Halloween party ideas 2015
Showing posts with label PENGALAMANKU. Show all posts

ilustrasi, counciloflove

Apa yang teman-teman lakukan di tempat tidur sebelum bobo? Macam-macam. Tergantung kebiasaan. Ada yang kebiasaan sejak kecil. Ada pula yang muncul setelah berkeluarga.

Ya memang macam-macam bisa dilakukan. Ada yang merenungkan perjalanan seharian. Dari pagi sampai malam. Mengevaluasi diri. Apakah saya marah dengan orang tertentu, apakah saya dendam dengan orang tertentu, apakah saya memukul orang, apakah saya memenuhi permintaan teman/sahabat/suami/istri/anak, dan sebagainya.

Ada yang mengucap terima kasih kepada Tuhan untuk kesempatan seharian. Karena Dia memberi kesempatan untuk beraktivitas, berkarya, dan sebagainya. Dia memberi utuh, terang, udara, suhu tertentu, air, makanan-minuman, teman kerja, dan sebagainya.

Dengan dua ini sudah cukup kita beraktivitas di tempat tidur sebelum bobo. Yakinlah bahwa saat mengevaluasi diri, kita akhirnya akan kantuk atau tertidur. Demikian juga ketika mengucapkan terima kasih kepada Tuhan. Apalagi kalau kita capek. Mata cepat tertutup dan otak tak bisa bekerja lagi.

Sedangkan aktivitas lain dengan teman tidur itu urusan pribadi, urusan berdua. Terserah apa yang mau dilakukan, berbisik, berbincang, bercerita, dan sebagainya. Asal tidak mengganggu orang serumah, selingkungan, sekampung, dan se se se yang lain. Selamat malam.

PA, 17/2/13

Gordi

ilustrasi, elormedia.net

Daripada bosan tinggal di rumah, lebih baik jalan-jalan. Jalan-jalan akhir pekan amat menarik. Tentu jalan dengan tujuan.

Saya jalan-jalan ke daerah Malioboro. Sudah direncanakan sejak awal pekan. Muncul rencana setelah membaca iklan di koran Kompas. Ada iklan diskon buku di Gramedia Malioboro. Saya cuma melihat dan membaca iklan itu. Lalu, kemarin muncul lagi. Saya membaca dan mencermati dengan bijak.

Hari ini rencana itu terwujud. Jam 10.30, saya meluncur ke sana. Kebetulan tidak sibuk hari ini. Saya memarkir sepeda motor di luar mol. Saya titipkan pada mas penjaga parkir. Kami tersenyum dan saya berujar, “Mas, nitip motor yah.” Saya heran mendengar jawabannya, “Tenang bos. Aman.”

Saya kok dipanggil bos. Padahal saya ini bukan bos. Tidak ada tampang bos. Celana levis biru bersobek di lutut. Baju olahraga bertuliskan Liverpool. Dan tas pinggang warna hitam-biru.

Saya masuk mol. Lalu lalang pengunjung. Rupanya baru saja dibuka. Belum banyak pengunjung. Saya naik sampai lantai 3. Lumayan bisa melihat cewek cantik, cowok ganteng, penjaga toko, penawar barang, barang-barang elektronik, mencium bau makanan yang enak, dan sebagainya. Ya tak perlu ada uang banyak kalau mau melihat-lihat barang-barang bagus dan mahal di mol.

Setelah sampai di lantai 3, saya masuk galeri Matahari. Melihat-lihat celana dan baju kemeja. Tak ada yang berkenan di hati. Lalu saya keluar. Turun lagi ke lantai 1.

Saya melihat ada tulisan Gramedia. Saya meluncur ke sana. Toko buku Gramedia rupanya ada di lantai bawah. Saya hendak ke bawah. Rupanya tempat buku diskon ada di lantai 1. Pas di jalan masuk ke bawah. Saya berhenti di situ. Melihat-lihat buku-buku yang ada. Banyak pengunjung yang datang. Saya memilih 4 buku. Lalu mengantar ke kasir.

Rupanya ada satu buku lagi di meja kasir. Saya tertarik membelinya. Buku itu diskon 20%. Saya membeli buku itu. Buku lain berharga 10 ribu rupiah dan 15 ribu rupiah. Total 5 buku itu Rp 98.500,00.

Lumayan untuk kantong saya. Satu lembar dapat 5 buku. Murah dan cepat. Kalau tidak diskon, kelima buku itu diperkirakan 200-300 ribu rupiah.

Inilah nikmatnya jalan-jalan akhir pekan. Jalan yang direncanakan. Asal rajin membaca iklan di koran, ada banyak untung yang kita peroleh. Daripada diam di rumah lebih baik mengunjungi pameran seperti ini.

Terima kasih untuk toko buku Gramedia. Memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk menikmati buku berdiskon itu.

Selamat akhir pekan.

PA, 22/2/13

Gordi

ilustrasi di sini

Waktu selalu ada. Kesempatan yang jarang ada. Tinggal mengolah waktu. Biar ada kesempatan yang baik untuk mengerjakan sesuatu.

“Mas, ada acara gak hari ini?” tanya sahabatku pagi ini.
“Ada pak. Tapi nggak ada yang spesial,” jawab saya.
“Kalau begitu boleh gak ikut saya?”
“Ke mana pak?”
“Ke kantor polisi!”
“Wah ada apa pak?”
“Maksudnya ke kantor Samsat.”
“O...mau ngurus surat-surat?”
“Ya..ngurus STNK motor dan mobil.”
“Boleh pak, sekalian mau lihat kantor Samsat.”

Saya setuju menemani sahabat saya. Saya mau lihat kantor samsat itu. Dan, mau lihat orang-orangnya di sana. Lumayan kan bisa kenalan dengan petugas yang mengurus surat-surat kendaraan.

Siapa tahu ada info emnarik di sana. Pulang nati ada bahan untuk tulisan. Semoga urusan hari ini lancar. Kalau tidak, harus nunggu.

