Halloween party ideas 2015

foto oleh God's World, USA
Senjata adalah alat pembunuh. Tetapi senjata tidak digunakan untuk membunuh. Senjata sejatinya dipakai untuk melindungi diri. Tentara menggunakan senjata hanya untuk menembaki musuh. Bukan untuk menembak sasaran semaunya.

Di Amerika senjata boleh dimiliki oleh semua rakyat. Tujuan utama boleh jadi untuk membela diri. Maksudnya menjaga keselamatan dirinya. Sejauh seperti ini sah-sah saja tentunya.

Di Amerika juga ternyata senjata itu membunuh warga tak bersalah. Korbannya anak kecil pula 20 orang dan dewasa 6 orang. Korban tak punya pilihan karena tak berdaya. Si penembak, Adam Lanza, 20 tahun masuk ruang kelas dan menembak ke segala penjuru. Akhirnya Adam pun menembak dirinya sendiri.

Tindakan di luar akal manusia. Mungkin Adam sedang stres, depresi, atau mau membuktikan bahwa dirinya adalah penembak? Mungkinkah dia berangan menjadi seorang militer dan harus menembak?

Pertanyaan ini tinggal sebagai bahan penyelidikan. Yang jelas Adam sudah meninggal. Tak ada gunanya menuntut dia. Tetapi dari peristiwa ini kiranya perlu dicermati beberapa hal.

Pertama, ada yang tidak beres dengan keamanan di Amerika. Rakyat dibolehkan memiliki senjata untuk menjaga keselamatan. Berarti rakyat merasa belum aman.

Kedua, masih perlukah rakyat memiliki senjata? Jika rakyat tidak bersenjata (dilegalkan) penembakan seperti ini hanya dilakukan oleh perampok dan penjahat. Sebab, rakyat biasa tidak bersenjata.

Ketiga, masyarakat perlu waspada dengan orang asing. Petugas keamanan mestinya menjaga keamanan yang menjadi tanggung jawabnya. Jangan lengah dan membiarkan orang asing masuk.

Keempat, keluarga mesti mendidik anaknya dengan serius. Anak-anak yang kurang pendidikan di keluarga boleh jadi hidupnya terombang ambing. Tak ada kesempatan untuk menghabiskan waktu berlama-lama dengan anggota keluarga. Waktu inilah yang dibutuhkan anak sebelum dia beranjak dewasa. Kalau sudah dewasa anak tak boleh lagi dikekang di rumah. Oleh karena itu penanaman nilai yang pas adalah saat anak-anak.

Kita berdukacita atas keluarga korban di Ameriak sana. Semoga ini menjadi pelajaran berharga dan tidak terulang dalam sejarah kehidupan kita.

PA, 17/12/12
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana pada 17/12/12

foto dari Naif Al's
Demo sebagai ciri khas masyarakat Indonesia akhir-akhir ini merambah ke berbagai kalangan. Mahasiswa, para guru, para buruh, para kepala sekolah, para perawat, para kru pesawat, dan sebagainya. Berbagai kelompok pernah berdemo.

Yang paling terkenal adalah demo mahasiswa. Hampir di setiap kota provinsi pernah ada demo mahasiswa. Mereka memang darah muda. Darah untuk berdemo. Demo menjadi salah satu cara menyampaikan aspirasi. Demikian keyakinan umum masyarakat.

Kemarin di Jakarta, para kepala desa berdemo. Tidak tahu jumlah pastinya berapa. Dan, apakah mereka datang dari seluruh provinsi atau hanya segelintir saja. Yang jelas mereka berdemo. Mau menyampaikan beberapa tuntutan.

Andai mereka datang dari seluruh desa di Indonesia, jumlahnya besar. Polisi sebagai pengaman tentunya kerepotan. Kepala desa juga ternyata bisa menjadi seperti mahasiswa. Sebab, selama ini yang paling sering berdemo adalah mahasiswa. Ada juga buruh yang hampir setiap tahun berdemo.

Entah bagaimana ke depannya demo seperti ini terjadi. Kalau sudah menjadi agenda tahunan maka siap-siaplah jumlah demo bertambah. Tak tanggung-tanggung mereka berdemo di Jakarta. Tentunya mereka mempunyai tuntutan seperti pendemo lainnya. Hanya saja apakah tuntutan mereka itu terkabul dengan cara seperti ini?

Ini menjadi pertanyaan sebab mereka datang dari berbagai penjuru. Membuang biaya dan waktu. Ataukah mereka diwakilkan saja dengan para kades yang dekat dengan ibu kota?
Kades zaman ini tidak mau diam saja. Mereka menuntut dengan berdemo. Mereka mau tampil seperti mahasiswa dan para buruh. Mereka berjuang menyukseskan tuntutannya.

PA, 15/12/12
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana pada 15/12/12

la chiesa ss pietro e paolo, Dragonea, foto, Gordi
Diario 7
La vita va vissuta in un contesto sempre nuovo secondo il Vangelo e si trascorre insieme nel tempo dell'uomo. Dunque la vita cambia in sintonia con la melodia della Parola dell'Amato. Questa sì che la vita cambia come il luogo che abbiamo visitato. Esso cambia, si trasforma secondo la logica della natura. Il cambiamento lo vediamo anche a livello scolastico; iniziamo da scuola elementari alla scuola Media e dalla Media alla scuola Superiore. 
L'esperienza che ho vissuto in questi giorni, mi porta a vedere con gli occhi nuovi i posti segnati e creati dal Creatore e posto in mezzo a milione di anime buone che li prendono cura e li trasformano seguendo il cuore della ragione. Ho visitato e mirato la bellezza di Roma, Parma, Bologna, San Pietro in Vincoli- Ravenna, Brescia, Firenze, Salerno, Cava de’ tirreni, Amalfi, Conca dei Marini, Pompei, Napoli e l'ultimo posto che ho visitato era Dragonea, è un bellissimo posto sulla montagna vicino a Cava de’ tirreni.
Dopo aver visitato la montagna, mi sono rilassato un po', per poter fare la mia ultima visita che è a Vetri sul Mare. E' molto bello conoscere nuovi luoghi perché, dai questi luoghi non solo ammiro la bellezza ma soprattutto aumenta in me la conoscenza. 
Visitare questi luoghi mi appassiono in più a ciò che ho conosciuto teoricamente, e come se ritorna in me ciò che provato Tommaso quando ha sentito il racconto del Risorto "se non vedo con i miei occhi non credo" ora invece per me "Credo in ciò che ho imparato e ho visto".

Salerno, 16 luglio 2014
Gordi 
Powered by Blogger.