Halloween party ideas 2015

foto oleh Kriscahaya
Sungguh miris dan miris mendengar berita tawuran anak sekolah di kota Jakarta. Bukan sebatas tawuran saja. Ada korban jiwa. Seperti apakah nantinya masa depan anak didik kita ini?

Kalau mau sekolah jangan buat tawuran. Jika berbakat tawuran jangan sekolah. Begitulah beberapa nasihat yang sering terdengar. Maksudnya jelas. Agar anak-anak bisa memilih satu. Atau menjadi murid di sekolah, atau menjadi pelaku tawuran. Menjadi murid berarti berhadapan dengan guru. Menjadi pelaku tawuran berarti berhadapan dengan polisi di kantornya.

Satu pilihan saja cukup. Menjadi anak sekolah misalnya. Jadilah anak sekolah yang baik. Tegar dalam menghadapi tawaran teman-teman. Manusia memang gampang tergoda tetapi kita berusaha untuk kuat berpegang teguh pada nasihat orang tua. Demikian juga dengan pilihan pelaku tawuran. Lebih baik jangan menghuni salah satu lembaga pendidikan. Bukan kamu sebagai pelaku saja yang rugi. Lembaga itu rugi. Pihak yang terlibat di dalamnya rugi. Masyarakat luas rugi.

Tidak mudah membuat pilihan ini. Orang tua saja tidak mampu. Guru saja juga tidak mampu. Masyarakat saja juga tidak mampu. Sebaiknya ada kerja sama juga. KITA dan bukan KALIAN para guru, KALIAN para orang tua, KALIAN orang-orang yang berada di lingkungan sekolah.

Mereka bilang hentikan tawuran itu. Emang gampang? Berat lho…. Tetapi sebagai teriakan yang menggertakan itu boleh saja terus digemakan. Jangan takut menghukum pelaku. Satu pelaku dihukum yang lain akan ketakutan. Sebaliknya satu ditolerir yang lainnya menunggu waktu menjadi pelaku. Selesaikan dulu satu masalah sampai tuntas, jangan tersisa sedikit pun. Maka, masalah lain ikut dicegah. Lebih baik mencegah daripada mengobati, begitu slogan pakar kesehatan yang kiranya patut didengarkan dalam dunia sosial.

Jika pendidikan menjadi ajang tawuran, jangan bermimpi pendidikan di negeri ini maju. Boleh saja kita dapat juara di tingkat internasional. tetapi, jika anak sekolah tetap menjadi biang kerok tawuran, bukan tidak mungkin masa depan anak didik kita curam dan gelap.
————————-
*Obrolan siang…………

PA, 26/9/2012
Gordi Afri

foto oleh Zakyakbars
Pembunuh itu datang di Yogyakarta
Entah dia tahu atau tidak
Yogya adalah kota pelajar

Dia memang pelajar
Dia boleh berada di kota ini
Di sini ada banyak pelajar

Sayangnya dia tidak seperti pelajar di sini
Ini kota pelajar
Kota di mana pelajar belajar

Di sini bukan kota pelajar sekaligus pembunuh
Jika kau datang di sini sebagai pelajar kami menerimamu
Tetapi jika kau datang sebagai pembunuh kami tidak mau menerima kamu

Kota kami jadi tercemar nama baiknya
Kami hanya bagian dari kota pelajar
Pelajar yang tugasnya adalah belajar

Bukan pelajar yang membunuh
Pergilah kau dari sini jika kau datang sebagai pembunuh
Jangan ajari dan pengaruhi kami dengan tindakanmu

Kami ingin mempertahankan kota ini sebagai kota pelajar
Bukan kota pembunuh
———-
*obrolan malam

PA, 28/9/2012
Gordi Afri

foto oleh Syahrulsyahputra
Siapa yang masih ingat kelima sila Pancasila? Boleh jadi banyak yang lupa. Saya hanya membacakan secara teratur kelima sila tersebut saat SD. Itu terjadi puluhan tahun lalu. Sekarang saya kadang-kadang lupa kelima sila itu. Kadang-kadang hanya ingat sebagian kalimatnya saja. Ini mungkin pengaruh daya ingat. Apalagi sekarang ini jarang disebutkan lagi.

Anak-anak sekolah sekarang juga ternyata ada yang sering lupa. Pernah saya bertanya kepada pelajar SMA tentang kelima sila tersebut. Sebagian besar sudah lupa sila-silanya. Beberapa dari mereka ingat betul. Mereka bisa menghafal. Sebagian lagi malah merasa asing karena sama sekali tidak mengingat satu-dua kalimat pun. Wah..ini bahaya. Penyakit lupa akan pancasila semakin mewabah.

Hari ini, bangsa ini merayakan hari Kesaktian Pancasila. Kata sakti ini penting. Sakti berarti memiliki daya yang luar biasa. Kesaktian berarti kemampuan yang luar biasa. Kadang-kadang kata kesaktian disematkan pada kekuatan gaib. Gaib dalam artian jauh dari jangkauan jelajah berpikir manusia.

Kesaktian pancasila. Jika kata sakti disematkan di depan pancasila, sejauh itukah daya pancasila? Tentu saja founding fathers negeri ini mengharapkan demikian. Pancasila paling tidak mesti dijadikan pengikat yang melampaui sekat budaya, daerah, agama, dan kelompok sosial. Jika dicermati dengan baik, pancasila menyokong kehidupan bersama di negeri ini.

Mereka dulu tahu, bangsa ini majemuk. Bagaimana menyatukannya? Lahirlah pancasila. Maka jangan main-main dengan latar belakang munculnya pancasila. Jangan heran jika para peneliti asing sangat bangga dengan pancasila dari Indonesia. Mereka tahu betul seluk-beluk lahirnya. Mereka juga menemukan kekuatan luar biasa dari pancasila. Tak heran jika kata KESAKTIAN disematkan di depan kata PANCASILA.

Pertanyaannya adalah masihkah pancasila ini sakti? Masihkah pancasila memiliki kekuatan luar biasa, yang melampaui sekat budaya, daerah, agama, dan kelompok sosial?
Gambaraan pelupaan isi pancasila menjadi rambu bahwa negeri ini mulai melupakan sejarahnya. Bagaimana menemukan kekuatan-kesaktian pancasila jika sila-silanya saja lupa. Tetapi tentu saja masih muncul penggiat yang gemar mengembalikan kekuatan pancasila di negeri ini. di tengah mirisnya harapan akan kesaktian pancasila, negeri ini masih mempunyai tokoh kaliber yang berusaha menegakkan pancasila.

Gerakan tokoh-tokoh seperti almarhum Gusdur kadang-kadang memang berhadapan dengan kekuatan kelompok radikal yang anti-perbedaan. Ini juga menjadi bukti bahwa pancasila kini terancam keberadaannya. Siapa lagi yang bisa mempertahankan kesaktian pancasila? Besar harapannya agar kaum muda negeri ini mau dan mampu mengembalikan KESAKTIAN PANCASILA. Selamat hari kesaktian pancasila.
———–
obrolan siang

PA, 1/10/2012
Gordi Afri

Powered by Blogger.