Halloween party ideas 2015

photo by Bree-breeleed
Wednesday, 29 January 2014, we celebrated the anniversary of our teacher. This morning she comes with new spirit. Maybe because today she was older, 36 years. We, all students welcomed him with a big smile and then we sang the happy birth day’s song, Happy Birth Day to You in Italian Language while hug with him. This is an Italian cultural. We usually do it when meet one another in one place or in the public place.

She carried a cake for us at this morning. We ate it when take a break in the bar. We also give him a gift, the Jesus Icon. One of my friends prepared it. I don’t know who is.

I remember one sentence that she said when enter in our class today, I more old today, I don’t like but…..

Really, every anniversary, our old increased, but in other word it means our life must go on. Our skill must also increase, our life must very well, our hope must more really.

I think like this. So, I don’t worry in every my anniversary. On the contrary, my thanks to the Created because I am still alive. He always gives me a new life. How about you?

Gordi 

foto oleh Larry Crause clickclicque
Melihat salju bukanlah hal baru bagi saya. Tapi, melihat salju secara langsung adalah hal baru bagi saya. Selasa, 28 Januari 2014, saya melihat salju. Turun salju untuk pertama kalinya di tahun ini. Sebelumnya diprediksikan akan turun salju tapi nyatanya baru hari ini. Saya yang masuk penduduk baru di Parma-Itali pun menunggu-nunggu saat ini.

Saya tidak begitu kagum pada mulanya. Toh saya sudah melihatnya di foto. Bukan hal baru. Saya tidak terlalu menanggapi dengan serius pertanyaan teman-teman yang seolah-olah menganggap saya baru pertama kali melihat salju. Tapi kemarin setelah beberapa jam Parma diguyur salju, saya jadi kagum. Semuanya jadi putih berkilau.

Pada mulanya saya mengambil beberapa foto. Tetapi belum putih semuanya karena pada permulaan. Saya menjepret salju yang turun dari langit seperti hujan. Di tanah atau atap rumah atau kap mobil belum ada. Selang berapa jam kemudian atap rumah jadi putih. Jalan aspal jadi putih.

foto oleh Mark Griffith
Benar kata guru saya beberapa waktu lalu, “Kota jadi indah jika turun salju.” Putih berkilau. Terang benderang. Sayang sekali bahwa saya tidak mengambil foto untuk pemandangan kedua ini. Kami sedang ada pelajaran. Tidak ada kesempatan untuk menjepret. Saya pikir pemandangan ini bertahan lama. Rupanya jam 1 siang hujan turun. Salju yang putih pun pelan-pelan jadi air, mencair. Dan jam 2 lewat sedikit ada matahari. Lenyap sudah salju putih ini.

Inilah pengalaman pertama melihat langsung salju. Saya siap menjepret jika besok ada salju lagi. Saya kira teman-temanku di Indonesia menunggu foto salju. Salam salju.

Parma, 29/1/2014

Indonesia, foto oleh FabSom
Antara Indonesia dan Filipina. Dua negara asia dan berdekatan. Keduanya punya ciri khas. Banyak. Tapi yang menonjol—katakanlah yang mudah diingat—hanya satu. Yakni, Indonesia mayoritas Muslim dan Filipina mayoritas Katolik. Keduanya juga sama-sama punya banyak tenaga kerja yang dikirim ke luar negeri. Gara-gara tenaga kerja inilah saya hampir menjadi orang Filipina.

Di Italia ada banyak orang Filipina. Menjadi tenaga kerja. Di kota Parma, kota kecil di regio Emilia-Romagna juga ada orang Filipina. Banyak. Di kota Parma saja ada satu gereja khusus untuk orang Filipina. Belum hitung dengan mereka yang menyebar di gereja lainnya.

Kemarin, Senin 27 Januari 2014, saya mengurus kartu identitas untuk bidang kesehatan di kantor Sanitasi. Saya pergi bersama 3 teman. Di ruang tunggu ada orang Filipina menyapa saya. Saya tidak mendengar dengan baik apa yang dia katakan. Tapi dari bahasa tubuhnya saya tahu maksudnya. Lalu dia mendekat ke tempat kami duduk. Dia bertanya dalam bahasa Tagalog yang tidak saya mengerti. Saya mencoba mendengar kalau-kalau dia bicara dalam bahasa Inggris. Rupanya tidak. Atau dalam bahasa Italia. Rupanya juga tidak. Jadi, dia bicara dalam bahasa Tagalog. Dan, saya tidak mengerti.

Saya pun membalas dalam bahasa Italia sambil mengeryitkan dahi pertanda tak paham. Io sono Indonesiano, saya orang Indonesia. “A…..” Katanya sambil memberikan tangannya.
“Piacere (nice to meet you), senang bertemu Anda” sambungnya. Lalu kami berkenalan dan mulai berkomunikasi dalam bahasa Italia. Tak lama kemudian dia masuk ke pos bagian dalam di mana ada pelayanan untuk pembuatan kartu identitas ini. Dan kami mulai saling tanya.

Katedral di Manila, foto oleh Levi Bautista
Hem…ini kesekian kalinya saya dikira orang Filipina. Mungkin karena muka saya mirip orang Filipina. Tetapi memang nyatanya antara orang Indonesia dan Filipina ada kesamaan wajah. Di Bandung, suatu waktu saya melihat seorang pastor dari Filipina. Saya kira dia orang Flores karena rambutnya kriting. Rupanya dia orang Filipina.

Di Parma juga saat menghadiri pesta kelompok Filipina, saya juga dikira orang FIlipina seperti mereka. Padahal bukan. Saya jawab ketika mereka dalam bahasa Italia. Kemudian bahasa Inggris. Namun saat mereka berbicara dalam bahasa Tagalog saya mulai bingung. Mereka juga bingung. Dan kami sama-sama tahu identitas kami.

Di jalan saat bersepeda di kota Parma juga demikian. Kami saling sapa. Tapi tetap saya tahu kalau mereka orang Filipina dan bukan Indonesia. Mereka kira saya orang Filipina padahal bukan. Bahkan beberapa kali dengan kelompok pelajar China di Parma, saya juga dikira orang China. Padahal mata saya beda dengan mereka. Tapi beginilah kala orang Asia (Timur) tinggal di Eropa (Barat). Semua yang dari Timur dikira berasal dari satu tempat saja. Tidak beda kala kita di Indonesia melihat bule-turis. Semua dikira dari Inggris atau Amerika kala mereka berbicara dalam bahasa Inggris. Padahal bukan. Mereka juga berasal dari negara yang berbeda.

Pengalaman unik di Parma. Baca juga pengalaman lainnya di sini

Parma, 28 Januari 2014

Gordi
Powered by Blogger.