Hai kompasioner, selamat awal pekan. Salam semangat selalu.

PA, 25/2/13

Gordi

ilustrasi, di sini

Baru saja kami mengurus surat-surat kendaraan untuk motor dan mobil. Kami tiba di kantor Samsat Kabupaten Sleman, Jl Bhayangkara pukul 9.30. (Saya lupa nomor jalannya)

Kami memarkir sepeda motor. Kemudian menuju tempat fotokopi yang terletak di samping tempat parkir. Setelah fotokopi STNK kami ke kantor.

Di dalam sudah banyak pengunjung. Semuanya mengurus perpanjangan STNK 5 tahunan, 1 tahunan, STNK hilang, peprindahan alamat, dan sebagainya. Saya dan sahabat saya mengurus perpanjangan STNK 1 tahunan. Jadi, hanya STNK yang diperpanjang, tanpa perpanjangan 5 tahunan untuk ganti plat.

Saya menunggu di ruang tunggu. Duduk di kursi paling pojok. Sahabat saya memasukkan berkas dari loket pertama. Kemudian dia mengurus semuanya mengikuti prosedur yang ada. Saya menunggu sambil membaca buku. Membunuh rasa bosan.

Banyak orang yang menunggu. Ada yang menunggu panggilan dari beberapa loket. Pengeras suara terus menerus bersuara. Sumbernya dari beberapa loket. Bergantian.

Selang 15 menit kemudian, sahabat saya datang. Menyerahkan buku kepemilikan kendaraan pada saya. Lalu dia pergi lagi. Saya duduk lagi sambil memerhatikan lalu lalangnya pengunjung.

Saya juga sempat ngobrol dengan sesama pengunjung di sebelah kiri saya. Ada seorang ibu dengan anak kecilnya. Anak ini melihat saya dengan tatapan serius. Saya balik tersenyum padanya. Dia seorang cowok yang ganteng. Lalu dia berbalik bersembunyi di pangkuan ibunya. Saya dan ibu itu berbincang-bincang sebentar. Kemudian, ibu itu menuju loket di mana nomor antriannya dipanggil.

Sahabat saya datang lagi. Dia bilang, kita menunggu panggilan untuk pengambilan. Dia menenteng nomor antrian. Kami duduk sambil memerhatikan banyaknya orang yang mengurus surat-surat di sini. Nomor antrian yang kami tunggu berkisar sampai 201-2010. Kami memegang nomor 244 dan 245. Berarti kami menunggu 3 kelompok lagi.

Sementara nomor antrian di loket pertama, loket memasukkan berkas, sudah sampai angka 281-290. Woao sudah banyak. Sahabat saya berujar, kiranya sehari bisa dapat angka 500. Banyak.

Jarum jam menunjukkan pukul 10.20. nomor antrian kami dipanggil. Sahabat saya menuju loket pengambilan STNK. Kemudian, kami keluar dari ruang tunggu. Menuju tempat parkir. Saya mengambil sepeda motor dan kembali ke rumah.

Mengurus STNK tidak perlu lama-lama. Satu jam saja. Dalam waktu 1 jam sudah beres. Meski melewati beberapa loket. Kelihatannya panjang. Dari segi antriannya. Tetapi ternyata tidak lama. Satu jam menjadi kesempatan berharga.

Demikian ceritaku siang ini.
Selamat siang dan salam semangat awal pekan untuk sahabat semua.

PA, 25/2/13

Gordi

ilustrasi, di sini

Hujan memang merepotkan. Terutama pengendara sepeda motor. Juga penjual di pasar.

Saya berharap sore ini tidak ada hujan. Harapan besar saya demikian. Tentu bukan asala berharap. Saya dan teman-teman mau main futsal. Jadi, kalau hujan main dibatalkan, lapangan juga basah.

Semoga tidak hujan. Kami mau bertanding sekarang. Bukan kemenangan yang kami cari. Kami hanya mengolah fisik kami sehingga tetap bugar dan sehat.

Banyak olahraga banyak buang energi tetapi banyak inspirasi. Begitu yang saya yakini. Bahkan stres pun bisa hilang dengan berolahraga. Untunglah saya bukan orang stres. Jadi, saya tidak menghilangkan stres dengan berolahraga sore ini.

Melalui olahraga, kami melatih bekerja sama, kejujuran, kesadaran bahwa saya mempunyai kekurangan, melatih ketepatan dan kecepatan, dan nilai lainnya. Kiranya ini mesti ditanam sejak muda. Kelak sudah tua kami sudah menampung banyak nilai positif dalam hidup ini.

Dengan nilai ini, kami menjadi tulang punggung bangsa. Ah ini hanya iseng-iseng saya saja. Boleh jadi ada yang iri karena mau main futsal saja mesti ditulis di kompasiana.

Bukan mau pamer. Saya kok seperti candu menulis hari ini. Sehingga sebelum main pun saya buka kompasiana dan menulis ini.
Maaf kalau ada yang kurnag berkenan. Salam kompasiana.

PA, 25/2/13

Gordi

ilustrasi di sini
Saya tak tahu apa yang terjadi, jika sore ini hujan lagi. Kalau kemarin, sudah jelas, saya tunda ke gereja untuk beribadat. Apakah sore ini seperti itu lagi? Kalau turun hujan apa boleh buat. Itu kehendak alam. Dan mungkin kehendak Pencipta.

Tetapi sebagai manusia saya berharap agar tidak hujan. Biar kami, umat Kristiani, bisa ke gereja untuk beribadat, Malam Paskah.

Ini harapan besar saya sore ini. Entah itu menjadi nyata atau tidak, tidak jadi soal. Yang jelas saya sudah berharap.

Seperti saya berharap untuk soal lainnya. Berharap agar negeri ini aman dan makmur. Agar negeri ini tidak dijajah oleh sesama warga juga oleh pihak asing. Agar negeri ini tidak dirasuki perasaan benci dan serakah. Agar negeri ini tidak anti perbedaan. Agar negeri ini tidak saling lempar kesalahan. Agar negeri ini bersatu padu membangun kebersamaan dalam perbedaan dan menjauhi musuh bersama.

