Halloween party ideas 2015

Saya pernah berdiskusi dengan seorang teman mengenai topik berlalu lintas di Jakarta. Tema ini relevan tentu saja meskipun kadang-kadang tidak menyelesaikan persoalan. Paling akhir berujung pada wacana berlalu lintas. Akar tunggang permasalahannya tetap saja tertanam kuat dan sulit dicungkil. Sebab, membicarakan lalu lintas berarti menyentuh permasalahan seputar hayat hidup orang banyak. Meski demikian, kalau dihitung-hitung tema lalu lintas tetap menduduki posisi lima besar (hanya perkiraan sementara tanpa penelitian lapangan yang akurat) dalam perbincangan berbagai kaum di Jakarta. Tema ini sering dibicarakan karena orang selalu menghadapinya setiap hari. Maka, mau tidak mau mesti membicarakan dan mendiskusikannya terus menerus. Dari diskusi itu, kami menarik kesimpulan bahwa menjadi pengendara di Jakarta tidak cukup kalau hanya bisa mengendalikan kendaraan tetapi pengendara itu mesti lincah, cekatan, terlatih, terdidik, dan berani.

Suatu ketika, saya dan seorang teman ikut ambil bagian dalam berlalu lintas di jalur ramai. Ukuran jalan pas untuk dua kendaraan besar. Satu jalur. Di situ melintas kendaraan roda dua, tiga, empat, enam, dan lebih dari enam. Tak jarang truk pun kadang-kadang memotong jatah bus untuk ikut berkompetisi merebut penumpang. Mau bilang apa, truk berkerangka kuat, bergerak sedikit lamban karena beban terlalu berat. Kalau truk berada di depan bus maka bus terpaksa harus lambat. Kecuali kalau di bagian sebelah kosong. Pada umumnya seperti itu karena dua bagian jalan itu selalu dipadati kendaraan.

Tibalah saatnya duet bus berkompetisi di jalur itu. Start (kata ini sudah resmi diserap menjadi bahasa Indonesia, lih KBBI, 2008, 1375) dari garis nol. Lampu merah segera padam. Para pengendara bersiap-siap merebut posisi terdepan. Kendaraan kami ikut dalam kompetisi ini. Duet bus besar (Mayang Sari dan Kopaja) sama-sama menempati posisi terdepan di dua bagian jalan. Kami yang lain harus sabar. Bagaimana pun kecepatan mereka bisa dikalahkan dengan kecepatan kendaraan roda dua seperti yang kami gunakan. Duet maut di depan kami melaju sekencang mungkin merebut penumpang di halte berikutnya. Kami yang lain juga ikut melaju merebut posisi terdepan dan dengan harapan bahwa kami tiba di tempat tujuan dengan cepat. Semua kendaraan yang melintas begitu cepat. Malu donk kalau menjadi terbelakang dari semuanya. Risikonya jelas, berbahaya. Sebab, kompetisi ini dibayar dengan kehilangan nyawa.

Kami sudah mendekati duet maut di depan tetapi tidak bisa mendahului karena dua bagian jalan diisi semua. Mau mendahului tetapi tak ada ruang. Parahnya, Kopaja yang melaju tepat di depan kami tiba-tiba berhenti pada tempat yang bukan tempatnya berhenti. Dia tiba-tiba melaju dengan lambat dan berhenti. Kendaraan kami yang dalam posisi berkecepatan tinggi terpaksa menyesuaikan. Sulit. Tetapi di sinilah kemampuan seorang penegendara diuji. Pengendara yang lincah dan cekatan di semua medan jalan. Saya memperlambat (meski agak sulit) laju sepeda motor sambil melirik di spion kalau-kalau Mayang Sari sudah mendahului kami. Hanya ada dua pilihan bagi kami. Menabrak bagian belakang Kopaja atau merelakan diri menyerempet Mayang Sari di sebelah. Kami harus memilih satu dalam waktu yang begitu singkat. Pengandaian moral mengatakan, “Pilihlah yang buruk di antara pilihan yang terburuk.” Dalam artian bahwa, kami harus memilih pilihan yang risikonya kecil di antara pilihan yang berisiko besar. Menabrak Kopaja berarti kami siap terlempar ke luar jalan. Menyerempet Maya Sari berarti kami siap jatuh di tengah bahu jalan dan siap dilintas oleh kendaraan di belakang kami. Pilihan kami cenderung pada yang pertama. Tetapi, rupanya kami masih bisa melampaui keduanya. Maya Sari melaju dengan cepat. Dengan cepat pula saya memutar arah sepeda motor sehingga terhindar dari pantat Kopaja. Teman saya kaget. Rupanya dia mengukur posisi kalau-kalau saya menabrak Kopaja, sementara saya mengukur posisi kalau-kalau Maya Sari sudah mendahului kami sehingga kami bisa mengikutinya. Kami berhasil lolos dari dua cengkeraman duet maut.

