Halloween party ideas 2015

 MENGISI BATERAI ROHANI 

MINGGU BIASA V; Ayb 7:1-4,6-7; 1Kor 9: 16-19,22-23; 

Mrk 1: 29-39

 


Bersama teman-temannya, Ayub mengalami kesulitan hidup. Hidup yang sulit itu menjadi medan pergulatan mereka. Namun, beda dengan teman-temannya, Ayub justru melihat sisi lain dari penderitaan itu. Memang dalam penderitaan itu, mereka seolah-olah tidak melihat terang dan hanya ada kegelapan. Beda dengan mereka, Ayub justru melihat terang.

 

Terang itulah yang membedakan pandangan Ayub dan teman-teman lain. Entah sadar atau tidak, terang itu adalah iman. Hanya orang beriman yang bisa melihat terang, sekalipun berada dalam kegelapan. Maka, penderitaan dalam gelap, tidak akan selamanya ada, bagi orang beriman. Sebaliknya, yang tidak beriman, akan berada dan selalu merasa tinggal dalam gelap.

 

Rasul Paulus adalah orang beriman seperti Ayub. Ia mengalami baik kegelapan maupun terang. Hidupnya yang semula sangat getir, suatu saat diterangi sinar Ilahi. Dan, ia bertobat. Penglihatan barunya itu adalah harta yang tak tertandingi nilainya. Maka, tak ada yang bisa membalasnya kecuali dengan pemberitan total dirinya. Itulah sebabnya Paulus mengatakan, celakalah aku jika aku tidak mewartakan Injil. Persis inilah ayat yang kami pakai saat mengingkarkan Kaul Perdana dalam Serikat Xaverian. Juga saat memilih moto tahbisan Imamat. 

 

Mewartakan Injil berarti mewartakan kebaikan. Tapi, tak mungkin kita selalu mewartakan kebaikan tanpa kita perlu menyalakan api kebaikan dalam diri kita. Maka, seperti Yesus, kita selalu diundang untuk mengisi baterai rohani kita dengan menyendiri dari yang lain, tapi menyendiri bersama Tuhan. Setiap kali melakukan mukjizat, Yesus selalu menemukan waktu untuk berdoa. 

 

Ini kiranya pesan Injil bagi kita di Minggu Biasa V ini. Kita mewartakan Injil lewat pekerjaan kita. Dan, kala malam tiba, atau kala pekerjaan kita berakhir, jangan hanya mengisi baterai hp kita, tapi kita juga mengisi bateri rohani kita dengan energi listrik dari Tuhan Yesus.

 

Selamat berhari Minggu.

 MINTALAH HATI YANG BIJAKSANA

Sabtu PEKAN BIASA IV; 1Raj 3:4-13; Mrk 6: 30-34




Jika Tuhan mengizinkan kita untuk meminta pada-Nya, pasti kita akan minta kekayaan, uang banyak untuk jalan-jalan, dan kesempatan untuk bersenang-senang. Hati kita biasanya senang memiliki semuanya itu meskipun kita tahu semuanya itu sulit kita dapatkan dari-Nya.


Seperti kita, Salomo juga diberi kesempatann untuk meminta langsung pada Tuhan, apa yang dia inginkan. Bukan kekayaan, harta yang banyak, atau kuasa, tapi Salomo hanya meminta HATI YANG BIJAKSANA. Sebagai raja, Salomo tentunya menginginkan kekayaan melimpah dan kekuasaan yang tanpa batas. Tapi, dari keinginan hatinya yang disampaikan pada Tuhan, Salomo rupanya bukan raja yang kita bayangkan. Ia tidak menginginkan semua yang kita inginkan.


Salomo memilih yang terbaik yang ia butuhkan yakni HATI YANG BIJAKSANA. Memang Salomo membutuhkan HATI agar bisa memilih dan memilah kebijakan yang berguna bagi rakyatnya. Sungguh di sini, Salomo mengajarkan yang penting bagi kita di zaman ini. Kita semua membutuhkan HATI YANG BIJAKSANA. Karena dari HATI akan muncul kejernihan untuk melihat dan mendengar dengan baik. 


Hanya HATI yang peka yang bisa menangkap maksud hati orang lain. Hanya HATI yang bijaksana yang pandai membaca tanda-tanda zaman. Dengan semangat HATI YANG BIJAKSANA inilah, Yesus mengutus para murid untuk mewartakan Injil. Dan harapannya, dengan HATI yang bijaksana juga para murid mewartakan Injil.


Yesus memang tidak hanya mengutus, tapi Dia juga menunjukkan HATI YANG BIJAKSANA itu ketika melayani orang banyak yang kelaparan dan sakit. Hati itulah yang membebaskan mereka dari belenggu hidup.


Akhirnya, kita pun butuh HATI YANG BIJAKSANA itu. Terima kasih Salomo, engkau mengajar kami untuk meminta apa yang benar-benar kami butuhkan. Bukan meminta kebutuhan yang kami benarkan meski sebenarnya tidak benar-benar kami butuhkan.

 KALA PENANTIAN SIMEON BERAKHIR

Pesta Yesus Dipersembahkan di Bait Allah; Mal 3:1-4; Luk 2: 22-40



Simeon boleh senang sekarang. Penantiannya berakhir. Ibarat pohon, ia sudah bisa memetik buahnya. Tapi, yang perlu dipelajari kiranya adalah kesabaran Simeon selama masa penantian yang tak bisa diprediksi ini. Apalagi, ia menanti sambil usianya bertambah tua. Bagaimana mungkin itu terjadi?

Simeon memang bukan orang yang mudah putus asa. Ibarat seorang pekerja, Simeon adalah orang yang selalu mengevaluasi hasil kerjanya. Ia kiranya bukan tipe orang yang selesai bekerja seharian lalu istirahat tanpa melihat kembali hasil kerjanya. Simeon mungkin seperti kita, pernah kecewa dan putus asa dalam hidup hariannya, tapi ia tetap bertahan menunggu sampai mimpinya menjadi nyata.

Yesus itu akan hadir di dunia dan Simeon melihatnya dalam persembahan di Bait Allah. Itulah keyakinan Simeon yang ia pegang sampai ia melihatnya sendiri. Dan, betapa senang hatinya kala penantian panjang itu menjadi nyata di hadapannya. Baginya, segala-galanya sudah selesai. Perjuangannya sudah selesai. Ia kini boleh pergi ke tempat tujuan akhir hidupnya.

Sebagai orang beriman, kita kiranya bisa belajar dari Simeon. Seperti Maria, Simeon sabar menunggu. Seperti Maria, ia mungkin tidak memahami sepenuhnya arti kata-kata Roh Kudus yang datang menampakkan diri kepadanya, tapi ia tetap bertahan sampai itu menjadi nyata. 

Kita kadang bukan tipe Simeon. Putus asa sekali, sulit sekali untuk bangun. Apalagi kalau putus asanya berkali-kali. Mari kita belajar dari Simeon yang selalu setia mendengarkan bisikan Roh Kudus dalam hatinya. 

Hari ini, tepat 40 hari setelah Natal, Yesus dipersembahkan di Bait Allah. Kita berdoa untuk para ibu yang sedang menyiapkan kelahiran. Semoga bayi yang akan hadir menjadi persembahan yang istimewa pada Tuhan. 

Powered by Blogger.