Harapan abstrak. Namun jika itu jadi nyata, betapa indahnya negeri ini. Salam Indonesia raya untuk pembaca.

PA, 30/3/13
Gordi



ilustrasi, di sini

Hujan tadi sore memberi pelajaran penting bagi saya. Pelajaran yang mengandung nilai pengorbanan.

Betapa tidak, hujan itu membuat rencana saya gagal. Namun saya mencoba cari akal. Akhirnya rencana saya hanya tertunda saja.

Saya mau ke gereja untuk ikut ibadat Jumat Agung pada pukul 3 sore. Sebelum jam 3 saya harus berangkat. Demikian rencananya. Apa yang terjadi? Sebelum jam 2 hujan mulai turun.

Saya berniat membatalkan rencana itu. Hujan pun makin menjadi-jadi. Gagal total, gumamku dalam hati. Saya istirahat saja. Tidak jadi ke gereja.

Saat bangun, saya membuat rencana lagi. Mau ikut ibadat yang jam 6 sore. Masih banyak waktu untuk siap-siap. Ini rencana yang pasti sukses.

Saya mandi dan siap-siap. Rupanya mulai gelap. Saya tak gentar. Pergi saja, toh belum turun hujan. Demikian tekad-laskar saya.

Masuk di parkiran gereja, gerimis mulai beraksi. Saya bergegas masuk. Sekitar 5 menit duduk di bangku, hujan turun. Woaoa....saya beruntung. Sayang sekali untuk umat yang sedang dalam perjalanan. Masih ada 35 menit lagi bagi umat.

Umat pun berdatangan. Menerobos hujan. Inikah bentuk pengorbanan umat?

Boleh jadi demikain. Seperti saya yang berani melampaui suasana gelap tadi, kawan-kawan saya ini berani menerobos hujan, demi ibadat Jumat Agung.

Hujan ini sebagai halangan atau ujian? Bagi orang tertentu hujan ini halangan. Bagaimana ke gereja jika hujan tak kunjung reda?

Namun, bagi yang lain, hujan ini sebagai ujian. Maukah saya mengikuti ibadat meski dihalang hujan? Soal kemauan saja. Dan, bagi yang tetap datang ke gereja, ini adalah bentuk pengorbanan.

Terima kasih Tuhan, hujan ini ternyata memberi pelajaran bagi kami, umat-Mu.

PA, 29/3/13
Gordi



Malam ini saya membuat kegiatan baru. Biasanya setelah makan malam, saya membaca koran lalu membuka internet.

Malam ini lain. Setelah makan, baca koran, lalu menonton TV. Tidak langsung buka internet. Namun, apa yang terjadi?

Saya menonton TV selama 15 menit. Menonton dua acara. Pertama adegan artis dan penjual makanan. Artis membeli makanan lalu memakannya. Kemudian dia membagikan kepada temannya. Dia membuat temannya menderita karena tidak bisa makan yang pedas.

Kemudian dia membayar semua makanan yang dibeli. Menariknya di sini dia membayar lebih. Dia sempat mengtakan, “Saya kaya, saya bayar berapa saja yang kamu dapatkan dalam sehari.”

Dia akhirnya membayar Rp. 300.000. Pertama dia memberi Rp. 100.000 kepada penjual. Kemudian, dia menambah Rp. 200.000. Woaoa... artis memang kaya. Tetapi, sebaiknya jangan foya-foya.

Acara kedua, on the spot. Saya tidak menikmati acara ini karena dapat bagian akhirnya saja. Ada kisah tentang perampok yang membantu orang miskin. Idenya sedehana. Dia merampok orang kaya dan memberi sumbangan untuk orang miskin. Maksudnya baik tetapi caranya kurang baik.

Setelah acara ini, saya tidak betah lagi menonton. Padahal saya menonton sendirian. Saya ingin membaca di ruang baca. Kebetulan ada 2 buku yang sedang saya baca. Saya memilih satu. Menarik sekali. Saya menikmati membacanya. Namun, setelah beberapa tulisan tuntas, saya tidak menikmati lagi.

Saya ingin membuka internet. Jadilah tulisan ini. Saya menulis dari pengalaman saya yang tidak betah menonton TV dan membaca. Saya betah menulis. Saya berkomitmen, setelah tulisan ini diposting, saya melanjutkan membaca kedua buku tadi.

Dunia membaca jangan ditinggalkan. Kebetulan di salah satu buku ada kutipan menarik, “Seorang pembaca belum tentu menulis. Tetapi seorang penulis pasti membaca.” Menarik bukan?

PA, 18/3/13

Gordi

Sekarang zaman modern. Apa saja serba ada. Tak ada uang pun bisa masuk mol elit. Sebab, ke mol bukan untuk beli-beli tetapi sekadar lihat-lihat.

Saya dan 3 teman siang tadi masuk mol elit. Elit maksudnya demikian. Gedungnya mewah. Bertingkat. Bersih. Wangi. Pelayannya ramah dan cakep. Tangganya pakai eskalator. Hanya saja harga jualannya mahal.

Di pintu masuk saja sudah ada jualan pakaian. Setiap meja ada tulisan besar, diskon 5o%, diskon 20%. Pengunjung kadang tergoda atau terjebak dengan besarnya diskon. Padahal harga barangnya juga tinggi.

Masuk lebih dalam lagi. Banyak jualan pakaian. Bagus-bagus. Tetapi harganya melangit. Di samping meja juga terpampang tulisan diskon besar-besaran. Inilah cara mereka yang menjual menarik pelanggan.

Untung saja kami tidak terjebak. Ada juga pengunjung yang terjebak. Mereka memang punya duit banyak. Bisa beli pakaian seharga itu. Kalau pun kami tergoda untuk membeli, kami pikirkan masak-masak. Di dompet hanya di bawah ratusan rupiah. Jadi, tak cukup membeli satu potong celana yang bagus.

