Halloween party ideas 2015


SUmber gambar sini




Mantan Presiden Republik Indonesia Gusdur terkenal dengan lawak atau guyonannya. Pemilik nama lengkap Abdurahman Wahid ini pandai menciptakan lawak. Teman-teman pasti ingat Gusdur dengan guyonannya, Gitu aja kok repot. Ungkapan sederhana yang mengandung pesan berharga.

Sejauh yang saya ketahui dan saya lihat, Gusdur tidak pernah merumitkan sebuah masalah. Dia tidak repot termasuk ketika menurunkan menteri yang adalah pembantunya dari jabatannya. Dia juga tidak bertele-tele jika membantu warga minoritas yang bermasalah. Tingkahnya ini cocok dengan guyonan terkenalnya, Gitu aja kok repot.

Dengan guyonan sederhana inilah Gusdur menjalin relasi dengan banyak orang. Bukan hanya tokoh penting sekelas almarhum Romo Mangun atau petinnggi agama lainnya, dia juga bergaul dengan rakyat biasa. Lagi-lagi dalam pertemuan dengan warga dia tetap menampilkan ciri khasnya, membuat lelucon.

Lelucon yang membuat pendengarnya tertawa dan saling akrab. Nada hiburan amat ditampilkan dari leluconnya. Di mana-mana memang pelawak itu pasti menghibur. Namun, menjadi luar biasa ketika orang besar sekelas presiden membuat lelucon.

Lelucon tidak saja membuat orang tertawa tetapi juga mendidik orang. Ada guyonan Gusdur yang intinya mengajak orang untuk menjalin relasi dengan agama lain. Guyonan tentang seorang pastor dan haji misalnya. Di situ tersirat pesan kalau pastor itu tidak mempunyai istri. Jadi, Gusdur mau memperkenalkan kehidupan seorang pastor Katolik kepada pendengarnya. Tidak tanggung-tanggung dalam guyonan ini, Gusdur memakai tokoh agaman dari dua agama, Islam dan Katolik.

Hidup ini tidak perlu terlalu serius. Meskipun rakyat Indonesia masih huru-hara berjuang mencari sesuap nasi, alangkah baiknya sesekali bercanda, berlelucon ria, bersama keluarga dan sahabat atau pun teman-teman Anda. Ini tentu saja tidak mudah. Ada orang yang cenderung serius sehingga tidak mudah ketika berhadapan dengan lelucon semacam ini. Memang untuk bisa berlelucon ria, kita mesti menempatkan diri dalam waktu dan tempat yang tepat.

Sesekalilah dalam keluarga Anda diciptakan guyonan yang membuat anggota keluarga terhibur. Asal saja semuanya sudah berkumpul bersama. Tak perlu berlama-lama mengingat semua memiliki kesibukan. Tertawa itu menambah umur, kata para psikolog. Apakah ini benar atau tidak, yang jelas kalau tertawa dahi kita menjadi bersinar. Beda dengan dahi para pengambil kebijakan yang cenderung serius dan menampakkan kekerutan. Boleh jadi ramalan psikolog ini benar. Dahi kerut pertanda tua, dahi bersinar pertanda muda.

Ramalan ini mungkin tidak relevan ketika diterapkan dalam diri Gusdur. Dia mati cepat. Padahal dia pelawak. Bukan pelawak komersial yang mau mencari uang dari jasa lawaknya. Dia pelawak yang mau menyatukan masyarakat dalam suasana penghiburan. Ini persoalan lain. Saya tidak tahu, mengapa Gusdur cepat-cepat meninggalkan kita. Mungkin Tuhan menghendaki demikian. Untuk hal yang satu ini, kita manusia hanya bisa meramal, Yang Kuasalah yang menentukan. Boleh jadi Gusdur memiliki penyakit fisik yang membuatnya tidak bisa berlama-lama tinggal dengan kita.

Gusdur boleh pergi namun ia sudah meninggalkan warisan berharga. Dia memberi ruang untuk warga minoritas yang belum bisa mengekspresikan identitasnya. Mungkin Gusdur yang memprakarsai pengakuan agama Konghucu di Indonesia. Ini hanya satu contoh bahwa Gusdur merangkul semua orang, bukan hanya orang besar saja. Dalam sebuah kesempatan, Gusdur ‘menegur‘ seorang pejabat yang memanggilnya Bapak Presiden. “Panggil saja Gusdur,” katanya. Ini hanya sekadar contoh bagaimana Gusdur ingin dekat dengan warga mana saja. Tentu dalam forum resmi sebutan Bapak Presiden memainkan peran. Namun mungkin yang mau ditekankan Gusdur adalah jangan terlalu kaku dengan  wibawa jabatan.

Ngomong-ngomong kapan sih presiden tidak berwibawa? Seingat saya kemana-mana presiden tetap berwibawa. Ia menjadi bapak keluarga misalnya, ia tetap berwibawa sebagai bapak keluarga. Anak-anaknya tetap memanggil bapak atau mungkin tetap dengan sebutan Bapak Presiden. Kalau demikian, mengapa Gusdur menyuruh pejabat itu memanggilnya dengan sebutan Gusdur saja? Boleh jadi Gusdur mau dekat dengan warganya. Kita, bangsa Timur memang menekankan tradisi sopan santun yang disegani oleh bangsa-bangsa Barat. Kadang-kadang kesopanan ini membuat orang kaku. Boleh jadi inilah yang mau didobrak Gusdur.

Saya tidak tahu banyak tentang Gusdur. Namanya tenar di telinga saya ketika dia menjadi presiden. Waktu itu saya masih SMA. Sekarang, saya mulai membaca riwayat hidup dan rekam jejak beliau sehingga sedikit mengenalnya. Terima kasih presidenku.

