Halloween party ideas 2015


Ada satu kebiasaan dalam Gereja Katolik khususnya pada hari Kamis Putih. Setelah misa, ada doa bersama di depan Sakramen Mahakudus yang ditahtakan di luar tabernakel. Inilah yang dinamakan tuguran. Apa makna tuguran ini?

Saya bertanya karena sudah lama berada dalam kebingungan. Sebagai makhluk berasio tentu saya bertanya tentang praktik hidup yang saya jalankan. Ini bukan mengada-ada. Ini merupakan bentuk pencarian. Kalau toh tidak ada jawaban yang memuaskan atau tidak ada jawaban sama sekali, tidak apa-apa. Itu menjadi tugas besar bagi saya untuk menemukannya.

Malam ini, saya juga ikut dalam rombongan besar menuju gereja paroki. Jumlah kami yang berjalan bersama sekitar 30-an orang. Jarum jam menunjukkan pukul 10.45. Kami membutuhkan waktu 15 menit untuk sampai di gereja. Ketika sampai di gereja masih ada kelompok doa yang mengadakan tuguran. Menurut jadwalnya, kelompok kami merupakan kelompok terakhir untuk doa-tuguran.

Pukul 11, kami mulai berdoa. Ada petunjuk berupa selembar kertas dengan 2 halaman. Di dalamnya ada urutan dan keterangan doa. Petunjuk ini dibuat di Keuskupan Agung Jakarta. Jadi, boleh jadi ketika kami mengikuti tuguran di gereja Katolik mana saja di Jakarta ini, petunjuk inilah yang digunakan dan selalu sama. Ada nyanyian, doa, dan sembah sujud. Bagian terbesar adalah doa hening.

Menurut petunjuk itu, doa tuguran memang merupakan doa hening. Nyanyian dan doa yang ada dalam petunjuk hanyalah selingan. Kami mengikuti petunjuk yang ada dan selesai pukul 11.30. Petugas gereja datang dan mengumumkan bahwa, masih ada waktu 30 menit untuk melakukan doa hening. Kami belum diperbolehkan pulang karena akan menunggu berkat penutup sekaligus pentahtaan kembali sakramen mahakudus ke sakristi (tempat persiapan imam dan petugas liturgi lainnya sebelum masuk ke gereja).

Saat tuguran, sakramen mahakudus ditahtakan di sudut kiri altar. Di Gereja Paskalis Cempaka Putih, tempat pentahtaan itu berada di bawah kaki patung Bunda Maria.

Beginilah kami melakukan tuguran pada hari Kamis Putih tahun 2012 ini. Saya jadi tahu bahwa bagian terpenting dari tuguran itu adalah saat hening. Masih menurut petunjuk yang ada, tuguran merupakan bentuk partisipasi kita dalam doa bersama Yesus di Taman Getsemani. Di taman itu Yesus berdoa sebelum nyawanya disiksa oleh serdadu Yahudi. Pantas kiranya di situ ada suasana hening.

Menjelang pukul 12, seorang pastor datang dan memberkati kami dengan sakramen mahakudus ini. Setelahnya, sakramen itu dibawa ke sakristi lalu kami pulang. Masih dalam rombongan besar, kami menyusuri jalan pulang. Malam ini suasana jalan agak sepi. Memang waktunya hampir tiba untuk pergantian hari. Kami sudah melewati beberapa menit di hari Jumat. Hari sengsara dalam tradisi Kristiani. Meski hari sengsara, kami tetap menyebutnya hari Jumat Agung. Tentang hal ini lebih baik dilanjut besok saja.***

CPR, 6/4/2012
Gordi Afri




Seperti apa rasanya membasuh kaki teman? Adakah rasa jijik? Mengapa saya harus membasuh kaki teman saya?

Itulah deretan pertanyaan yang muncul dengan adanya tradisi pembasuhan kaki pada hari Kamis Putih. Saya bertanya karena heran. Di kampung saya tidak ada tradisi seperti ini. Kalau pun ada, dan saya kenal sejak SD, itu bukan tradisi adat. Itu adalah tradisi yang diwariskan oleh Gereja Katolik.

Gereja Katolik mewarisi tradisi itu karena Yesus-lah yang pertama kali melakukannya. Ia membasuh kaki murid-murid-Nya. Dalam tradisi Yahudi (tradisi masyarakat zaman Yesus), upacara pembasuhan kaki ini merupakan bentuk pembersihan diri. Jangan heran jika tamu dipersilakan untuk membersihkan kakinya sebelum masuk rumah orang.

