Halloween party ideas 2015

foto anak-anak di daerah Cilincing oleh moelzcore
Di sela-sela pelajaran bersama anak-anak, saya menyelipkan pertanyaan tentang masa depan mereka. Kalian mau jadi apa nanti kalau sudah besar? Pertanyaan untuk merangsang keinginan mereka melanjutkan sekolah.

Ada beragam jawaban. Saya mau jadi tentara, kata orang pertama. Saya mau jadi guru, saya mau jadi olahragawan, saya mau jadi pilot, demikian jawaban beberapa orang. Ada dua orang yang mau jadi TKI di luar negeri. Beberapa lagi mempunyai jawaban sama, mau jadi perawat/bidan sehingga bisa mengobati orang sakit di sekitar.

Saya bangga dengan jawaban anak-anak. Jika semuanya berjalan sesuai cita-cita, hanya dua orang yang ingin mengabdikan tenaganya di luar negeri. Sebagian besar untuk negeri ini. Bahkan yang bercita-cita menjadi perawat/bidan mau mengabdi untuk keluarga.

Tak masalah punya cita-cita. Dibandingkan saya, mereka memiliki keinginan kuat untuk meraih cita-cita itu. Saya dulu punya banyak cita-cita, guru, mantri, pastor, tentara, dan sopir angkot. Dalam benak anak-anak ini terpampang situasi masa depan yang akan dihadapi. Mereka pun tampaknya ingin menghadapinya dengan baik. Dengan cita-cita yang ada, mereka belajar mempunyai satu tujuan.

Lepas dari berubahnya cita-cita itu, saya tahu akan ada kesulitan besar. Keluarga mereka sebagian besar tidak mampu melanjutkan pendidikan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Tak jarang sebagian besar memilih sekolah kejuruan sehingga cepat bekerja dan mencari uang untuk keluarga. Orientasi praktis. Memang itu yang dibutuhkan. Namun untuk itu juga tentu butuh perjuangan.

Ada cita-cita sudah cukup bagi orang tertentu. Cita-cita inilah yang menanamkan kemauan untuk belajar kepada anak-anak. Kata sebagian orang, kalau ada kemauan pasti ada jalan. Saya yakin kalau anak-anak memiliki kemauan kuat, mereka akan diberi jalan sampai cita-cita itu. Bukan tak mungkin ada yang membantu dalam proses pendidikan mereka nantinya.

Ada banyak anak sekolah yang mempunyai cita-cita mengubah keluarga. Namun selalu kandas dengan biaya untuk meraih cita-cita itu. Di Jakarta pasti banyak. Meskipun banyak orang kaya Jakarta, orang miskin juga banyak. Mungkin jumlahnya kecil ketimbang orang kaya atau menengah ke atas, namun keadaan orang miskin di Jakarta amat memprihatikan.

Ada rasa miris ketika melewati kompleks perumahan orang miskin di Warakas. Mengapa mereka seperti ini? Apakah rasa keadilan sosial di kota ini sudah tumpul? Banyak anak orang kaya menikmati kesenangannya di rumah-rumah elit, di mol, di tempat pariwisata. Namun, anak-ana miskin ini hanya bisa bersenang-senang di sekitar tumpukan sampah, di bawah tol, di sekitar rumah yang sesak, di sekitar selokan yang bau dan kotor.

Anak-anak teruslah bermimpi menggapai cita-cita. Akan ada orang yang melihat perjuangan kalian. Semoga banyak orang yang memperhatikan keadaan kalian nantinya. Tidak semua orang kaya di Jakarta menutup mata dengan keadaan orang miskin. Masih banyak juga yang membuka mata lebar-lebar dan memikirkan perubahan mereka. Kiranya tinggal menunggu waktu juga untuk memulai perubahan itu.

Namun, sebelum semuanya itu terjadi, biarlah kalan mengubah keadaan keluarga. Perubahan dari dalam akan sangat terasa ketimbang menunggu perubahan dari luar. Terima kasih anak-anakku, kalian mempunyai cita-cita yang mulia, mengubah keadaan keluarga.

CPR,13/2/2012
Gordi Afri

Post a Comment

Powered by Blogger.