Tetapi, kami yang dompet tipis dan orang berduit tadi sama-sama masuk mol bagus itu. Sama-sama naik turun di eskalator. Bedanya, mereka menenteng kantong dan kami tidak menenteng apa-apa.

Kami memang masuk untuk melihat-lihat. Cuci mata. Sekadar jalan-jalan. Tak ada duit pun kami masuk mol. Lumayan buat tahu kisaran harga barang.

Kaum berpendidikan bilang ini globalisasi. Barang dari negara mana pun bisa dijual di Indonesia. Dan, kami ingin melihat barang jualan itu. Meski hanya melihat, kami sudah merasakan ini globalisasi. Sebab, kami tahu barang ini impor.

Ya...globalisasi dirasakan orang kecil dan kaum berduit. Demikian pengalaman kami siang ini. Jalan-jalan memang tak sedar buang-buang waktu. Ada hal menarik yang bisa dipelajari dari perjalanan itu.

PA, 6/3/13
Gordi

Tak bosannya saya melihat sepeda onthel itu. Jalannya pelan, tepat di samping mobil saya. Saya terpana menatapnya.

Pagi ini saya mengantar sahabat saya ke kampusnya. Kebetulan hujan di pagi hari, dia tidak bisa menunggu bis di jalan besar. Dia meminta untuk mengantar. Saya mau mengantarnya.

Jalanan sepi. Hanya ada beberapa sepeda motor dan mobil. Tetapi saya mesti memperlambat laju kendaraan sesuai ritme kendaraan saat hujan. Setelah melewati ring road utara, kami masuk Jalan Effendi/Gejayan.

Di jalanan ini saya melihat seorang pengendara onthel. Saya ingat pengalaman saya hingga akhir Juni tahun kemarin, menggunakan onthel setiap hari.

Dia berjalan pelan. Tubuhnya dibungkus jas hujan dari bahan plastik bening. Di punggungnya ada tas hitam. Tas itu dibungkus plastik juga. Saya menduga di dalamnya ada laptop dan buku-buku.

Saya juga menduga dia mau ke kampus. Entah di mana kampusnya. Di Yogya kan banyak kampus dan ada yang berdekatan. Sulit menebak dia mau ke kampus mana.

Saya memerhatikan dia sekitar sampai 200 meter. Naluri pengendara sepeda saya langsung segar. Saya iba dengannya.

Di sampingnya ada sepeda motor dan mobil. Ya termasuk saya yang mengendarai mobil meski bukan mobil sendiri. Hanya membantu mengantar sahabat saja. Pengendara sepeda memang mesti tangguh. Baik dikala hujan maupun kering.

Saya hanya iba dengan perjuangannya. Menerobos hujan deras. Menjadi sebanding dengan pengendara motor dan mobil.

Saya menangkap ada daya juang dalam dirinya. Daya juang inilah yang menyemangatinya dan berani menerobos hujan deras.

Saya pernah mengalaminya. Yang terbayang hanyalah dosen dan suasana kampus serta ilmu yang akan diterima. Dengan ini sudah cukup menjadi lamunan di tengah jalan.

Wahai pemuda. Terima kasih atas perjuanganmu. Engkau mengajarkan pada kami, betapa hidup ini butuh perjuangan. Tak pantas menerima upah jika enak-enak saja tidur dikala hujan tanpa berusaha berjuang. Kau menjadi inspirasi bagi kami untuk berjuang sepanjang hari ini.

PA, 5/3/13

Gordi

Kalimat di atas sungguh berbicara pada pengalaman hari ini. Saya mencari solar di 7 SPBU. Sejak bangun pagi, saya menuju 3 SPBU. Hasilnya nihil. Saya pulang tuk sarapan.

Siang hari, pukul 10, saya pergi lagi. Tadi pagi ke arah Kaliurang. Kali ini ke arah Gejayan terus ke daerah UGM. Lalu ke Jl Monjali. Hasilnya nihil juga.

Saya sempat berpikir, ah lebih baik kembali ke rumah daripada jalan-jalan tanpa hasil. Saya kembali ke ring road utara. Di lampu merah lihat mobil pengangkut BBM. Saya menduga dia baru saja pulang isi di SPBU. Saya melaju ke Jl Kaliurang.

Di SPBU pertama, kosong. Saya terus ke SPBU kedua. Ada antrian truk. Saya ikut antri. Kemudian mengambil jalur kanan dan membuat antrian baru. Rupanya di depan saya ada 3 mobil bersolar yang ukurannya kecil. Saya mengekor. Sekitar 15 menit kemudian, saya mendapat solar.

Wah.....perjuangan tidak sia-sia. Sempat berpikir untuk kembali ke rumah tetapi masih terus berjuang mencari. Akhirnya dapat, berhasil. Perjuangannya berat. Rela antri sambil berpanasan, rela masuk jalur tak tentu, antri di lampu merah di tengah padatnya lalu lintas siang hari, dan sebagainya.

Benar kalimat di atas, carilah maka kamu akan mendapatkannya. Usaha keras pasti ada hasil. Sempat hampir kecewa, solar di mobil makin berkurang, tetapi terus berusaha. Lebih baik kurang sedikit untuk bertambah, daripada, dibiarkan tidak bertambah tanpa ada usaha.

Kalau memang solar mau naik, naikkan saja. Daripada pengguna solar sibuk mencari sana-sini. Kasihan truk dan angkutan umum yang merugi karena lamanya antrian. Kiranya, setelah naik, peredarannya kembali normal. Sungguh mencari solar itu amat rumit. Pengambil kebijakan seenaknya saja membiarkan masyarakat tidak tentu. Pemerintah terlalu ragu untuk menaikkan atau menurunkan harga solar. Tarik menarik antara isu politik dan ekonomi.