Ini bukan tradisi saya, jadi wajar kalau saya jijik pada awalnya. Memegang telapak kaki teman, mencucinya dengan air, mengeringkannya dengan lap, lalu menciumnya. Tak peduli, apakah kaki itu bau atau tidak, bersih atau tidak. Sebetulnya pasti bersih karena saya baru saja membersihkannya. Jadi, tak ada alasan untuk jijik menciumnya.

Menurut ahli tafsir Kitab Suci, pembasuhan kaki, pertama-tama bukan merupakan bentuk pelayanan. Upacara ini mau menegaskan tentang kehidupan para murid Yesus. Mereka akan dibawa ke tujuan hidup mereka yakni mengikuti Yesus. Di sana mereka akan hidup dalam pelayanan yang total. Jadi, dengan pembasuhan ini, Yesus mau mengingatkan para murid akan jati diri mereka. Mereka akan melayani seperti Yesus. Dengan itu, mereka akan tahu ke mana tujuan mereka yakni menuju rumah Bapa sebagaimana Yesus ke sana.

Saya sempat terharu dengan pembasuhan kaki ini. Rasanya ada penyesalan yang mendalam. Mengapa? Bukan karena saya telah melakukan dosa besar dan sekarang diampuni. Tetapi, dalam pembasuhan itu saya diingatkan untuk melihat konfrater saya sebagai saudara.

Pelukan erat dari teman, yang dibuat setelah mencium kaki, menjadi tanda bahwa, saya tidak hidup sendiri. Saya bersalah tetapi orang lain mengampuni. Dia rela mencium kaki saya, demikian juga saya mencium kaki teman yang lain.

Rasa jijik hilang seketika. Yang ada hanya persaudaraan yang erat. Beginilah cara hidup orang Kristiani yang diwariskan Yesus. Kalau mau mengikuti Yesus, kita mesti rela membasuh dan mencium kaki yang paling kotor sekali pun. Pembasuhan kaki merupakan simbol tindakan yang begitu berarti.

Mana ada seorang bos mencium kaki karyawannya? Ini sebuah pengkhianatan, kalau itu terjadi. Tetapi Yesus memutarbalikkan logika berpikir itu. Dan, memang saya percaya bahwa dengan pembasuhan kaki, ada suasana baru. Maka, mari kita saling mencintai dan mengasihi.***

CPR, 6/4/2012
Gordi Afri

Tulisan sebelumnya: 


Gambar dari google

Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada hari Kamis Putih (pagi hari) diadakan misa bersama di Gereja Katedral Jakarta. Misa hari ini (5/4/2012) dipimpin oleh Uskup Agung Jakarta, Mgr. Ignatius Suharyo, Pr.

Misa ini dihadiri oleh semua imam (pastor) Katolik di Keuskupan Agung Jakarta dan juga umat Katolik. Dalam kesempatan ini, para pastor membarui Janji Imamat mereka. Selain pembaruan janji, ada juga pemberkatan minyak untuk pelayanan sakramen seperti minyak Krisma (sacrum chrisma) yang digunakan untuk memberkati para baptisan, tahbisan  diakonat, tahbisan imamat, tahbisan uskup, dan sakramen krisma, minyak Katekumen (oleum catecumenorum) untuk memberkati mereka yang ingin menjadi katolik (para katekumen), dan minyak untuk Pengurapan orang sakit (oleum infirmorum) yang digunakan untuk memberkati mereka yang dalam kondisi sakit serius atau menjelang ajal. Pemberkatan ini dilakukan oleh Bapak Uskup.

Dalam homilinya, Bapak Uskup mengajak umat untuk mendoakan para pastor agar setia dalam pelayanan. Imam dan umat saling mendoakan. Selain itu, dia juga meminta doa untuk dirinya yang adalah hamba/pelayan.

Dia mengutip kata-kata seorang pemimpin sejati, Haji Agus Salim, yang mengatakan “Menjadi Pemimpin Berarti Menderita”. Pemimpin sejati adalah pemimpin yang siap menderita demi orang yang dilayaninya. Ini hanya salah satu gambaran seorang pemimpin sejati. Ada banyak gambaran lainnya. Oleh karena itu, Bapa Uskup mengajak umat Katolik untuk menjadi pelayan bagi sesama. Dalam pelayanan itu dibagikan Kasih Kristus.

Menurut ketua panitia misa Krisma tahun ini, yang dipercayakan kepada dekenat Jakarta Pusat, jumlah umat Katolik yang hadir meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Ini terlihat dari buku panduan misa yang habis terpakai, bahkan ada sebagian umat yang tidak kebagian. Buku panduan misa dicetak sesuai jumlah umat tahun lalu.

CPR, 5/4/2012
Gordi Afri

Powered by Blogger.