Halloween party ideas 2015

foto oleh Khairul Amran
Memberi komentar dan menaggapi komentar pada tulisan di kompasiana ini sudah menjadi tradisi bagi kompasioners. Saya termasuk orang yang suka memberi komentar dan bukan orang yang sering memberi komentar. Di profil saya terhitung ada 751 tanggapan sampai  saat tulisan ini dibuat. Ini belum apa-apa sebab ada kompasioner yang sudah melampaui angka ribuan. Tergantung dia sering berkomentar atau tidak, dia sudah lama menjadi kompasioner atau tidak. Faktornya bermacam-macam.

Apa tips membuat komentar di kompasiana ini? Saya menemukan satu tips. Boleh jadi tips ini sudah diakui oleh kompasioners senior. Atau juga mungkin, bagi kompasioners tertentu, tips ini sudah basi karena sudah lama. Boleh jadi juga tips ini menjadi hal penting bagi kompasioner pemula. Entah apa tanggapan pembaca. Yang jelas saya hanya membagikan ini karena saya anggap ini penting juga.

Tips jitu itu adalah membaca secara keseluruhan artikel sebelum memberi komentar. Langkah pertama adalah membaca keseluruhan artikel. Tanpa membaca seluruhnya komentar kita boleh jadi tidak menyentuh isi tulisan. Atau hanya menilai sebagian artikel saja. Hasilnya kita dicap seperti pembaca yang tergoda dengan jdul saja. Langkah selanjutnya pasti pembaca bisa tebak. Memahami isinya, memutuskan apakah memberi komentar atau tidak, apakah perlu memberi komentar atau tidak.

Langkah lainnya setelah memutuskan adalah membuat komentar yang tidak menimbulkan keributan atau menyinggung soal SARA, atau menyerang kelompok tertentu. Jika ini terjadi, komentar kita atau profil kita siap dihapus oleh pihak berwajib.

SAya menerapkan ini selama bergabung dengan kompasiana. Dengan kata lain, tips ini muncul dari pengalaman saya. Kadang-kadang saya membuat komentar berupa masukan panjang lebar. KAdang-kadang juga hanya satu kata. Atau juga mengapreasiasi penulisnya. ATau bahkan dengan mengatakan satu kata, bagus, aktual, menarik, dan sebagainya.

Ini tips singkat membuat komentar. Semoga bermanfaat. Boleh jadi tips ini basi. Tetapi, manfaatnya tentu selalu segar untuk dipraktikkan.

Selamat malam untuk pembaca semuanya…..

PA, 9/9/2012
Gordi Afri


foto oleh Wiwin Adinata Marpaung
Akun kloning. Istilah yang sudah lama saya dengar. Tetapi sebenarnya saya tidak terlalu tahu seluk beluk akun kloning ini. Memang saya tidak mau tahu juga. Cukup tahu saja, akun kloning ini bukanlah akun asli. Boleh jadi itu adalah akun yang ke sekian dari satu pemilik.
Dengan informasi itu, saya merasa cukup. Toh, saya tidak peduli dengan akun semacam ini. Saya juga belum pernah, selama ini, berinteraksi dengan akun kloning. NAmun, semalam, saya dapat informasi tentang akun kloning. Seorang kompasioner mengabarkan bahwa ada akun kloning dalam tulisan saya. Dia mengomentari tulisan saya panjang lebar.

Tulisan saya 2 hari yang lalu diramaikan dengan beragam komentar. Sampai saat ini, ada 127 komentar yang ditulis. Sumbangan terbanyak adalah dari akun kloning itu. Dan juga saya sebagai penanggapnya. Saya tidak menyebut dia akun kloning. Tetapi seorang kompasioner yang berbaik hati mencoba meneliti, menyelidiki akunnya. Akun itu dibuat kemarin dan belum ada tulisan artikel. Yang ada hanya komentar dan jumlah komentar itu pas dengan jumlah komentarnya di tulisan saya. Ini hasil penelitian dari seorang kompasioner yang berbaik hati kepada saya. Dia rela meluangkan waktu untuk menyelidiki akun misterius itu.

Inilah profil akun itu. Namanya  Lestari Indah. Boleh jadi namanya sebentar lagi diganti lagi. Ada satu komentator lagi yang ikut berkomentar pada tulisan saya itu. Sempat terjadi diskusi panjang sekaligus debat juga. Tetapi dia akhirnya berhenti berkomentar. Sempat ganti nama profil beberapa saat setelah berdebat via komentar. Tetapi, hari ini, nama profil aslinya sudah muncul lagi. Hanya saja foto profilnya langsung diganti sejak kemarin itu.
Akun kloning ini juga lama berdebat dengan saya. Ciri khasnya adalah tidak mau kalah. Dia melontarkan komentar tetapi komentar lepas, tidak menjelaskan secara runut dan detail. Dia juga dengan percaya diri memamerkan profesinya sebagai guru bahasa Indonesia. Namun, sebelumnya dia ccenderung memarekan diri sebagai seorang dokter atau tenaga medis. Dia membela profesi dokter tetapi pada saat yang sama dia juga memamerkan profesi sebagai guru bahasa Indonesia.

