Halloween party ideas 2015


gambar di sini
Perjalanan ke mana pun akan selalu terkenang jika ada peristiwa yang menyentuh hati. Ini efek dari peristiwa itu. Satu lagi hal yang menguntungkan yakni suasana ketika peristiwa itu berlangsung. Perjalanan menyenangkan, tidak membosankan, dan waktu tak terasa. Tiap saat akan diisi dengan hal yang menarik perhatian.

Beberapa waktu lalu saya mengalami hal ini. Sampai sekarang saya masih mengenang dan mengingat peristiwa itu. Lima belas menit sebelum kramat djati berangkat, saya dan seorang bapak duduk di dalam bis. Teman-teman penumpang lain mendahului kami dalam bis. Kursi yang tersisa pas buat kami berdua. Kami mulai menyapa dan memperkenalkan diri. Saya seorang mahasiswa dan dia seorang wiraswasta, katakanlah demikian. Dia bekerja sebagai penghubung antara pengrajin barang antik dari wilayah Jawa Timur dan para penjual di Bali. Pembicaraan kami berkisar seputar profesi masing-masing. Saya yang muda ini mulai bertanya tentang pekerjaan yang digelutinya. Dari kata-katanya tersirat makna mendalam tentang nilai kehidupan. Dia mengatakan, “Hidup ini membutuhkan perjuangan sekuat tenaga. Terkadang harapan kita tidak menjadi kenyataan. Di sinilah peran kita untuk selalu berjuang dalam menjalankan pekerjaan macam apa pun.”

Saya amat tersentuh dengan kata-kata ini. Menjadi manusia memang harus berjuang. Manusia yang tidak berjuang adalah manusia yang mudah jatuh dalam dunia putus asa. Perjuangan seperti apakah yang bapak ini geluti? Saya menanyakan perihal barang antik yang dia sebut. Barang-barang itu adalah lemari dengan berbagai model, kursi, meja, asbak, dan sebagainya. Barang antik itu ialah barang biasa yang dimodifikasi sedemikian rupa sehingga tampak begitu indah. Antik yang bapak sebutkan tadi adalah indah sehingga muncul istilah barang antik.

Giliran saya menjawab pertanyaan. Dia heran ketika saya mengatakan, “Saya dari pulau bunga dan sedang mencari ilmu (kuliah) di Jakarta.”
“Jauh amat dik.”
“Ya, begitulah pak….”

Dia tambah heran mendengar jurusan yang saya ambil, Filsafat. Dia sama sekali belum begitu akrab dengan istilah Filsafat. Ternyata masih ada masyarakat yang belum mengenal istilah ini. Dia berpesan supaya saya belajar dengan baik dan berusaha untuk berhasil. Pesan ini disampaikan karena dia melihat realitas yang ada di sekitar tempat ia hidup. “Sekarang ini banyak penganggur. Mendapatkan pekerjaan sangat sulit. Banyak sarjana menjadi penganggur. Jangan sampai adik menjadi penganggur setelah selesai belajar Filsafat.”
Saya paham dan setuju dengan pendapat bapak. Banyak penganggur di negeri ini. Sorotan tajam kaum tua kepada kaum muda yang diwakili oleh para sarjana adalah masalah mencari dan mendapatkan pekerjaan. Dia tentu kecewa jika kaum muda yang nota bene berpendidikan, menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi, tidak mendapat pekerjaan. Padahal generasi seangkatannya mendapat pekerjaan tanpa melalui pendidikan yang tinggi. Menurut hemat saya masalah ini bisa diselesaikan. Perlu kacamata yang tajam dan seimbang untuk melihat persoalan semacam ini. Perbedaan pendapat (atau mungkin penilaian) tentang pekerjaan perlu dijembatani dengan dialog yang hidup. Dua catatan yang menurut hemat saya amat membantu melihat persoalan seperti ini.

Pertama, tidak salah kaum tua mengatakan demikian. Tetapi, alasannya tidak melulu pada pendidikan. Alasan berpendidikan formal atau tidak bukan menjadi alasan dasar untuk membangun argumen. Kaum muda yang tamat SMA pun bisa mendapat pekerjaan yang layak dalam masyarakat. Saya kira persoalan utama adalah kemauan untuk bekerja. Banyak orang berpendidikan yang tidak mau bekerja di luar bidang keahliannya. Padahal tidak semua jurusan yang diambil memiliki lapangan kerja yang memadai. Kondisi ini seharusnya menumbuhkan semangat kaum muda untuk menciptakan lapangan kerja baru yang bisa menyerap banyak tenaga kerja.