Inilah pengalaman hari ini. Berusaha, berjuang, pantang mundur, hasilnya dapat.

PA, 19/4/13
Gordi

Pengalaman jadi bermakna ketika kita mau membagikannya (share) pada sahabat dan kenalan.

Demikian status saya di fb pagi ini. Saya membagikan pengalaman saya pada sahabat saya pagi ini. Mereka meminta saya untuk bercerita. Saya bersedia. Saat persiapan sya melihat ulang perjalanan hidup saya. Saat itulah saya menemukan makna tersembunyi dalam pengalaman itu.

Menemukan makna ini menjadi tugas saya selanjutnya. Dalam setiap pengalaman ada hikmahnya. Pengalaman yang dipandang jelek pun tetap bermakna. Inilah yang kadang-kadang saya lupakan. Saya hanya ingin membagikan pengalaman baik saja. Padahal dari pengalaman jelek pun bias menarik hikmah tertentu.

Saya tergoda untuk membagikan yang baik karena ada motif tertentu. Saya ingin dipandang orang baik. Ingin menjadi orang yang dipandang. Padahal sebaik-baiknya sesdeorang ada juga jeleknya. Ada juga jahatnya. Itulah sebabnya pagi ini saya bagikan juga pengalaman jelek saya. bukan untuk ditiru tetapi untuk menemukan hikmah di baliknya.

Saya menjadi diri saya ketika saya membagikan yang baik dan yang jelek dari diri saya. Kalau hanya yang baik saja-yang jadi kecenderungan saya-itu belumlah diri saya sepenuhnya. Diri saya sepenuhnya ada dalam yang jahat dan yang baik. Maka, jangan takut membagikan pengalaman yang baik dan yang jahat.
Asal saja kita memerhatikan cara menyampaikannya. Jangan sampai yang kita sampaikan justru mengajak pendengar untuk meniru yang jahat. Kalau meniru yang baik tentu saja tidak masalah. Bahkan dianjurkan untuk meniru yang baik. Tetapi yang lebih cocok kiranya menjadi diri sendiri. Boleh meniru yang baik dari orang lain asal kita tidak kehilangan jati diri. Biarlah yang baik dari orang itu kita jadikan contoh saja. Kita bias berbuat baik sesuai cara kita sendiri.

Sekian saja pengalaman pagi ini. Selamat beraktivitas.

CPR, 19/5/13

Gordi

Baru saja tiba dari Jakarta. Yogyakarta sedang terlelap saat saya tiba. Maklum masih pukul 4.30 pagi. Suasana di sekitar terminal Jombor, Sleman, masih sepi. Yang ada hanya tukang ojek, sopir taksi, dan sopir bis yang membawa penumpang dari Jakarta.

Perjalanan selama 12 jam dari Jakarta tak terasa. Saya hanya ingat pukul 16.30, kami keluar dari terminal Rawamangun. Saya masih bisa menikmati pemandangan di sekitar jalan tol sampai ujungnya di daerah Bekasi. Setelah itu, saya tertidur. Tidak ingat lagi suasananya.

Saya sadar lagi pas makan malam di daerah Pamanukan. Waktu menunjukkan pukul 19.35. Kami keluar dari bis dan menuju warung makan. Saat itu juga saya sempat buang air kecil. Biar aman tidur dalam bis. Daripada berdiri-duduk ke kamar kecil di bis. Kami memberikan kupon makan yang disertakan dalam tiket, lalu mengambil makanan.

Tak lama di sini. Ya namanya makan dalam perjalanan, tak perlu berlama-lama. Begitu selesai, langsung kembali ke bis. Dan, kru bis juga melihat, kalau sudah masuk semua, bis jalan lagi. Di sini memang bukan makan untuk kenyang atau makan untuk bersantai. Makanannya sedikit atau pas untuk menu jalanan. Variasi lauknya juga sedikit. Meski demikian penumpang tidak punya pilihan lain kalau mau gratis. Kalau mau keluarkan duit tambahan dari uang saku dan membeli menu yang lain boleh juga.

Saya mengambil menu yang disediakan. Jadi, tak perlu biaya tambahan. Kalau penumpang lain mengambil yang itu ya berarti menu ini memang cocok juga untuk saya. itulah sebabnya saya tidak mengambil yang lain.

Setelah semua penumpang dalam bis, kami berangkat lagi. Saya masih terjaga selama lebih kurang 1,5 jam setelah makan. Masih bisa melihat kendaraan lain di samping kiri-kanan kendaraan kami. Ada sesama bis penumpang, ada mobil barang, ada truk barang, truk alat berat, dan sebagainya.

Malam makin larut dan saya pun tertidur. Tak terasa lagi, posisi kami sekarang. Saya hanya ingat suasana dalam bis. Suhu makin dingin. Para penumpang mengenakan selimut. Tidak banyak yang bersuara. TV dalam bis yang dari tadi menyala kini dimatikan.

Hanya ada suara seorang anak balita yang merengek. Dia meminta bapaknya tidak duduk di kursi. Sehingga dia bisa tidur. Tentu tidak bisa. Akhirnya sang bapak mengalah, dia hanya memakai sebagian kecil dari kursi itu untuk menyangga pantat. Selebihnya digunakan sang anak.

Menjadi bapak atau ibu memang harus bisa berkorban. Terutama demi anggota keluarga. Ini yang sering tidak mudah. Ada juga orang tua yang menghindari pengorbanan seperti ini. Lantas, saat bepergian, mereka meninggalkan anak yang seharusnya tidak boleh ditinggalkan. Mereka lebih asyik sendiri tanpa direpotkan sang anak. Anak dibiarkan diasuh sang baby sitter. Padahal sang anak semestinta merasakan kasih sayang, ciuman, pelukan, dan kehangatan dari orang tuanya.

