Hari ini seperti
hari Anas nasional. Anas ramai dibicarakan. Di media massa nama Anas
disebut-sebut. Padahal kita tahu nama itu hanya disebut dan bukan
disebut-sebut.
Tetapi kalau
nama Anas disebut-sebut berarti ada apanya si Anas. Sebab memang namanya tidak
disebut-sebut. Disebut saja ya. Dia tokoh penting. Orang penting di partai
demokrat. Wajar jika disebut.
Saya tadi pagi
juga kaget. Sahabat saya yang menyapu halaman menyebut nama Anas. Dia sudah
menerima koran pagi. Lalu, saya menyapanya pagi ini. Dia langsung bersahut dan
menyebut nama Anas. Sahabat saya ini bukan awam media. Dia selalu membuka-buka
koran setiap hari. Dia yang menerima koran pagi. Dia juga berlangganan koran
pagi. Jadi dia tahu perkembangan kasus tenar di negeri ini.
Sekali lagi nama
Anas disebut-sebut. Dia pernah berjanji jika mengorupsi uang akan digantung di
Monas. Monas, monumen nasional di Jakarta, dulu menjadi pencakar tertinggi di
Jakarta. Sekarang banyak saingannya. Andai Anas benar terbukti korupsi maka ia
akan digantung di sana. Ini bukan paksaan tetapi sesuai ujarannya.
Nah, benarkah
Anas mengambil sejumlah uang untuk proyek Hambalang itu? Dari KPK sudah ada
sinyal ke sana. Jika sinyal ini sampai pada putusannya nanti, ujaran Anas akan
terbukti. Dia digantung di Monas.
Apa kata dunia
nantinya. Mana mungkin seorang tokoh partai menggantung diri? Atas ujaran
sendiri dan bukan hukuman dari orang lain. Tapi benarkah Anas mau gantung? Ah
itu hanya omong kosong. Boleh jadi itu hanya permainan kata-katanya saja. Dia
sebenarnya takut digantung. Manusia normal mana yang mau gantung diri? Atau
apakah Anas sakit jiwa sehingga harus gantung diri? Ah tidak. Dia masih sehat.
Berarti dia hanya berujar saja.
Kalau nanti Anas
terbukti mengorupsi uang itu, dan tidak jadi gantung, maka Anas berbohong pada
rakyat. Dari media rakyat tahu, Anas pernah berujar demikian. Tetapi kalau
nanti tidak gantung berarti dia berbohong. Maka, jangankan mengorupsi uang, Anas
itu membohongi rakyatnya.
Rakyat tentunya
belajar, ujaran akan terbukti benar dan salahnya. Tidak semua ujaran itu benar.
Ada yang sekadar demi mengujar saja. Ada ujaran yang berisi. Jadi, rakyatlah
menilai. Kritislah kepada tokoh politik kita.
PA, 22/2/13
Gordi
Post a Comment