Halloween party ideas 2015



Hari sabtu Suci bagi umat Katolik biasanya menjadi hari gembira. Yesus bangkit memancarkan kebahagiaan bagi umat Katolik semuanya. Namun, bagi saya dan teman saya, hari ini menjadi hari petualangan yang tidak menggembirakan. Mengapa? Ikuti ceritanya.

Semula, kami berencana mengikuti misa di Gereja Katolik Santo Yosef Matraman, yang terletak di Jalan Matraman Raya. Saya lupa nomor jalannya meski sering misa ke sana. Kami mendengar informasi dari salah seorang teman bahwa misa di sana dimulai jam 6 sore. Kami pun bergegas ke sana menggunakan sepeda motor Revo Merah. Tidak main-main, targetnya bisa duduk di dalam gereja. Umat biasanya datang lebih awal ketika perayaan besar seperti paskah-natal. Banyak yang datang 1 jam sebelum misa dimulai.

Kami punberangkat pukul 5 dari rumah. Tibalah kami di tempat parkir gereja. Masih sepi, hanya ada beberapa sepeda motor yang ada. Kami mengira, belum banyak yang datang. Lalu, kami menuju ke pintu utama. Petugas keamanan di sana mengatakan misa sudah dimulai jam 4.30 tadi. Kami mendengar lonceng gereja berdenting pertanda misa sedang berlangsung. Lonceng gereja biasanya dibunyikan pada saat Kemuliaan, bagian dari misa. Wah….kalau begitu sudah telat.

Misa kedua baru dimulai pukul 8 nanti. Masih ada 3 jam. Kami putar haluan menuju gereja Katedral. Jalanan mulai macet, waktunya pulang kantor. Dengan kecepatan sepeda motor yang agak lambat, kami akhirnya tiba di gereja katedral. Di sana juga misa sudah mulai pukul 5 tadi. Wah….hari kurang beruntung. Petugas keamanan mengatakan bahwa misa kedua dimulai pukul 8 nanti. Masih lama……

Kami menuju taman Monas untuk mengisi waktu yang ada. Saya mengemudikan sepeda motor melalui jalan Veteran, perempatan Harmoni, ke arah kiri lalu masuk Jalan Medan Merdeka Barat, dan kami berhenti di pintu gerbang dekat halte trans-jakarta Gambir 2. Di situlah kami menghabiskan waktu dengan menikmati makanan dan minuman ringan. Teman saya rupanya mulai lapar. “Misa nanti menghabiskan watu 2 jam lebih, jadi, persiapakan tubuh sejak sekarang. Jangan sampai nanti lapar,” katanya. Saya pun ikut membeli makanan dan minuman ringan.

Di sana suasananya agak ramai. Kebetulan gerbang monas itu sempat dibuka untuk umum. Beberapa sepeda motor masuk menerobos pintu yang dibuka dengan lebar 1 meter. Rupanya yang boleh masuk hanya pedagang saja, setelahnya pintu ditutup kembali. Banyak orang datang ingin menghabiskan malam mingguan di taman Monas. Ada anak kecil, anak muda berpasangan, orang tua, kakek-nenek. Ada yang datang dengan sepeda motor, naik ojek, naik taksi, trans-jakarta, angkutan umum, dan mobil pribadi. Mereka semua mencari rekreasi murah di taman Monas.

Pukul 7, kami kembali ke gereja katedral. Kami masuk ketika misa hampir usai. Banyak orang berdesakan di salah satu gerbang gereja. Harus bersabar karena umat yang di dalam belum keluar. Panitia sudah membagi, satu gerbang untuk masuk dan satu gerbang untuk keluar. Jadi, tidak ada papasan langsung antara umat yang masuk dan yang keluar. Buku misa dan lilin paskah dibagi gratis.

