Halloween party ideas 2015

Jakarta menjadi kota kenangan sekaligus kerinduan. Dalam tulisan sebelumnya saya menulis tentang Yogyakarta. Saya memang baru saja selesai masa tinggal di Yogyakarta selama hampir setahun terakhir. Itu adalah periode kedua bagi saya tinggal di kota pelajar ini. Meski periode kedua, saya selalu melihat Yogyakarta sebagai kota yang baru berkembang. Itu terjadi karena Yogyakarta terus berbenah sekaligus makin maju. Bersama kemajuan itu ada padatnya lalu lintas, ramainya penghuni kosan dan perumahan baru. Itu adalah bagian dari perubahan yang membuat Yogyakarta sebagai kota yang terus membarui diri.

Saya kembali Jakarta. Kota ini menjadi kota yang akan selalu saya singgah. Memang saya sudah menjadi warga DKI Jakarta. Paling tidak di KTP sudah tercantum sebagai penduduk provinsi ini. Tapi bukan ini saja yang membuat saya selalu singgah di sini. Banyak urusan lainnya baik terkait dengan kampus, kewargaan, birokrasi negara, dan urusan lainnya yang selalu diurus di kota ini. Itulah sebabnya saya akan selalu singgah di kota ini.

Saya sedang mengurus beberapa surat di kota ini sebelum berlibur ke kampung halaman. Untuk selanjutnya kembali ke Jakarta dan akan melanjutkan ke kota dan negara lain. Tetapi suarau saat, beberapa tahun kemudian, saya akan kembali dan akan singgah di kota ini. Kota ini menjadi kota persinggahan. Semoga saya selalu sehat dan bahagia singgah di kota ini. Itulah sebabnya meski hanya singgah saja, saya menyempatkan diri untuk bermain futsal, olahraga paling mudah, di kota metropolitan ini. Jakarta akan sselalu kukenang dan kurindukan. (Tulisan sebelumnya) 

Jakarta, 6/7/13
Gordi Afri



foto dari marcusgoesglobal.com
Yogyakarta, kota impian. Impian untuk kembali ke kota ini. Tahun 2005, saya menginjakkan kaki di kota ini. Tinggal di sini selama 10 bulan lalu pindah ke Jakarta. Meski singkat, kesan untuk kota Yogyakarta cukup kuat.

Yogyakarta, kota yang ramah, sopan, dan teratur, serta berbudaya. Selama tinggal di Jakarta, saya mengimpikan hal-hal ini. Dan hal inilah yang ada di Yogyakarta. Itulah sebabnya saya mengimpikan untuk kembali ke Yogyakarta. Dan, kebetulan saja, impian saya itu menjadi nyata. Saya ditugaskan di Yogyakarta selama setahun 2012-13.

Tanggal 10 Juli 2012, saya berangkat dari Jakarta. Naik bis Safari Dhramaraya dari Jakarta dan tiba pada 11 Juli pagi hari di Yogyakarta. Kini, saya tidak mengimpikan tinggal dan kembali ke Yogyakarta lagi. Saya tinggal dan kembali ke Yogyakarta lagi. Yogyakarta di depan mata dan bukan kota impian lagi. Yogyakarta kini berubah menjadi kota harapan.

Dalam setahun ini, saya berharap saya bisa kerasan dan nyaman tinggal di kota ini. Tidak main-main, saya ditugaskan untuk memberi pengajaran tentang harapan pada anak didik. Saya kini menjadi pendidik. Sebagai pendidik saya bicara tentang masa depan. Maka, di sinilah ada harapan. Harapan tidak menjadi nyata jika tidak mulai dari masa sekarang. Maka, saya sekarang berada di Yogyakarta untuk emngajarkan harapan tentang masa depan.