Kedua, ketiadaan lapangan kerja seharusnya menyadarkan orang untuk belajar berkreativitas dan meraba semua jenis pekerjaan. Orang yang kreatif bisa bekerja di sektor mana pun. Modalnya adalah kemauan untuk bekerja. Jangan terus mengharapkan untuk bekerja di bidang yang dikuasai, di bidang yang sesuai dengan jurusan di perguruan tinggi. Ada orang yang berhasil bukan karena ahli dalam bidangnya tetapi karena mau bekerja dalam bidang yang ditawarkan kepadanya. Kreativitas dalam bekerja muncul jika orang setia bergelut dengan pekerjaannya. Keahlian muncul setelah bergelut dalam jenis pekerjaan tertentu. Maka, jangan menganggap diri ahli karena telah menamatkan studi dalam bidang tertentu. Berhasil dalam studi tidak sepenuhnya membuat seorang sarjana menjadi ahli. Gelar sarjana yang didapatkan menjadi langkah awal untuk terjun dalam dunia lapangan kerja. Di situlah dia akan mendapat keahliannya. Seperti seorang yang terpelajar atau doktor belum bisa dikatakan ahli kalau dia belum mengajar atau membuat penelitian. Pergumulannya dalam dua bentuk kegiatan ini menentukan dan membuat dia menjadi ahli dalam bidang yang digelutinya. Petani tidak menjadi ahli kalau dia belum turun ke sawah, membasahi jari tangannya dengan air dan lumpur.

Pembicaraan kami sudah terlalu lama. Bis yang kami tumpangi mendekati bibir dermaga Gilimanuk. Kami pun keluar menikmati suasana baru di luar bis. Penyeberangan dengan kapal feri berlangsung selama 45 menit. Ketika masuk kembali dalam bis di pelabuhan Ketapang, Surabaya, saya mulai kantuk. Bapak itu ingin mlanjutkan perbincangan. Saya mengajukan satu pertanyaan kepadanya,
“Tiba jam berapa di Situbondo pak?”
“Dua jam lagi.”

Dia mengambil nasi bungkusnya ketika mata saya mulai redup. Saya tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Saya terlelap di alam peraduan tanpa mimpi. Saya capek apalagi siangnya tidak istirahat. Sepanjang sore hari kami berdiskusi. Tubuh saya begitu lelah. Saya kaget ketika sadar dan tidak melihat bapak itu lagi. Saya tidak bisa berdiskusi lagi dengannya. Padahal masih banyak bahan yang bisa disikusikan. Teman di samping kanan saya menyampaikan pesan bapak itu ketika dia mau turun tadi, “Bapak bilang selamat menempuh perjalanan selanjutnya, semoga tiba dengan selamat di tempat tujuan.” Ini pesan terakhir darinya yang tidak langsung saya dengar karena tertidur. Terima kasih pak, selamat jalan juga…….. Perjumpaan sesaat yang berharga buat saya. Hidup ini memang selalu membutuhkan perjuangan. Tiap hari harus diisi dengan perjuangan, apa pun bentuknya………

Jakarta, 4 September 2010
Gordi Afri




Seorang bocah duduk manis di bangku tua depan sebuah stand. Di hadapannya terdapat papan catur. Tempat sang bocah duduk itu sering dikunjungi orang—termasuk saya—untuk memotong rambut. Sebut saja nama kerennya “tempat pangkas rambut….” Tatapan matanya jauh ketika saya menghampirinya. Dia mungkin sedang memikirkan sesuatu entah tentang apa saja. Dia terkesima ketika saya bertanya kepadanya. Tatapannya langsung mendekat, melihat saya. Dia mendengar dengan cermat apa yang saya tanyakan. Pertanyaan paling mudah adalah bertanya tentang status pendidikannya. Dia menjawab dengan lugu dan sopan tetapi tepat, “Saya kelas 2 SD.”