Saya merasa kami semua tertidur karena saya tidak mengingat lagi, tak merasakan lagi, tak emndengar lagi. Semuanya mati total. Kami tertidur tetapi masih ada yang tidak tidur. Pak sopir tidak tidur. Dialah satu-satunya manusia yang menjaga kami, membiarkan kami terlelap dalam bis ini. Saya yakin selain dia, ada juga Tuhan yang menyertai perjalanan kami. Entah bagaimana peran Tuhan dalam perjalanan ini. Tidak bisa dibuktikan secara indrawi. Tetapi saya yakin Dia hadir dan membantu sopir mengarahkan perjalanan kami.

Ini keyakinan saya. Tuhan tidak tidur. Tentu dengan gampang orang yang tidak meyakini Tuhan mengatakan bukan Tuhan yang mengarahkan sopir dalam perjalanan ini. Boleh-boleh saja. Toh sopir juga sudah terbiasa, terlatih, untuk membawa penumpang sampai tujuan. Tanpa Tuhan pun sopir bisa mengendalikan bis ini.

Lalu mengapa saya tetap yakin Tuhan tidak tidur? Karena saya yakin bahwa Tuhan menyertai kami dalam perjalanan ini. Keyakinan ini yang menguatkan saya untuk membiarkan sang sopir bekerja tanpa kami tahu. Kami tertidur tetapi dia tidak tidur. Kalau dia tidur tentu bis tidak jalan. Tetapi, menurut saya, sopir tidak sendiri. Ada Tuhan yang menemani dia. Saya pun percaya diri untuk tidur, tidak berjaga, seperti sopir. Saya memilih untuk tidur karena Tuhan menyertai kami. Saya yakin selamat sampai tujuan.

Dan, pukul 4.30, kami tiba di terminal Jombor, Sleman, Yogyakarta. Di sinilah saya sadar lagi. Setelah keluar dari bis, saya tunduk sebentar mengucapkan terima kasih pada Dia yang menyertai kami dalam perjalanan ini. Setelah menunggu sekitar 10 menit, datang tukang ojek dan menawarkan diri mengantar saya. setelah harga disepakati kami keluar dari terminal dan menuju rumah saya. terima kasih Tuhan untuk lindungan-Mu.

PA, 21/5/2013
Gordi


Asap terasa pedih di mata. Mata pun tak bisa berkedip dan terbuka. Siapa pun yang matanya kena asap pasti tertutup. Asap sering dihindari agar mata tidak rusak. Asap pun menjadi negatif.

Ada api ada asap. Asap tak muncul dari dirinya. Dia muncul dari api. Api seperti kita tahu bisa membakar, menghanguskan apa saja, kecuali air. Hasil bakarannya adalah asap. Asap merupakan bagian akhir dari api bakaran itu. Bagian lain yang tidak habis terbakar akan menjadi arang.

Asap tidak selamanya memedihkan mata. Asap bisa menjadi hal yang positif. Dari asap muncul aroma sedap. Asap bakaran sate mengundang nafsu makan yang tiada terkira. Yang tidak lapar pun menjadi lapar. Yang lapar menjadi bernafsu untuk makan.

Inilah yang saya hirup ketika berkeliling tadi. Semula mau ikut pertemuan bersama teman kompasianer di gang Timor-Timor tapi tidak jadi. Sudah sampai di gangnya tetapi tidak sampai tempat pertemuan.

Daripada pulang lagi, tak salah saya memutar di beberapa bagian jalan. Jalan Kaliurang, kompleks UGM, Gejayan, Condong Catur. Di Gejayan dan Concat, ada aroma sate. Ingin makan tetapi saya sudah makan. Saya kenyang tetapi seolah-olah dibuat lapar lagi.

Ya ini gara-gara asap bakaran sate. Asap yang memedihkan mata tukang sate tetapi membuat nafsu makan pengunjung warung makin tinggi. Asap yang berefek ganda. Dari asap inilah muncul perjuangan untuk melayani pengunjung. Sate yang enak akan jadi laris-manis. Hasil jualan sate bisa untuk biaya sekolah, kuliah, hidup sehari-hari, dan sebagainya.

Salam asap-sate.

PA, 23/5/13

Gordi

foto ilustrasi kantor pos pusat oleh Hirza
Setelah melewati beberapa tangga di depan pintu masuk kantor pos pusat, kami disambut seorang petugas satpam (satuan pengaman). Dengan senyum, ia menyapa kami, “Selamat siang dek,…mau apa?” 

“Mau mengirim surat pak…” balas saya. Teman saya tersenyum ketika saya menoleh ke arahnya. Lalu pak satpam menunjuk ke arah kiri, “Silakan cari loket nomor 9.”

Kebetulan saya mau mengirim surat ke rumah. Saya memilih paket pos kilat khusus. Saya dan teman saya melangkah menuju loket 9. Di situ kami bertemu petugas loket 9. Kebetulan dia wanita. Dia tersenyum ketika saya menyodorkan amplop surat saya. Rupanya di loket itu ada 2 kategori paket, paket kilat khusus dan ekspres. Petugas itu menanyakan paket yang saya pilih. Saya memilih kilat khusus.

Senyum merupakan sebuah bahasa tubuh yang membuat kita merasa dekat. Siapa pun pasti merasa dekat dan tersapa ketika lawan bicaranya tersenyum. Senyum di sini mengatasi segala-segalanya. Seorang cewek merasa senang ketika cowok di sampingnya tersenyum padanya dalam kendaraan. Demikian juga sebaliknya. Bahkan, yang berjenis kelamin sama juga akan senang ketika keduanya tersenyum. Singkatnya senyum membuat orang merasa dekat. Minimal merasa sudah kenal.

Pak Satpam tadi lebih dari sekadar senyum. Dia memberi petunjuk kepada pengunjung. Cara ini membuat pengunjung merasa tersapa dan tidak mengalami kebingungan. Di sana ada banyak orang entah mengirim surat, uang, paket kiriman, atau juga yang mengambil paket. Urusan cepat selesai ketika semuanya berjalan lancar. Peran petugas yang memberi petunjuk amat penting. Apalagi dalam sebuah kantor publik.