Kami segera mengambil tempat di bagian barat gereja, dekat gua Maria. Kami memilih di situ karena suasananya sejuk. Teman saya tidak tahan kalau duduk di dalam. Katanya, di dalam agak panas, dan dia tidak bisa tahan dengan suhu panas. Saya pun mengiyakannya, kebetulan memang suasananya di sana mendukung sekali. Udara segara karena banyak pohon, pertukaran udara langsung dengan alam. Beda kalau di dalam, hanya ada kipas angin, sementara yang menghirup udara cukup banyak. Gereja katedral tidak memasang pendingin ruangan (AC) seperti di beberapa gereja Katolik lainnya di Jakarta. AC memang menyejukkan dan membuat suasana nyaman namun ternyata merusak lingkunga terutama lapisan ozon.

Umat yang mengikuti misa di gereja Katedral amat banyak. Tenda-tenda di depan dan samping gereja terisi penuh. Misa yang dimulai pukul 8 ini dipimpin oleh 3 Pastor yakni Pastor I. Wardi Saputra, SJ (konselebran utama), Pastor Markus Wanandi, SJ, dan Pastor Krispurwana Cahyadi, SJ. Petugas putra altar dan putri sakristi, ikut membantu memperlancar upacara hikmat ini. Demikian juga dengan petugas keamanan yang dibantu oleh petugas kepolisian baik di dalam gereja maupun di tempat parkir di sekitar gereja dan di lapangan parkir masjid Istiqal. Tak kalah menarik penampilan kor dari salah satu lingkungan di paroki katedral.

Kami sempat merekam 3 poin penting yang disampaikan Pastor Wardi dari khotbahnya.
Pertama (1), dia mengajak umat untuk meneladan Maria Magdalena dkk yang berani pergi ke kubur Yesus. Merekalah perempuan pemberani. Keberanian mereka muncul karena dilandasi kasih Tuhan, kata pastor ini. Mereka sudah tahu akan menghadapi masalah besar, siapa yang menyingkirkan batu besar dari pintu kubur. Rupanya Kasih Tuhan lebih besar dari kasih mereka. Tuhan sudah tidak ada, sudah bangkit, ketika mereka sampai di sana. Lantas, ‘penjaga kubur’ mengajak mereka memberitakan kepada para murid untuk menuju Galilea dan di sana akan menjumpai Yesus. Kehidupan Yesus nyata dalam kehidupan masyarakat Galilea. Maka, para murid mesti belajar di Galilea agar memahami cara hidup Yesus. Galilea sekarang, bagi kita, adalah hidup harian kita. Carilah Yesus dan temukan Yesus dalam kehidupan sehari-hari. *Semua gambar dari google

Kedua (2), Pastor Wardi mengajak umat agar jangan mencari Yesus di kubur. Kubur merupakan tempat mayat dibaringkan, tempat orang mati. Gambaran akan kubur pun menjadi seram dan menakutkan. Orang Katolik yang mencari Yesus di kubur adalah mereka yang masih berpikir lama, berpikir kolot, yang mengira Yesus masih di kubur. Lihatlah kubur sudah kosong, dan Yesus tidak ada di sana lagi.

Ketiga (3), carilah Yesus di salib. Lihatlah Yesus di salib yang sudah bangkit. Maka, umat Katolik mesti bangkit dari cara hidup lama ke cara hidp baru. Pastor juga tidak memungkiri kalau ketiga hal ini kadang agak sulit apalagi kadang-kadang bertentangan dengan logika manusiawi. Memang demikian. Tidak cukup memahami dengan logika. Ketiga hal ini mesti dialami. Baru kita akan mengatakan….Oo…seperti itu toh…katanya. Jadi, memang peristiwa itu di luar batas otak dan cara berpikir manusia. Maka, cobalah untuk mengalaminya, membatinkannya.

Selesai misa, kami balik ke rumah dan tiba pukul 10.30. wah….lumayan lama petualngan hari ini. Dari jam 5 sore hingga 10.30 malam. Demikianlah petualangan mencari Gereja Katolik di Jakarta. Ingat, “Kalau mau mencari Yesus, pergilah ke Galilea.” Selamat Paskah tahun 2012.

CPR, 8/4/2012
Gordi Afri


Post a Comment

Powered by Blogger.