Ketika beradu argumen, dia tidak bisa menjawab pertanyaan saya. Tetapi dia tangkas menjawab berulang kali, saya sudah menjelaskan semuanya itu. Saya pun sudah mulai bosan berdebat karena dia tampak seperti petinju yang bertahan bukan karena menampung kekuatan tetapi karena kehabisan tenaga.

Saya cenderung setuju dengan hasikl penelitian seorang kompasioner tadi. Itu adalah akun kloning. Akun yang dibuat untuk menyerang orang lain dengan kata-kata yang kurang bahkan tidak sopan. Alur bicaranya tidak jelas.

Jadi, ternyata akun kloning ini masih berkeliaran di kompasiana ini. dugaan sementara akun kloning ini adalah tidak ada tulisan, banyak komentar. Memang ada akun asli yang hanya berkomentar saja. Tetapi tetap perlu diwaspadai jika tidak ada tulisan. Mesti hati-hati jika ada komentator tulisan kita yang tidak pernah menulis tetapi banyak komentar. Tidak semua akun yang tidak ada tulisan disebut kloning. Tetapi beberapa akun semacam ini perlu diwaspadai. Sebelum kita terjebak dalam debat tak berguna dengan orang-orang semacam ini, lebih baik kita bersabar dan berwaspada.

PA, 10/9/2012
Gordi Afri

foto oleh niken s
Perbedaan warna kulit kadang-kadang menjadi isu hangat di masyarakat. Kulitku hitam kulitmu putih. Kamu hitam, jelek, kasar, tidak cakep. Aku putih, manis, cakep, mulus. Kamu hitam, kamu bodoh, kamu kampungan. Aku manis, aku pintar, aku anak kota.

Demikian beberapa komentar yang seirng terdengar untuk menjauhkan jarak antara kelompok hitam dan kelompok putih. Rasial. Menjauhkan manusia yang memang beragam warna kulitnya. Gara-gara penggolongan semacam ini, cantik dan ganteng pun dikaitkan dengan kulit putih. Sedangkan lawan dari keduanya dikaitkan dengan kulit hitam.

Kalau mau netral kedua kata sifat itu sebaiknya kembali ke habitat arti aslinya. Cantik hanya untuk kelompok Hawa. Ganteng hanya untuk kelompok Adam. Jika demikian, persoalan selesai. Mau hitam, putih, cokelat, asal dia Adam maka dia ganteng. Demikain juga kelompok Hawa, tak peduli kulitnya berwarna apa, dia adalah kelompok cantik.

Pemahaman seperti ini jarang ditemui dalam kepala masyarakat. Hanya segelintir yang memiliki pandangan seperti ini. Mereka inilah yang pandangannya netral. Tak membedakan hitam-putih. Memang demikianlah realitas manusia. Sama-sama manusia tetapi memiliki beragam warna kulit.

Sebagian besar kepala kita diisi pandangan hitam-jelek dan putih-ganteng/cantik. Televisi yang merajai media sosial dan punya pengaruh besar pun mewartakan cakep itu seperti putih. Hitam tidak atau jarang dimasukan ke kelompok putih. Dunia iklan khususnya yang berkaitan dengan pernak-pernik kecantikan didominasi warna Putih.

Apakah kami yang hitam ini jelek, bodoh, kampungan dan kalian yang putih itu cakep, baik, pintar, dan tidak kolot? Boleh jadi demikian menurut persepsi umum. Tetapi realitasnya berkata lain. Ada kelompok hitam yang pintar, cakep, dan baik hati. Ada juga kelompok hitam yang memang bodoh dan jelek. Dia jelek bukan karena kulitnya hitam tetapi akrena label orang kepadanya. Demikian juga kelompok putih yang pintar dan bodoh. Tidak semuanya cakep dan baik hati.

Saya hitam lalu kamu mau apa? Saya putih lalu kamu mau apa? Kamu bilang saya jelek. Itu penilaianmu. Saya tetap baik, cakep, dan pintar. Silakan kamu berpikir saya ini hitam dan bodoh. Tetapi realitasnya saya ini hitam dan pintar. Bukan warna kulit yang membuat saya pintar tetapi ketekunan.

berhentilah menilai sesama dari warna kulitnya. Juga menilai kepintaran dari warna kulitnya. Penilaian ini semakin menjauhkan saudari/a kita yang dekat dengan kita. Bersiaplah hidup dalam perbedaan sebab perbedaan itu indah. Perbedaan itu kaya. Dalam keragaman kita melihat, merasakan, banyak hal. Kalau kita ini sama, putih semua, apa yang terjadi jika suatu saat ada yang hitam? Apakah kita menghina dia sementara dia lahir dari keluarga kita? Bersiaplah untuk menerima perbedaan.

Kulitku hitam, kulitmu manis. Kita sama. Kamu bilang aku jelek, biarin. Aku juga bilang, kamu jelek. Bukan karena mukamu jelek tetapi karena sikapmu jelek. Hitam-Putih kulit kita. Indah sekali jika duduk bersama memantulkan dua warna yang bersahabat.

PA, 11/9/2012
Gordi Afri

Powered by Blogger.