Jawaban singkat. Dia tidak menyambung dengan jawaban tentang penjelasan mengenai sekolahnya. Komunikasi sempat terhenti. Saya melihat mukanya gembira. Tangannya memegang dan sesekali menggerakkan isi papan catur yang sudah tertata rapi di hadapannya. Saya ingin melanjutkan percakapan dengannya sambil menunggu giliran untuk dicukur.
“Sekolahnya di mana dek?”
“Di SD 115,” sambil menunjuk sebuah tempat yang dekat dari tempat kami ngobrol

Kali ini dia melanjutkan pembicaraan. Dia menawari saya bermain catur dengannya. Sayangnya saya kurang tahu permainan yang menuntut keseriusan ini. Apalagi tidak lama lagi saya dicukur karena giliran sebelum saya hampir selesai. Kacian dunk kalau permainannya tidak selesai, dan kacian juga kalau saya melayani dia dengan setengah hati. Dia mengalihkan topik pembicaraan tentang sekolahnya. “Di sekolah saya ada kolam ikan.”—bukan kolam renang lho—meskipun ia katanya hobi renang. Dia bersemangat menjelaskan tentang kolam renang ini, eh maksudnya kolam ikan ini. kolam ikan yang ada di luar lingkungan sekolah pun ia ceritakan. Luas kolam (diperkirakan), jumlah, jenis ikan, dan pembersih kolam.
Hanya satu yang saya cermati dari perbincangan kecil ini. Seorang anak yang merdeka. Merdeka yang saya maksudkan di sini adalah kebebasan untuk berbicara, mengungkapkan isi pembicaraannya dengan lawan bicaranya. Hari ini, Selasa 17 Agustus 1945, peringatan 65 tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Apakah Indonesia semakin merdeka dengan usianya yang ke-65? Menurut saya, pertanyaan ini tidak perlu dijawab dengan kata “ya” dan “tidak”. Sebab, ukuran kemerdekaan tiap orang atau tiap peristiwa bahkan tiap kelompok berbeda. Masing-masing punya sudut pandang. Kalau dipilah satu per satu peristiwa yang dialami rakyat Indonesia beraneka ragam situasi dan kondisinya. Tiap peristiwa bisa dikategorikan sebagai peristiwa kemerdekaan atau peristiwa penjajahan—jika kemerdekaan itu dimengerti sebagai pembebasan dari penjajahan. Kebebasan untuk beribadat (mungkin lebih baik ditulis berdoa, bahasa yang umum dipakai) di satu tempat masih dibelenggu namun di tempat lain sudah terjamin. Sulit mengukur dua subyek peristiwa yang sama namun keadaanya berbeda di dalam naungan wilayah Indonesia. Kalau ditanya, orang di kota A akan menjawab merdeka namun di kota B akan menjawab belum bebas. Tidak ada kemerdekaan total. Maka, perristiwa-peristiwa semacam ini dilihat sebagai satu kesatuan dengan peristiwa lain yang terkait. Kemerdekaan sang bocah tadi hanyalah salah satu bagian dari kemerdekaan yakni kemerdekaan untuk berbicara. Bagaimana denganyang lain? Kemiskinan, kekerasan seksual, dll.
Yang perlu dilakukan dan disadarkan saat ini adalah kita mebangun bangsa ini dengan baik. Tiap kelompok wajib membantu kelompok lain demi tercapainya keadaan yang merata sesuai kondisi masing-masing kelompok. Perkerjaan seperti ini bermuara pada kesatuan. Kesatuan yang bermuara pada kemerdekaan. Soekarno, Hatta, dan para pemuda (beserta pemudi dengan peran mereka) puluhan tahun lalu menggunakan semangat kesatuan ini untuk mencapai kemerdekaan. Ini warisan leluhur bangsa kita yang menurut saya tidak lekang diterpa peradaban zaman modern. Maka, mari kita para pemuda/I zaman sekarang menggali dan menghidupi semangat leluhur ini. Mulai saat ini kita ingin merdeka seperti sang bocah yang duduk dan berbicara dengan merdeka. Selamat hari ulang tahun Kemerdekaan Republik Indonesia ke-65. Merdeka……..!!!!!!

17 Agustus 2010
Gordy Afri

Tak terasa liburan usai. Saya mengembalikan segalanya setelah selama liburan ada yang bengkok. Rutinitas berubah, aktivitas, pola makan, istirahat, dll. Sebentar lagi rutinitas harian mahasiswa akan dimulai. Sekarang ada kesempatan untuk menyiapkan segalanya dengan baik. Semua pola (belajar, istirahat, doa, makan + minum, olahraga, dst) dikembalikan lagi seperti sebelumnya. Liburan memang membawa dua perasaan yakni senang dan susah (bukan sulit). Senang karena banyak baru hal akan saya lakukan dan senang karena saya tidak disibukkan oleh aktivitas harian yang sudah direncanakan. Sulit karena masa ini justru membarui aktivitas dan rutinitas saya. Membarui berarti mengurangi bahkan menghilangkan gaya beraktivitas yang lama. TAk perlu menunda, sekarang saya memulai membarui lagi habits saya.

16 Agustus 2010
Gordy Afri
Powered by Blogger.