foto oleh Wiwin Adinata Marpaung |
Akun kloning.
Istilah yang sudah lama saya dengar. Tetapi sebenarnya saya tidak terlalu tahu
seluk beluk akun kloning ini. Memang saya tidak mau tahu juga. Cukup tahu saja,
akun kloning ini bukanlah akun asli. Boleh jadi itu adalah akun yang ke sekian
dari satu pemilik.
Dengan informasi itu, saya merasa cukup. Toh, saya tidak peduli dengan akun semacam ini. Saya juga belum pernah, selama ini, berinteraksi
dengan akun kloning. NAmun, semalam, saya dapat informasi tentang akun kloning.
Seorang kompasioner mengabarkan bahwa ada akun kloning dalam tulisan saya. Dia
mengomentari tulisan saya panjang lebar.
Tulisan saya
2 hari yang lalu diramaikan dengan
beragam komentar. Sampai saat ini, ada 127 komentar yang ditulis. Sumbangan
terbanyak adalah dari akun kloning itu. Dan juga saya sebagai penanggapnya.
Saya tidak menyebut dia akun kloning. Tetapi seorang kompasioner yang berbaik
hati mencoba meneliti, menyelidiki akunnya. Akun itu dibuat kemarin dan belum
ada tulisan artikel. Yang ada hanya komentar dan jumlah komentar itu pas dengan
jumlah komentarnya di tulisan saya. Ini hasil penelitian dari seorang
kompasioner yang berbaik hati kepada saya. Dia rela meluangkan waktu untuk
menyelidiki akun misterius itu.
Inilah profil akun itu.
Namanya Lestari
Indah. Boleh jadi namanya sebentar lagi diganti lagi. Ada satu
komentator lagi yang ikut berkomentar pada tulisan
saya itu. Sempat terjadi diskusi panjang sekaligus debat juga. Tetapi dia
akhirnya berhenti berkomentar. Sempat ganti nama profil beberapa saat setelah
berdebat via komentar. Tetapi, hari ini, nama profil aslinya sudah muncul lagi.
Hanya saja foto profilnya langsung diganti sejak kemarin itu.
Akun kloning
ini juga lama berdebat dengan saya. Ciri khasnya adalah tidak mau kalah. Dia
melontarkan komentar tetapi komentar lepas, tidak menjelaskan secara runut dan
detail. Dia juga dengan
percaya diri memamerkan profesinya sebagai guru bahasa Indonesia. Namun,
sebelumnya dia ccenderung memarekan diri sebagai seorang dokter atau tenaga
medis. Dia membela profesi dokter tetapi pada saat yang sama dia juga
memamerkan profesi sebagai guru bahasa Indonesia.
Ketika beradu
argumen, dia tidak bisa menjawab pertanyaan saya. Tetapi dia tangkas menjawab
berulang kali, saya sudah menjelaskan semuanya itu. Saya pun sudah mulai bosan
berdebat karena dia tampak seperti petinju yang bertahan bukan karena menampung
kekuatan tetapi karena kehabisan tenaga.
Saya cenderung
setuju dengan hasikl penelitian seorang kompasioner tadi. Itu adalah akun
kloning. Akun yang dibuat untuk menyerang orang lain dengan kata-kata yang
kurang bahkan tidak sopan. Alur bicaranya tidak jelas.
Jadi, ternyata
akun kloning ini masih berkeliaran di kompasiana ini. dugaan sementara akun
kloning ini adalah tidak ada tulisan, banyak komentar. Memang ada akun asli
yang hanya berkomentar saja. Tetapi tetap perlu diwaspadai jika tidak ada
tulisan. Mesti hati-hati jika ada komentator tulisan kita yang tidak pernah
menulis tetapi banyak komentar. Tidak semua akun yang tidak ada tulisan disebut
kloning. Tetapi beberapa akun semacam ini perlu diwaspadai. Sebelum kita
terjebak dalam debat tak berguna dengan orang-orang semacam ini, lebih baik
kita bersabar dan berwaspada.
PA, 10/9/2012
Gordi Afri
*Dimuat di blog kompasiana pada 11/9/2012
Post a Comment