foto dari sini |
Kursi
Gubernur juga bupati atau walikota. Kursi dambaan setiap calon pemimpin. Inilah
yang sedang ramai diperebutkan oleh beberapa pasangan kepala daerah. Tidak
hanya di Jakarta. Di daerah lain juga ada perebutan. Perebutan melalui
pemilihan umum.
**
Mengapa
mesti diperebutkan? Kalau mau memimpin bukankah ada banyak wadah untuk
memimpin? dari kepala keluarga, pemimpin di kelas, pemimpin di RT, RW,
Kecamatan, organisasi dan perkumpulan?
Mengapa
diperebutkan? Mengapa mesti merebut dengan cara mencari kelemahan lawan? Kalau
mau memimpin, mulailah dengan tindakan real.
**
Mengapa
mesti membeberkan janji-janji? Janji memang menjadi utang. Utang mesti dibayar.
Tetapi dalam politik, apakah janji adalah utang juga? Jika ini berlaku berapa
banyak utang yang belum dibayar oleh calon pemimpin di negeri ini?
Jika janji
adalah utang, masyarakat kita akan mendapat banyak harta dari pembayaran utang
itu. Janji tetap janji. Utang tetap utang.
Rakyat
hanya menunggu dan boleh jadi berpasrah. Tak sedikit yang sudah apatis dengan
janji. Toh tak ada gunanya berharap pada janji kampanye.
**
Lebih baik
bekerja, berusaha, berjuang sendiri. Tak ada janji yang muluk-muluk. Tak ada
yang menghujat, mengejek, mencela, dan mencibir. Semuanya tergantung pada usaha
sendiri.
Mau berhasil
berjuanglah. Mau hidup (makanan) enak, bekerjalah. Bukan berjanji, berjanji,
dan berjanji hingga akhirnya janji tinggal janji.
PA, 18/9/2012
Gordi Afri
*Dimuat di blogkompasiana pada 18/9/2012
Post a Comment