Seandainya kami mengalami yang sebaliknya, apa reaksi orang-orang di sekitar kami? Saya jadi teringat kata-kata Yesus, kalau mau mengikuti Dia, kita harus berani kehilangan nyawa. Apakah kalau kami hilang berarti kami bisa mengikuti Yesus lagi? Tentu tidak. Kalau nyawa kami hilang saat itu, itu namanya mati konyol karena menjadi korban keganasan lalu lintas di Jakarta. Kejadian ini mirip dengan kata-kata Blaise Pascal (Filsuf Perancis dan ahli Matematika, 1623-62), “Dengan melewati segala tahap pengetahuan manusia sampai pada batas kemampuannya, berhadapan dengan misteri yang tak terbatas.” Kejadian tadi berada di luar perkiraan kami. Secara logika manusia kami bisa terserempet tetapi Dia yang Tak Terbatas itu bisa melindungi kami. Terima kasih Tuhan, pelindungku….
Jakarta, 13 November 2010
Gordy Afri


Tak terbayangkan jika manusia bertumbuh dan berkembang menjadi manusia yang tampak indah dan unik saat ini. Agar bisa melihat apa yang ada di balik penampakan wajah manusia, kita mesti melampaui penampakan itu sendiri. Yang ada di baliknya adalah situasi sebelum menjadi penampakan itu. Situasi itu adalah proses pertemuan sel telur dan sel jantan (sperma). Inilah awal yang akhirnya akan membentuk janin sebagai bakal tubuh (penampakan) manusia. Di situ akan diperlihatkan proses yang panjang dalam membentuk bagian-bagian tubuh manusia. Bagian-bagian itulah yang membuat tubuh manusia begitu kompkleks.
Beberapa waktu lalu, saya dan teman-teman sempat melihat dua film pendek yang memperlihatkan awal mula (proses) manusia. Begitu rumit. Satunya memperlihatkan proses mulai dari pertemuan, perkembangan, pembentukan hingga kelahiran. Satunya lagi, memperlihatkan bagaimana janin itu beraktivitas; merasakan kesenangan, kesedihan, dan bahkan pemberontakan. Dia bahkan berontak ketika dirinya akan diambil (aborsi). Singkatnya, janin itu mengalami apa yang dialami ibunya. Dia bisa memberi reaksi atas perlakuan dan kejadian yang dialami ibunya.
Film pertama amat menarik. Dua sel bertemu membentuk satu sel. Sel itu bertumbuh dan berkembang dengan segala kerumitan prosesnya. Bagian-bagian selnya menyatu dengan sel induk sang ibu. Pernapasan misalnya dihubungkan dengan pernapasan ibunya. Begitu juga dengan sel lain. Sel-sel yang menyangkut organ tubuh menjadi satu dengan ibunya. Ada bagian yang bersifat “mandiri” dari ibunya. Mandiri karena dia bisa bereaksi terhadap peristiwa yang dialami ibunya. Dia memberi respons yang unik. Saat ibunya bahagia dia juga merasakan bahagia. Begitu juga ketika sedih ia ikut sedih. Dia tahu apa yang dirasakan ibunya. Kadang-kadang dia menungkapkan kegembiraannya dengan menendang tubuh ibunya. Kalau dia sedih akan tampak bahwa dia kurang bergerak. Inilah warna-warni kehidupan sang bakal tubuh (apa yang tampak) manusia. Rumit bukan?
