Setiap orang pasti butuh makanan. MAkanan adalah menu
wajib bagi manusia untuk melanjutkan kehidupannya. Tidak ada yang menolak untuk
makan. Apa pun jenis makanannya, setiap orang pasti membutuhkannya. Makanannya
satu, jenisnya beda, tergantung budaya tempat makanan itu dibuat.
Aku hanya tukang masak yang membuatkan makanan untuk
majikanku. Setiap pagi, aku bergaul dengan bumbu makanan. Menu yang diminta
majikan juga bervariasi. Kadang-kadang aku dilatihnya untuk meracik bumbu itu.
Kadang juga aku dibawanya ke warung makan untuk belajar meracik makanan. Aku
senang dapat ilmu baru. Jadi, sambil meracik makanan aku belajar ilmu meracik
makanan dengan jenis lainnya.
Aku juga menjadi ‘dokter’ kesehatan sang majikan.
Betapa aku harus memerhatikan menu yang ada. Juga kadar zat kimia untuk setiap
jenis makanan. Zat yang manis tidak bleh melebihi kuota tertentu. Demikian juga
zat asam dan sebagainya. Semua ada batas maksimal dan minimal. Aku hafal semua
batas-batas ini. Dan, majikanku sudah mengajarkan semua ini. Jika terjadi
kesalahanpasti terjadi sesuatu pada majikanku. Beginilah susah-senangnya jadi
tukang masak untuk majikanku. Aku mengingat semua perintahnya sampai-sampai aku
lupa mengurus kesehatanku.
Aku lelah kadang-kadang karena kurang istirahat.
Kesehatanku menurun. Dan, anehnya, aku tidak peduli dengan kesehatanku. Aku
lupa bahwa jika aku sakit, majikanku akan kewalahan. Betapa aku menjadi
satu-satunya tulang punggung kehidupannya. Dia tak bisa masak atau meracik menu
makanannya. Kalau pun dia bisa, dia tidak punya waktu untuk itu. Dia punya
daftar kesibukan dalam dunia bisnisnya. Aku memang disarankan untuk
memerhatikan kesehatanku. Aku memang hanya tukang masak tetapi juga sebagai
dokter kesehatan sang majikan serta tulang punggung majikanku.
kesehatan majikanku ada di tanganku. Jika menunya
salah, makanan pun terasa tidak enak. Jika zat manisnya berlebihan, kesehatan
majikanku pun berpengaruh. Semua yang berkaitan dengan ketentuan zat kimianya
mesti diperhatikan. Jika tidak, kesehatannya terganggu. Dan, jika dia sakit,
aku juga disalahkan. Ya, sekadar disalahkan tidak apa-apa, aku akan perbaiki.
Tetapi, kalau sampai dipukul atau dihukum, misalnya, itu berlebihan.
Aku belum pernah melihat majikanku marah berlebihan.
AKu pernah dimarahi dan marahnya wajar. Aku salah lalu dimarahi. Aku sama
sekali tidak menolak untuk dimarahi. Aku senang dimarahi karena diikuti nasihat
untuk berubah. Aku mau seperti itu. Aku belum pernah dimarahi lalu dipukul atau
diseterika seperti saudariku setanah air di tanah rantau luar negeri. Aku
beruntung dapat majikan seperti ini.
Aku memang hanya tukang masak tetapi aku juga belajar
etika kehidupan dari majikanku. Belajar menu makanan, meracik makanan,
jenis-jenis zat makanan, berelasi yang akrab antara atasan-bawahan juga dengan
sesama, belajar menasihati sesama. Gajiku mungkin tidak besar tetapi perhatian
majikanku besar. Hartaku mungkin tidak bertambah banyak tetapi relasiku dengan
majikanku makin baik.
Tukang masak mungkin dipandang sepele. Ah hanya tukang
masak saja, yang kerjanya hanya di dapur saja. Ternyata tidak dengan diriku.
Aku bekerja di dapur tetapi aku juga belajar di luar dapur. AKu dibawa ke
tempat ramai, belajar memasak, mengunjungi beberapa kota sambil melihat proses
racikan makanan. relasi baik dengan majikanku membuat semua ini mudah dan bisa
aku alami. Bekerja memang bukan sekadar mengisi waktu, belajar sesuatu, tetapi
menikmati sesuatu darinya. Dengan bekerja, saya menikmati sisi indahnya kehidupan
ini.
Dalam kesalahan pun aku belajar hal baru. Aku belajar
untuk berubah dari kesalahan yang ada. Kata, orang kesalahan adalah gerbang
menuju perubahan. Dan, aku ingin selalu berubah dari kesalahan yang ada. Dengan
itu, aku maju ke bagian berikutnya di mana aku tida jatuh dalam kesalahan yang
sama.
Jakarta, 15/6/13
Gordi
Gordi
Post a Comment