Amat jarang saya lihat petugas satpam memberi petunjuk kepada pengunjung. Selain di kantor pos pusat, saya pernah melihat di sebuah kantor BNI. Di bank ini petugas satpam beridir di pintu masuk. Sebelum memeriksa barang bawaan pengunjung, dia memberikan senyuman dan menyapa. Lalu, dia menanyakan apakah ada yang bisa dibantu. Dia akan memberi petunjuk untuk mencapai tempat/petugas yang dituju.

Tindakan ini (memberi petunjuk dan memberi senyum) sederhana. Namun, nilainya besar. Semoga semakin banyak petugas satpam yang tersenyum ketika menyapa pengunjung. Semoga banyak pengunjung merasa tersapa, dan meghormati tugas satpam di tempat umum seperti ini. Saya membalas memberi senyum dan mengucapkan terima kasih kepada petugas itu ketika kami keluar. Terima kasih Pak Satpam atas perjumpaan hari ini.

CPR, 9/12/2011
Gordi Afri

foto oleh Ramadhan2nd
Saya ingat masa-masa indah bersama ibu. Waktu kecil, saya dekat dengan ibu. Tentu saja kita semua memiliki kedekatan dengan ibu, kecuali mereka yang diasuh oleh kakek/nenek atau baby sitter. Kedekatan itu sejak awal dirasakan saat saya menikmati ASI. Dari air susu ibu itulah saya bertumbuh dan berkembang hingga saat ini. Kata para ahli, anak yang kekurangan ASI memiliki pertumbuhan kurang sempurna dibanding anak yang asupan ASI-nya banyak.

Kedekatan dengan ibu amat terasa sebelum mengenyam pendidikan dasar. Ketika kakak dan bapak ke sekolah, saya hanya ditemani ibu. Ibu selalu setia menemani saya. Kadang-kadang saya mengganggu pekerjaannya, namun tak pernah saya melihat dan merasakan kebencian ibu kepada saya. Ibu memang mencintai anak-anaknya termasuk saya. Ketika pulang sekolah saya bermain dengan kakak saya. Kadang-kadang kakak memarahi saya, dan saat itulah saya berlindung kepada ibu. Begitu juga ketika bapak marah, ibu selalu menjadi tempat perlindungan.

Apakah ibu pernah marah? Tentu saja. Tetapi marah bukan karena benci, tetapi karena cinta. Cinta ibu untuk anaknya. Saya pernah dimarahi gara-gara tidak mengerjakan tugas yang dipercayakan kepada saya. Hal-hal sederhana, sesuai kemampuan saya waktu itu. Mencuci piring, memasak, atau memberi makan kepada peliharaan kami. Dari marah ini, saya sadar, betapa ibu mencintai saya.

Ibu juga yang menyemangati saya dalam pendidikan. Sebelum sekolah, saya belajar bersama ibu, setiap malam. Kami membuka buku gambar, lalu ibu menjelaskan tulisan yang ada di gambar itu. Di tempat belajar itu, ada poster besar berisi huruf abjad berukuran besar dan angka-angka dari 1-100. Ada juga perkalian, pembagian, penjumlahan, dan pengurangan. Poster itulah sarana pembelajaran kami. Sesekali ketika saya bosan, ibu membuka buku gambar, atau bercerita. Tujuannya sederhana, untuk menyemangati saya. Kadang-kadang saya tertidur karena cerita yang terlalu lama. Kebiasaan belajar bersama ibu, berkembang terus hingga saya selesai SD. Pekerjaan rumah selalu dikerjakan bersama. Sesekali dengan bapak dan kakak. Namun, seringkali bersama ibu. Ibu juga yang menguatkan saya untuk belajar menyelesaikan sekolah dasar.

Kedekatan ini begitu kuat sampai-sampai ibu merasa sepi ketika, saya tinggal jauh darinya. Ibu meneteskan air mata ketika saya dan bapak pergi ke kota kecamatan untuk melanjutkan pendidikan menengah, SMP. Saya memandangnya sebentar sebelum mobil kami berjalan. Ibu menangis sambil memeluk adik saya dan melambaikan tangan, merelakan saya pergi. Saya tahu, ia dengan berat hati melepas kepergian saya. Namun, bagaimana pun saya mesti bersekolah. Air mata itu menetes lagi ketika saya melanjutkan pendidikan ke kota kabupaten yang letaknya semakin jauh dari rumah. Ibu hanya berpesan, “Nak, belajarlah dengan rajin dan berbuat baiklah dengan sesama.” Pesan itu begitu menggema hingga saya ingat sampai sekarang.

Selama pendidikan menengah, saya jarang pulang ke rumah. Hanya 2 kali setahun, pada saat liburan panjang. Ibu tidak marah. Saya selalu mengirim surat minimal sekali dalam dua bulan. Komunikasi kami waktu itu hanya melalui surat. Ibu senang membaca surat saya. Tiap kali teman sekolah saya berkunjung ke rumah, ibu tersenyum sebelum mempersilakan teman untuk duduk. Ibu tahu, pasti ada surat dari saya. Kegembiraan ibu lebih besar ketika saya kembali saat liburan. Saat itu biasanya, ibu berlama-lama bercerita dengan saya. Kebiasaan ibu ini berlaku untuk semua kami, anak-anaknya. Kami berasal dari desa dan harus melanjutkan pendidikan menengah ke kota.

Waktu liburan adalah kesempatan emas untuk mengobati rasa rindu ibu. Saat hendak kembali ke sekolah, selesai liburan, air mata ibu jatuh lagi. Ini pertanda dia mencintai anak-anaknya. Dengan sabar, dia menyiapkan bekal secukupnya berupa makanan ringan, dan menyelipkan uang saku secukupnya. Ibu lalu berpesan, “Nak apa saja yang kalian minta-asal itu demi pendidikan-kami akan memenuhinya. Kalian harus sekolah dengan baik. Jangan khawatir dengan hidup kami di rumah. Kami mempunyai banyak makanan untuk kebutuhan sehari-hari.” Pesan ini menguatkan saya untuk terus belajar hingga akhir masa SMA.