Film kedua amat menarik namun menakutkan. Menarik untuk disimak pesan yang ada di baliknya. Menakutkan untuk dilihat jika tidak siap. Film itu menampilkan bagaimana proses aborsi. Aborsi dimaksudkan sebagai pembunuhan terhadap janin. Di sini bukan diuraikan jenis-jenis aborsi. Cukup mengetahui apa yang dimaksud dengan aborsi. Janin yang sudah hidup dalam jangka waktu tertentu. Beberapa bagian selnya sudah terbentuk dan yang lain dalam proses pembentukan. Dia akan diambil dari keberadaannya. Beberapa petugas siap mengambilnya dari rahim ibu. Begitu sadis. Janin itu dihancurkan bagian per bagiannya. Bagian kepala yang belum sempurna, bakal tubuh, kaki, tangan, dan bagian lain. Menarik bahwa janin itu tidak begitu saja menerima perlakuan yang ditujukan kepadanya. Dia masih bisa berontak. Dia mencoba menghindar ketika jarum yang akan mengambil kepalanya masuk. Dengan berbagai cara yang bisa dilakukannya ia memberontak. Ini menandakan bahwa dia hidup dengan “sadar”. Sadar akan apa akan dialaminya. Dia melangkah sebelum menyerah. Di lain pihak, sang ibu begitu menderita. Dia dibius sehingga kurang merasakan sakitnya. Tetapi, ibu itu masih bisa berontak saking sakitnya proses itu. Singkatnya, janin dan ibunya sama-sama menderita.
Dua film ini pantas dan mesti dianjurkan ditonton oleh calon bapak dan ibu keluarga. Hal yang bisa dipetik adalah calon bapak dan ibu bisa mengetahui seluk-beluk kehidupan sang janin (bakal manusia secara fisik). Proses yang rumit dari pertemuan dua sel, pembentukan organ sel hingga terbentuk janin yang bakal menjadi tubuh manusia. Calon bapak dan ibu harus mengetahui bagaimana proses aborsi, yang adalah tindakan menghilangkan dan membunuh eksistensi bay/janin itu. Begitu sakit dan amat menderita. Bagi sang ibu ini tidak mudah. Penderitaan fisik dan psikologis setelah bay itu berhasil dihancurkan. Dia akan merasa kehilangan untuk selamanya. Dia juga akan mengalami penderitaan fisik dalam jangka waktu tertentu. Kehilangan dalam arti bahwa keberadaan manusia janin itu dicabut. Bukankah dia itu manusia juga? Jika dibiarkan bertumbuh dan berkembang dia bakal menjadi seperti penampakan bapak dan ibunya. Ada tubuh dan perasaan yang melekat dalam keberadaannya. Untuk tujuan apa pun, bay itu harus dihilangkan dari keberadaannya. Dan apakah itu pantas? Itu sama dengan membunuh seorang manusia. Silakan melihat pesan di balik dua kisah dalam film pendek yang diceritakan tadi. Silakan menilai sendiri……….
Jakarta, 6 November 2010
Gordy Afri


