Foto ilustrasi oleh SanjiOne |
Kalau mengenai sah dan tidak untuk saat
ini relatif. Sebab, keduanya menganggap diri sah. Keduanya tidak membuka ruang
bagi masyarakat untuk menilai. Keduanya mengklaim sah. Program mereka dianggap
resmi. Masyarakat hanya menonton saja. Kalau pun protes tak ada gunanya.
Tetapi lebih baik ‘menggonggong’ daripada
diam saja.
Saya teringat akan anjing kesayangan yang
tak henti menggonggong ketika menjaga tupai di atas pohon. Dia menggongong
dengan setia di bawah pohon. Tujuan gonggongan ini adalah menunggu sang majikan.
Juga untuk menjaga tupai itu agar tidak lari. Jadi, tidak ada salahnya jika
kita menggonggong.
Kalau mau selesaikan masalah antara PSSI
dan KPSI, salah satu jalannya adalah berdamai. Tetapi mulai dari mana? Jika
kedua lembaga ini tidak membuka ruang bagi yang lain, damai itu akan sulit.
Ketika dua orang tidak mau kalah maka
selama keduanya masih kuat tidak ada yang kalah. Tentu KPSI dan PSSI bukan
lembaga yang adu kuat. Keduanya adalah lembaga yang mengelola sepak bola.
Tetapi, melihat sepak terjang keduanya, rasa-rasanya tidak salah jika kita
menilai mereka sedang membuat adu kekuatan. Keduanya tidak mau kalah.
Salah satu kunci untuk berdamai adalah mau
rendah hati menerima yang lain. Selama kita mengunci diri, yang lain sulit
masuk. Demikian jika PSSI atau KPSI mengunci diri, yang lain sulit masuk.
Dengan demikian tidak ada perdamaian antara keduanya.
Dampak selanjutnya besar. Sepak bola
Indonesia tidak diakui di mata internasional. Masyarakat tidak bisa menikmati
permainan Indonesia. Mungkinkah ini jalan terbaik? Belum tentu. Tetapi, melihat
kengototan kedua lembaga pengurus sepak bola, rasa-rasanya jalan terakhir
menjadi pilihan.
Indonesia memang tidak mengehndaki itu.
Tetapi pilihan itu jatuh dari atas. Pengurus sepak bola dunia-lah (FIFA) yang
akan menjatuhkan. Jalan ke sana semakin dekat.
Sikap mau menang sendiri tidak bisa lagi
dipertahankan jika pihak ketiga masuk. Jika FIFA masuk, Indonesia tidak bisa
berbuat banyak lagi. FIFA masuk bukan tanpa alasan. Ini wewenang mereka sebagai
induk. Jika mereka memberi waktu untuk berbenah tetapi tidak ada hasil, lebih
baik kita berbenah diri dulu. Kita mau tidak mau menerima keputusan dari
atasan.
PA, 19/12/12
Gordi
*Pernah dimuat di blog kompasiana pada
19/12/12
Post a Comment