Ibu merasa berat sekali ketika saya harus melanjutkan pendidikan ke tempat yang lebih jauh lagi. Namun, ia tetap mendukung. “Asal itu kemauan kamu, silakan pergi, kami akan mendukungmu,” kata ibu waktu itu. Saya mengarungi lautan untuk pertama kalinya. Saya dan ibu tinggal di pulau yang berbeda. Lagi-lagi air mata ibu menetes lagi. Saya juga meneteskan air mata. Saya tak tahan melihat air mata ibu kesekian kalinya. Kami berpelukan sebelum saya meninggalkan rumah. Seminggu kemudian, ibu menelepon saya, menanyakan keadaan saya di tempat yang baru. Saya bahagia dan ibu senang mendengar cerita saya. Dia sempat tertawa karena saya bercerita membuat lelucon layaknya di rumah . Sebelum menutup pembicaraan ibu menangis lagi, sambil menyerahkan gagang telepon kepada bapak.

Ibu merupakan sosok yang besar bagi saya. Apa yang dibuatnya murni untuk kebaikan kami anak-anaknya. Saat kami sakit, ibu yang huru-hara mencari bantuan ke tetangga. Saya ingat ketika saya sakit, ibu pergi ke rumah bidan pagi-pagi buta. Untung saja adik saya yang paling kecil tidak menangis mencarinya. Adik masih terlelap ketika ibu berangkat. Hebat! Perjuangan ibu sungguh luar biasa. Terlalu indah mengenang kebersamaan bersama ibu. Sekian tahun kami hidup berjauhan. Namun, kami sering berbagi cerita. Saat yang dinanti adalah masa liburan. Terima kasih ibu, kasihmu selalu kukenang, cintamu begitu besar, dan jasamu luar biasa. Tetes air matamu menguatkan saya dalam hal apa pun termasuk dalam menghadapi tantangan. Terima kasih ibu….

CPR, 17/12/2011
Gordi Afri

foto oleh Lianyuandry
Sebentar lagi ada mudik lebaran. Dari tahun ke tahun animo masyarakat kita untuk mudik  dengan sepeda motor tinggi. kalau ditanya mengapa, argumennya ya murah, irit, asyik, dan sebagainya meskipun risiko kecelakaannya tinggi juga. Banyak korban kecelakaan adalah pengendara sepeda motor. Himbauannya agar mudik sepeda motor berkurang sehingga angka kecelakaan sepeda motor juga berkurang. Gunakan saja kereta api atau bis. Lebih baik berkorban membayar ongkos bis yang besar daripada membayar ongkos rumah sakit yang tidak kalah besar kalau kita mengalami kecelakaan. Itu pun kalau masih bisa diselamatkan, kalau tidak kita tidak tahu apa yang terjadi.

Kemarin pagi saya menggunakan sepeda motor dan mengalami kecelakaan. Saya tidak sedang mudik tetapi sedang memboncengi teman saya. Ban sepeda motor ternyata tidak terlalu kencang. Teman saya agak berat, 80-an kilogram. Sebelum jalan, saya mengecek ban dan kondisinya masih bagus. Saya memperkirakan anginnya masih kencang. Lalu kami jalan. Tiba-tiba saat pulang, ban itu pecah. Ban bagian dalam keluar sebagiannya. Ban luar masih bagus. Untungnya saya cepat menyadari kondisinya ban ini. Motor mulai oleng. Saya meminta teman saya untuk turun.Bengkel sepeda motor agak jauh. Saya mendorong motor sejauh lebih kurang 200 meter. Ban belakang berputar dengan peleks saja. Roda-rodanya masih kuat.

Tibalah kami di bengkel tepat di depan sebuah sekolah dasar. Bengkel itu belum buka karena masih pagi, kira-kira 6.30. Saya menunggu sebentar lalu memanggil tukang bengkelnya. Seorang bapak di dekat bengkel itu menyuruh saya memanggil tukang bengkelnya yang ada di belakang bengkel itu. Lima menit kemudian dia datang dan mengecek kondisi motor. Dia membuka ban dan melihat ban dalam sudah rusak. Lalu dia pergi ke toko untuk membeli ban untuk dipasangkan di motor saya.

Semangat melayaninya tinggi. Rela bangun pagi gara-gara ada ‘pasien’ bengkelnya. Setelah selsesai membenarkan ban motor itu saya memberi uang ongkos. Di belakang motor saya sudah antri beberapa motor lagi. Ini berarti tukang bengkel ini siap melanjutkan pekerjaan.
Hikmah dari kejadian ini adalah cek kondisi motor Anda sebelum jalan. Pengecekannya mesti jeli sebab kecelakaan karena ban sepeda motor bisa datang tiba-tiba seperti yang saya alami. Itu masih seputar angin ban. Belum lagi kalau ban itu kena paku di jalanan. Kondisinya sama trumitnya dengan kasus angin ban motor.

Selain itu, pastikan bahwa di rute yang Anda lalui ada bengkel sepeda motor. Memang di mana-mana sekarang ini ada banyak bengkel tambal ban. Di pinggir jalan di kota besar banyak bengkel seperti ini. Tetapi jika Anda terjadi kecelakaan di jalanan yang tidak ada bengkel tambal ban maka Anda harus mendorong motor Anda sampai ditemukan bengkel. Bersiap-siaplah untuk ini. Saya kira seorang pengendara sepeda motor yang baik adalah dia yang tidak melepaskan tanggung jawab atas sepeda motornya.

Akhirnya, ketika Anda bepergian jauh menggunakan sepeda motor, hati-hatilah di jalan agar selamat sampai tujuan. Selamat jalan.

Selamat sore untuk para pembaca…

PA, 2/8/2012
Gordi Afri

Powered by Blogger.