Halloween party ideas 2015

foto oleh Bintie Mukaromah
Komitmen selalu dibuat untuk ditepati. Jika tidak percuma saja. Untuk apa buat komitmen terus menerus jika semuanya hanya diingkari. Janji tinggal janji. Tak ada yang ditepati.

Satu komitmen saya bulan lalu yakni menulis setiap hari. Kelak jumlah tulisan menjadi 30/1 setiap bulan. Ini bukan untuk mengejar target belaka. Dengan menulis sejumlah itu, pikiran saya diasah. Jadi bukan cuma kuantitas. Kualitas juga perlu. Tentunya kuantitas duluan. Kalau sudah kuantitas, bersiaplah untuk memerhatikan kualitasnya.

Beberapa hari belakangan saya rajin menulis setiap hari. Tidak banyak. Hanya satu tulisan. Tetapi itu berguna bagi saya. Paling tidak membuat saya melihat kembali pengalaman seharian. Apa yang menarik hari ini untuk dituliskan. Apa yang berkesan, apa yang berguna untuk dibagikan, apa yang perlu diwartakan kepada publik.

Hari kemarin saya ingkar janji. Gordi, kamu ingkar janji lagi. Begitu suara menggema dalam diri ini. Gara-gara kesibukan, sok sibuk, saya lupa menulis. Ada kesempatan untuk menulis. Tetapi, badan saya terlalu lelah. Saya memutuskan untuk langsung tidur. Terlelap sampai pagi. Alhasil, tidak ada tulisan dalam sehari.

Hari ini saya harus membuat 2 tulisan. Supaya akhir bulan tercapai target. Saya yakin ini bisa dilakukan. Ini tulisan pertama hari ini. Semoga nanti malam atau sore, ada satu tulisan lagi. Sekarang waktunya untuk beristirahat sejenak. Bukan sekadar beristirahat. Ada tulisan teman-teman yang mau saya baca. Jadi ada variasi antara menulis dan membaca.

Salam hangat, selamat berlibur,  dan selamat hari Minggu.

PA, 16/9/2012

foto oleh An An S. Arto
Setiap pekan selalu ada topik hangat yang dibicarakan. Ini menjadi pusat perbincangan masyarakat. Biasanya isu seperti ini menjadi terkenal dan gaungnya menggema. Dengan sedikit sentuhan pembicaraan, masyarakat luas langsung meributkannya. Ribut dalam pengertian dengan ramai membicarakannya. Kabar angin untuk setiap isu pun bermunculan. Berbagai mitos juga tercipta. Ini tentang topik yang sedang ramai diperbincangkan di masyarakat. Meski alat komunikasi semakin canggih, kabar angin tentang sebuah topik masih mendominasi dunia informasi.

Dua topik hangat yang dibicarakan minggu adalah tentang pemilihan kepala daerah di Jakarta dan PON Riau juga pertandingan sepak bola di 3 negara Eropa yakni Inggris, Italia, dan Spanyol. Kalau dirangkum akan menjadi 2 yakni dalam negeri dan luar negeri. Tetapi kalau dipisahkan satu per satu menjadi 3. Pilkada, PON, dan pertandingan sepak bola. Daripada banyak, sepakat saja menjadi 2 topik hangat.

Isu PON Riau menjadi perbincangan banyak orang. Ada kritikan, ada pujian untuk atlet, ada saling mempermasalahkan karena gagal meraih prestasi, ada keluhan atlet, dan sebagainya. Semuanya menjadi informasi. Informasi yang kadang-kadang mencengangkan masyarakat luas. Penyebabnya adalah banyaknya sumber informasi.

Lain lagi dengan isu pilkada Jakarta. Ada adu pendukung kedua kubu. Ada perbedaan pendapat soal pelaksanaan kampanye. Ada keributan soal pelanggaran kampanye dan penyebaran spanduk. Ada adu ide tentang perbaikan Jakarta. Ada adu perang klaim keberhasilan, dan sebagainya. Semuanya mendominasi pemberitaan di media elektronik dan media massa.

Di sisi lain muncul juga spekulasi soal pemenang sebuah pertandingan. Ada adu sorak-sorai dalam mendukung kelompok favoritnya. Ada adu ejek karena gagal memenangkan pertandingan. Paling enak memang hidup tanpa memihak satu klub. Atau mendukung yang kalah, seperti yang sering dibuat seorang teman saya. Buat apa mendukung yang menang, katanya. Kita mendukung yang salah biar kelak menjadi pemenang.

Inilah topik terhangat yang ramai dibicarakan orang. dari pemilik warung sampai anggota DPR penggemar sepak bola, dari tukang becak hingga pemimpin perusahaan, dari tukang ojek hingga politisi. Beginilah suasana hidup dalam dunia serba informasi. Lambat sedikit akan dibilang telat, basi. Padahal informasi mendalam justru dengan mencermati perkembangan informasi. Bukan soal cepat tetapi soal kualitas, keakuratan informasi.

—————————————————–
* Ocehan malam menjelang istirahat setelah lelah beraktivitas seharian. Selamat malam buat pembaca. Kalau sempat dibalas sapaannya. Kalau tidak, selamat beristirahat. Semoga esok pagi bangun dengan semangat baru.

PA, 16/9/2012
Gordi Afri

foto oleh Marloes
Menilai tulisan sendiri. Kadang orang berkomentar itu tidak baik. Mengapa? Karena yang berhak menilai adalah orang lain. Oleh karena itu lebih baik menilai tulisan orang lain saja. Lalu apakah salah kalau saya menilai tulisan saya?

Semula saya berpikir demikian. Biarlah orang lain yang menilai tulisan saya. Saya tidak perlu pusing. Tugas saya hanya menulis, membuat tulisan. Selesai. Yang memberi nilai adalah pembaca. Oleh karena itu, saya tidak memberi nilai pada tulisan saya. Entah menarik, aktual, inspirasi, bermanfaat.

Namun, saya berpikir ulang. Saya kira tidak salah menilai tulisan sendiri. Memberi nilai pada tulisan sendiri. Dari sini boleh menjadi semacam contoh, bagaimana menilai tulisan orang lain. Jika tulisan sendiri bisa dinilai maka tulisan orang lain juga akan mudah dinilai.

Sampai sekarang saya memberi nilai pada tulisan sendiri setelah orang lain memberi nilai. Jadi saya sebagai pembuat tulisan tidak menjadi orang pertama dalam memberi nilai. Saya masih taat pada peraturan saya sendiri, biarlah orang lain yang menilai tulisan saya. Saya boleh menilai setelah ada teman yang menilai.

Jadi, tidak salah memberi nilai pada tulisan sendiri.

PA, 17/9/2012
Gordi Afri

Powered by Blogger.