RATU DAN RAJA UNTUK DIRI SENDIRI
Ratu dan raja. Itulah kata
yang terdengar pagi ini saat bangun. Kata itu muncul dari perbincangan di radio. Entah
sedang ada renungan pagi atau perbincangan lainnya. Hanya terdengar kata ratu.
Langsung di telinga. Ratu juga raja menjadi rebutan. Direbut karena ada
kekuasaan di dalamnya. Ratu juga raja memang punya kuasa. Kuasa yang selayaknya
untuk mengatur bawahannya. Tetapi kuasa ini bukan untuk mengatur semaunya saja.
Mengatur demi kebaikan dan kenyamanan bersama.
Ratu dan raja
bagi diri sendiri juga berguna. Sebab, dengan itu seseorang bisa mengontrol
dirinya sendiri. Tetapi mengontrol tidak dimaksudkan untuk menutup mata
terhadap masukan orang lain. Saya mengatur diri sendiri dan berhak terhadap
semua keputusan yang diamil. Tetapi, saya juga berhak untuk mendengarkan
masukan dari sesama. Sebab saya hidup bersama dan selalu bersinggungan dengan
sesama.
Ratu dan raja
yang diidentikkan dengan “yang berkuasa” tampak dalam diri pemimpin. Semua
pemimpin adalah ratu dan raja. Tetapi ada ratu dan raja yang memang benar-benar
berkuasa demi kebaikan bersama. Ada juga ratu dan raja yang benar-benar
berkuasa sesuai keinginanannya tanpa memedulikan kebaikan bersama. Kiranya dia
ini mesti menjadi ratu dan raja bagi dirinya sendiri terlebih dulu sebelum
menjadi ratu dan raja bagi yang lainnya. Sebab ratu dan raja adalah figur
publik yang selalu bersinggungan dengan publik luas.
Ratu dan raja
untuk diri sendiri bisa dikembangkan menjadi ratu dan raja bagi yang lain. Ratu
dan raja dalam dua kategori ini punya kesamaan yakni berkuasa. Tinggal saja
kuasa itu ditempatkan pada posisi yang tepat. Jika tidak kuasa itu akan
‘menguasai’ orang banyak, kuasa itu menuntut pengorbanan, kuasa itu mubazir.
Tentu kuasa tidak boleh jadi mubazir sebab kuasa itu menyangkut kehidupan orang
banyak. Iseng-iseng, asah otak pagi ini. Selamat pagi.
Jakarta,
22/8/2013
Gordi