Beberapa waktu lalu saya sempat diikutsertakan dalam pameran kain Kafan di sebuah tempat di Jakarta. Waktu ditawarkan dalam kegiatan ini, saya senang karena rasa ingin tahu saya akan terealisasi. Seperti manusia pada umumnya sebagai makhluk ingin tahu, saya pun ingin tahu apa itu kain Kafan. Saya sudah lama mendengar nama ini namun hingga saat itu masih banyak pertanyaan. Saya pernah melihat gambar kain Kafan itu di buku tetapi tidak lama saya melihatnya karena takut. Kok, gambarnya kayak gini, emang ga ada yang lebih baik? Serem!!!
Tanda tanya besar yang menempel di dahi saya ketika hampir tiba di lokasi pameran adalah, “Betulkah kain Kafan itu penutup jenazah Yesus?” Saya mengiyakan saja apa yang sudah lama diyakini umat Katolik bahwa kain Kafan adalah kain penutup jenazah Yesus. Satu motivasi saya mengikuti kegiatan pameran kain Kafan ini adalah mencari jawaban dari pertanyaan saya tadi. Akankah jawaban itu memuaskan saya? Tidak tahu, intinya saya mencoba mencari jawaban dan kalau boleh meminta jawaban dari pemandu acara pameran ini.
Teman-teman serombongan saya rupanya sama dengan saya, masih asing dengan istilah ini. Beruntung saya sudah mendengarnya lebih dahulu. Para pemandu hilir mudik di sekitar ruang tunggu. Merekalah yang melayani dengan memberi penjelasan tentang kain Kafan pada tiap rute yang disediakan panitia. Ini membantu pengunjung karena disuguhkan stand-stand sebagai manivestasi dari kain itu. Stand-stand itu berisi gambar mulai dari proses penemuan kain kafan itu, proses penelitian terhadap kain itu, sejarah tempat penyimpanannya hingga dimuseumkan. Menarik tentu saja.
Tibalah giliran kami masuk. Saya berdiri paling depan untuk mendengarkan penjelasan pemandu dan melihat dari dekat gambar-gamabar seputar kain Kafan. Penjelasannya cukup memuaskan, menarik, tidak tergesa-gesa, hanya saja tidak ada kesempatan bertanya. Kesempatan bertanya sedikit saja mengingat rombongan lain masih antri di belakang kami. Gambar-gambarnya cukup seram. Gambar-gambar ini adalah semacam replika dari kain Kafan asli yang disimpan di museum di Turin, Italia. Pada kain ada gambar jejak seorang manusia yang kelihatan seperti dianiaya hingga tetes darah terakhir. Mungki itu yang diyakini sebagai Yesus. Tentu itu tidak mudah mengidentifikasi orang itu atau sedikitnya ciri-ciri orang itu. Di sinilah para ahli berkecimpung. Ratusan ahli dengan berbagai keahliannya meneliti kain misterius ini. Ada yang meneliti dari sudut pandang bahan asli kain itu, umurnya kain itu, kekuatan kain itu ketika berhadapan dengan suhu dan cuaca yang berbeda, dan sebagainya. Singkatnya, kain itu diteliti oleh para ahli ilmiah. Menarik di sini karena para peneliti bukan hanya berlatar belakang agama yang berbeda tetapi juga kaum ateis (tidak beragama atau tidak percaya akan adanya Tuhan). Variasi latar belakang keahlian dan kepercayaan tidak menyurutkan niat mereka untuk bersatu meneliti kain Kafan itu.
Hasil akhir penelitian mereka ternyata agak mirip. Ada yang menemukan bahwa kain itu memang merupakan kain pembungkus jenazah seorang pemuda yang dianiaya, disiksa dengan beberapa pukulan, cambukan, dll. Pemuda itu berambut panjang dan ada beberapa bagian tubuhnya yang kena tusukan. Identifikasi ini agak mirip dengan ciri-ciri manusia yang bernama Yesus. Agak mirip belum tentu berarti itu Yesus dan belum tentu itu bukan Yesus. Siapa tahu ada pemuda yang mirip Yesus. Singkatnya ada kesulitan dalam mengklaim bahwa itu wajah Yesus. Kalau demikian, mengapa umat Katolik meyakini bahwa kain Kafan adalah kain pembungkus jenazah Yesus?
Saya tertarik dengan kata-kata almarhum Paus Yohanes Paulus II pada suatu kesempatan melihat kain kafan ini, “Gereja Katolik tidak berhak untuk mengatakan bahwa kain Kafan itu adalah kain yang betul-betul digunakan untuk membungkus jenazah Yesus, biarlah para ahli (yang berasal dari berbagai keahlian dan berbagai latar belakang agama-tmbhan pen.) yang membuktikan dengan penelitiannya.” Jawaban ini cukup berarti bagi saya sebagai sang pencari jawaban. Jawaban ini mengandung sikap rendah hati yang tulus dari seorang pemimpin agama Katolik. Akhirnya, saya sebagai orang Katolik hingga saat ini meyakini bahwa pertanyaan itu memang tidak mudah dijawab. Apa yang kelihatan kadang tidak kelihatan. Dalam artian dalam apa yang kelihatan tampak pula misteri yang tidak mudah dikuakkan. Terima kasih untuk pemandu dan teman-teman yang mengikutsertakan saya dalam pameran kain Kafan ini.
Jakarta, 29 Oktober 2010
Gordy Afri
Powered by Blogger.