewati masa ini. Masa seperti ini bisa jatuh dalam godaan seremonial belaka. Jika kita tidak bisa mengambil makna dari masa ini, kita hanya menjalankan ritual adven.

Kita semua dipanggil untuk mengisi masa ini dengan penuh harapan. Harapan yang besar akan datangnya Dia yang kita tunggu. Dalam masa penantian ini, kiranya kita menyiapkan segala sesuatu. Lihatlah keluarga muda yang menyiapkan pakaian bayi pada masa kehamilannya bertambah. Perlu persiapan panjang sehingga Yang Ditunggu akan diterima dengan baik. Yesus kiranya tidak membutuhkan pakaian fisik. Yesus juga kiranya tidak mengharapkan pakaian kita yang bagus saat menyambutnya. Yesus hanya ingin hati kita—yang adalah tempat kediaman-Nya—dipersiapkan dengan baik. Persiapan hati kiranya menjadi modal utama. Tentu saja kehidupan jasmani kita, sosial-ekonomi-keamanan mesti menjamin ketentraman hati kita. Akhirnya, kita pun tahu Yesus-lah yang kita tunggu. Sudah siapkah hati kita?

CPR, 13/12/2011
Gordi Afri

Post a Comment

Powered by Blogger.