Tak terasa, setahun di Yogyakarta sudah usai. Saya akan kembali ke Jakarta. Dan, tanggal 2 Juli 2013, saya akan kembali ke Jakarta. Waktu ini saya kenangkan dengan baik. Terlalu singkat rasanya tinggal di Yogyakarta. Tetapi, saya merasa di dalamnya saya mengalami pahit-manis, jatuh-bangunnya berjuang menjadi pendidik. Dalam semuanya ini, saya terbius dengan suasana kota Yogyakarta yang nyaman, teratur, berbudaya, dan punya impian tentang masa depan.

Selanjutnya, saya bermimpi tinggal di benua Eropa. Dan memang saya akan berangkat ke sana. Semoga saya bisa kerasan dan betah di sana. selamat tinggal Yogyakarta. Semoga kelak saya bisa menemukanmu seperti saat ini, nyaman, berbudaya, dan ramah. Yogyaku terima kasih untuk keramahanmu. (Tulisan Lain)

PA, 1/7/13
Gordi Afri


Foto dari gracewithinme.blogspot.com
Berkat selalu ada setiap saat. Berkat itu seperti napas yang selalu berdenyut setiap saat. Kala mati manusia tidak bernapas. Dan berkat juga demikian. Akan hilang kala manusia mati. Memang berkat yang seperti napas itu adalah termasuk napas. Berkat itu nyata dalam napas manusia. Juga bentuk lain, matahari yang bersinar, udara yang dihirup, dan sebagainya. Begitu banyak. 

Berkat ini juga saya alami hari ini. Secara mengejutkan saya ditelepon dari Yogyakarta. Saya diminta pulang cepat. Bila perlu besok sore karena ada yang mesti saya selesaikan di sana. Saya memang akan ke Jogya besok sore. rencananya saya naik bis. Saya akan tiba di Yogya pada Rabu pagi. Rupanya desakan dari Yogya terlalu kuat. Saya harus ada di sana esok malam paling lambat. Ada yang sakit di sana dan saya akan mengurus keperluannya
Saya pun langsung menghubungi atasan saya untuk mencarikan tiket. Kalau bisa yang besok sore sebab besok siang saya masih menyelesaikan urusan saya di Jakarta ini. Berkat Tuhan ini nyata di sini. Tiket untuk pesawat sore hari ada. Atasan saya sudah mencari dan menemukan. Berkat itu seperti tiket pesawat, sudah ada, tinggal dicari dan akan ditemukan. Rahmat itu gratis tetapi tidak otomatis, kata dose saya beberapa tahun lalu. Andai rahmat itu juga merupakan berkat maka, kalimat dosen saya ini bisa diubah. Kata rahmat diganti dengan berkat
.

Berkat itu ada tinggal dicari. Mereka yang tekun mencari akan mendapat. Sayangnya manusia kadang-kadang tidak tekun mencari rahmat ini. Padahal rahmat itu sudah ada. Rahmat itu memang nyata dalam hidup sehari-hari. Oleh karena itu, rahmat itu juga bisa ditemukan. Yang mencari akan menemukan. Ada juga yang mencari tetapi tidak menemukan. Itu bukan karena berkat tidak ada. Tetapi, mereka tidak jeli mencarinya.

Berkat itu juga nyata dalam penderitaan anak binaan saya di Yogyakarta. Kalau dia mau, dia mesti memboboti sakitnya seperti penderitaan yang dialami Yesus. Dia, meniru Yesus, tidak boleh menghindar dari penderitaan itu. Dia mestinya menerima itu sebagai bagian dri hidup. Dalam hidup ada berkat. Dan dalam sakit itu juga ada berkat. Dan boleh jadi, sakitnya itu juga adalah sebuah berkat. Bagaimana itu terjadi?

Melalui sakit, dia merenungkan arti penderitaan. Dari penderitaan dia merenungkan arti hidup sehat. Dia juga akan berdiam dalam kamar. Saat itu juga dia menerima berkat. Sebab, berkat itu selalu ada. Tinggal saja dia mencarinya dan akan menemukannya. Termasuk dalam penderitaannya itu.

Terima kasih Tuhan atas berkatmu hari ini. (Tulisan sebelumnya)

Jakarta, 17/6/13
Gordi
Powered by Blogger.