Gempa bumi tak terpisahkan dari kehidupan kami.
Kami, tidak seperti teman kami di daerah lain, dibesarkan dalam suasana gempa.
Saat aku kecil, daerah kami dilanda gempa. Dan saat aku remaja, gempa itu
datang lagi. Aku ingat, betapa orang-orang di kampung kami lari berhamburan ke
luar rumah saat gempa. Dan keadaan serupa datang lagi, kini.
Aku tak asing dengan gempa. Tetapi setiap kali
gempa selalu menyisakan trauma berat bagiku. Aku takut jika membayangkan
berulang kali, detik-detik yang mendebarkan itu. Aku pun bisa menilai,
jangan-jangan ke depannya, daerah kami akan terus dilanda gempa. Kata orang
pintar, daerah kami masuk jalur gempa. Jadi, kapan pun, daerah kami selalu
menjadi tempat gempa. Dan, kami akan mengalami keadaan yang selalu mendebarkan
karena gempa itu.
Aku sudah tanya pada keluarga kami, kapan akan
pindah. Jawabnnya selalu sama, kita tidak mungkin pindah dari daerah ini. Ini
kampung kami, daerah kami, rumah kami, tempat kami dibesarkan, tempat kami mencari
nafkah. Tak mungkin semuanya ini ditinggalkan. Kami memang sudah melekat dan
menyatu dengan tanah leluhur kami. Memindahkan kami sama saja dengan
memindahkan gunung. Mustahil kami akan pindah. Pertanyaan terus dilontarkan
pada keluarga yang lain. Jawabnnya sama juga. Kami tidak akan pindah.
Kami tidak puas dengan jawaban orang tentang gempa
yang melanda daerah kami. Mereka datang sesaat setelah gempa. Sambil memberi
bantuan, mereka mengamati kami, membuat penelitian tentang gempa ini. Mereka
juga memberi penjelasan panjang lebar tentang seluk beluk gempa itu. Kami terus
bertanya. Dan kami mendapat banyak jawaban. Tetapi, dari semua jawaban itu,
tidak ada yang memuaskan pikiran kami. Jadi, mengapa kami dilanda gempa? Atau
tepatnya mengapa daerah kami selalu menjadi langganan gempa?
Kami bosan dengan penjelasan manusia. Jawabnnya
bertele-tele. Apalagi kami orang kampung yang tidak pernah belajar tentang ilmu
alam. Ilmu yang menuntut keseriusan cara berpikir. Kami tidak paham istilah
yang mereka jelaskan. Kami pun akhirnya berani bertanya pada Tuhan. Tuhan,
mengapa kami dilanda gempa? Apa salah kami? Apakah Tuhan ingin kami pindah dari
tempat ini? Bukankah ini tanah leluhur kami? Ataukah Tuhan mau supaya kami
tercabut dari leluhur kami?
Tuhan, kami tak bosan bertanya padamu. Kami merasa
puas ketika bertanya padamu. Kami tahu kami tidak mendapat jawaban langsung
darimu. Tetapi kami puas jika kami bertanya. Hanya dengan itu kami terhibur.
Kami tahu, jika kami bertanya pada manusia, Kami tidak puas. Malah, kami tambah
pusing dengan penjelasan yang rumit tentang kegempaan.
Tuhan, hanya kepadamu kami bertanya. Meski tak ada
jawaban, kami tetap ingin bertanya. Mungkin memang kami hanya mampu bertanya
dan tak mampu menjawab. Bagi kami, persoalan gempa ini, menjadi jelas ketika
kami bertanya pada Tuhan. Tak ada yang lebih dari itu. Itulah sebabnya kami
mohon, dengarkan kami yang selalu bertanya ini. Mungkin tidak ada jawabn yang
kami dapat. Tetapi kami puas setelah kami bertanya.
PA, 7/7/13
Gordi
Post a Comment