CPR, 10/1/2012
Gordi Afri

sumber gambar, google
Ada apa ne??? Kok ada jagung bakar? Orang kota dan orang desa sudah mencicipi enaknya jagung bakar. Benar bukan? Orang desa merasakannya ketika memanen jagung muda nan manis. Hasil pertanian sendiri. Di kota pun selalu tersedia jagung bakar muda nan manis. Meski harus merogok kocek untuk memperolehnya, semuanya bisa menikmati manisnya jagung bakar muda. 

Malam tahun baru 2012. Lewat beberapa menit dari akhir tahun 2011. Kami menyalakan api unggun dan munculah bara api besar. Bara itu kami gabungkan dengan bara api hitam yang sudah disiapkan. Bara itu pun bergabung dan mengeluarkan warna merah. Suhunya panas. Woao….ini cocok untuk membakar jagung muda.

Beberapa teman sudah menyediakan sekarung jagung muda. Anggota regu bakar jangung sigap membuka kulit jagung lalu ditusuk dengan tusukan mirip tusuk sate dan memasukkan ke alat panggang jagung. Alat bakar jagung yang dibuat malam ini mirip dengan tempat membakar sate. Ada bagian bawah seperti tungku api, tempat bara api memerah. Bagian atas ada kawat melintang tempat memanggang jagung muda itu.

Sambil menunggu jagung itu, kami yang lain menghibur dengan bergoyang. Iringan musik disko, dangdut, poco-poco diputar seperlunya saja. Kami semua bergoyang mengungkapkan kegembiraan di tahun yang baru. Di awal tahun sebaiknya kami mempunyai harapan yang menjadi pegangan di tahun baru. Ada harapan untuk berhasil dalam studi, harapan untuk mahir dalam satu keahlian khusus, dan sebagainya. Nah…harapan itu hendaknya dijalankan dengan suasana ceria. Makanya, kami bergoyang. Goyang penuh ceria.

Sepuluh menit kemudian, kami mulai mencicipi racikan tangan para regu bakar jagung. Kelompok pertama memberi komentar…woao… uuenaknya jagung ini. Ah..teriakan itu membuat air liur kami yang lain menetes pelan.. Namun kami tetap menunggu dengan sabar. Semuanya mendapat bagian nanti. Kelompok kedua hingga terakhir merasakan muanisnya jagung bakar muda ini. Lembut di gigi, manis di tenggorokan, puas di mulut. Itu kira-kira deskripsi rasa jagung muda bakar. Maaf, saya tak pandai mendeskripsikan rasa. 

@@@@@@

Keceriaan ini membuat saya melihat kembali awal keceriaan ini tadi. Sebelum pergantian tahun, kami berkumpul di kapel. Pastor yang membawakan renungan akhir tahun mengangkat tema tentang Waktu. Dalam waktu, ada Tuhan. Begitu kira-kira inti pembicaraannya. Dalam waktu setahun, kita banyak melakukan kegiatan. Dari hari ke hari, minggu ke minggu, bulan ke bulan, dan akhirnya setahun. Apakah kita sibuk dengan kegiatan itu? Apakah kita senang dan bahagia dengan kegiatan itu?

Kembali ke masing-masing pribadi. Ada beragam tanggapan tentunya. Kami mencoba merekam kegiatan kami dalam kronik komunitas. Kronik itulah yang dibacakan menjelang detik-detik pergantian tahun. Pikiran dan ingatan kami seolah-olah diputar kembali ke belakang, sejak 1 januari tahun 2011. Ya…sebentar lagi kami akan merayakan setahunnya peristiwa awal tahun itu.

Kronik itu tercipta dalam waktu. Berapa orang yang merasakan kehadiran sang empunya waktu dalam setahun itu? Tak ada yang tahu. Yang jelas, Dia-lah sang empunya itu, Tuhan. Dalam renungan malam ini, pastor mengatakan Tuhan hadir dalam setiap waktu baik disadari atau tidak. Nah…. Di siniilah letak persoalannya. Ada yang mengingat Tuhan, sang empunya waktu ketika sadar akan kehadiran-Nya. Ada yang yakin TUHAN hadir setiap waktu termasuk ketika ia tidak menyadari kehadiran-Nya. Ada pula yang sama sekali tak pernah peka akan kehadiran-Nya.

Semuanya terjadi dlam waktu. Mereka yang merasakan kehadiran Tuhan sama seperti menikmati jagung bakar muda nan manis malam ini. Ada rasa di mulut, tenggorokan, dan gigi ketika menguyahnya. Mereka yang tidak adalah mereka yang makan jagung bakar ini dengan dorongan nafsu, kelaparan. Makan sepuasnya demi memuaskan nafsu makan. Mereka yang kurang peka adalah mereka yang makan jagung bakar muda nan manis seperti menikmati makanan lainnya. Tak ada kekhasannya. Padahal tidak setiap saat jagung ini dimakan.

Ini bukan renungan atau khobah. Saya bukan pengkhotbah di akhir dan awal tahun. Saya hanya penikmat jagung bakar muda nan manis di awal tahun. Saya ingat momen ini amat istimewa. Momen mesra antara kami dan waktu. Makanya, kami menyanyi lagu KEMESRAAN INI sambil bergandengan tangan menjelang detik-detik pergantian tahun. 

Sepuluh, sembilan, delapan, dan seterusnya hingga teriakan SELAMAT TAHUN BARU muncul. Kami berhasil melewatkan tahun 2011 dan kini memasuki wilayah (tahun) 2012. Tak ada kata lain selain kata terindah…Selamat Tahun Baru sambil berjabatan tangan kepada teman-teman di awal tahun ini.

CPR, 3/1/2012
Gordi Afri
Powered by Blogger.