Halloween party ideas 2015

Bincang-bincang soal asap. Asap yang terkenal beberapa hari belakangan adalah asap di Riau. Asap itu terbang sampai ke Singapura dan Malaysia. Asap itu dibawa angin. Angin itu rupanya bukan saja bertiup begitu saja. Angin yang membawa asap itu justru merugikan Singapura dan Malaysia. Rakyat di sana terkena penyakit gangguan pernapasan. Beberapa tempat bahkan sama sekali tidak layak untuk kehidupan. Masyarakat di sini tidak bisa bernapas dengan baik. Oleh sebab itu, pemimpin di sana melarang warganya keluar rumah.

Asap memang bisa berbahaya. Asap bisa membuatakan mata manusia. Cara kerjanya membabi-buta. Tidak kenal orang. Siapa saja yang terkena asap akan menjadi buta. Entah buta selamanya atau buta sesaat. Yang jelas mata sama sekali tidak berdaya kala asap menyelimutinya. Asap membuat manusia tak berdaya.

Ketakberdayaan itulah yang dialami warga Singapura dan malaysia. Ada analisis dari Riau 24.com bahwa kerugian akibat asap ini diperkirakan US$ 1 miliar. Angka ini besar. Maka, tak heran jika Singapura merasa tak berdaya dengan kerugian ini. Asap memang membuat Singapura dan malaysia menjadi tempat yang tidak aman untuk bekerja. Pekerja tidak nyaman beraktivitas. Bukan saja pekerja, pendatang pun diperkirakan akan menurun. Situasi ini ternyata membuat pendatang juga tak berdaya. Meski mereka sebenarnya bisa berkunjung ke dua negara ini. Tetapi, situasi di sana membuat mereka tak berdaya. Seolah-olah biaya besar yang mereka siapkan tak mampu menghadapi tantangan asap ini. Asap memang membuat segalanya menjadi kabur.

Asap bagi masyarakat tradisional menjadi sebuah berkat. Ada asap berarti ada api. Ada api berarti ada yang dibakar. Di kampung-kampung api menjadi sesuatu yang dirindukan. Api bisa mengusir kedinginan di pagi hari. Anak sekolah sebelum berangkat ke sekolah biasayanya menghangatkan tubuh mereka di dekat tungku api. Sementara itu, ibu-ibu memasak, entah air, nasi, sayur, dan lauk. Api menjadi sumber kehidupan. Dari sana muncul bekal hidup di pagi hari. Api juga menjadi penghangat badan dikala diselimuti suhu dingin. Api beserta asapnya juga menjadi tempat memanggang sate dan jenis daging lainnya. Api di sini menjadi sumber penghidupan.

Asap bagi para petani juga menjadi tanda dimulai pembukaan kebun baru. Kayu-kayu dan rumput yang sudah dipotong dimasukkan dalam api. Dari sini muncul asap. Api ini membakar semua dedaunan dan kayu yang ada. Daun-daun mentah yang berwarna hijau biasanya menjadi sumber asap. Asap ini kadang menjulang tinggi ke awan. Dari jauh tampak asap ini. Dan, semua yang melihatnya tahu, di sana ada pembukaan kebun baru.

Kebun baru biasanya bertanah subur. Itulah sebabnya tanah itu ditanami benih yang bermanfaat bagi petani. Entah sayur-sayuran, kacang-kacangan, padi, jagung, kedelai, dan sebagainya. Menurut cerita para petani, abu hasil bakaran rerumputan akan menjadi sumber kesuburan tanah. Jadi, abu itu membawa pupuk untuk kesburan tanah. Asap bagi petani menjadi tanda dimulainya sebuah perjuangan. Berjuang untuk menanam dan membesarkan tanamannya.
Asap bagi petani emmang beda dengan asap yang ada di Riau. Asap di Riau merupakan hasil bakaran hutan. Semua tahu, asap ini membawa sial. Sial bagi Indonesia karena hutannya berkurang. Lingkungan alamnya rusak. Habitat makhluk hidup rusak. Bahkan boleh jadi beberapa satwa hutan juga ikut menjadi asap. Asap yang sama membawa kerugian bagi Singapura dan Malaysia.

Asap dari Riau-Indonesia ini pun bukan lagi seperti asap para petani. Asap ini membuat nama Indonesia menjadi bahan ejekan. Dan memang ada yang emngejek kalau orang indonesia tidak bisa menjaga alamnya. Hampir setiap tahun indonesia mengirim asap kepada negeri tetangga. Seharusnya Indonesia malu dengan ejekan ini. Tetapi Indonesia malah diam saja. Bahkan hanya bisa meminta maaf. Padahal semua tahu, minta maaf tidak akan menyelesaikan persoalan secara memadai. Minta maaf hanya meredakan kemarahan sesaat. Dan, Indonesia gemar meminta maaf pada negeri tetangga.

Asap ini semestinya membuat Indonesia giat berjuang seperti para petani mengelola alamnya. Tetapi, indonesia rupanya tidak memanfaatkan kesempatan ini dengan baik. Alam tetap dibiarkan merana bahkan bila perlu dihabiskan saja dengan cara membakar. Padahal membakar hutan meruapakan awal kehancuran habitat hutan. Indonesia dituding mendiamkan saja perusahaan asing yang turut menjadi penyebab kebakaran hutan ini. Bukankah seharusnya jika ada kasus itu, perusahaan itu diberi sanksi yang tegas? Lagi-lagi Indonesia suka mengulur waktu, tidak tegas dalam memberi sanksi. Jangan heran jika beberapa tahun belakangan persoalan asap dibiarkan saja. Dari tahun ke tahun muncul bahaya asap tetapi tidak ada penanggulangan berjangka panjang. Menyemprotkan air atau hujan buatan hanyalah solusi jangka pendek. Untuk jangka panjang mesti ada peraturan yang tegas, jelas, dan ketat sehingga kasus pembakaran hutan tidak akan terulang lagi.

Ah ini hanya obrolan soal asap. Ada asap berarti ada api. Sekarang asapnya sudah jelas, mengarah ke Singapura dan Malaysia. Betapa masyarakat di sana menderita karena asap ini. Tetapi, Indonesia belum juga menemukan sumber apinya. Apinya sudah terlihat tetapi yang membesarkan apinya tidak jelas. Ada yang ditangkap dan diduga sebagai penyebar api tetapi bukankah tahun sebelumnya juga ada yang ditangkap? Menangkap oknum tidak menjamin tidak terulangnya kasus pembakaran hutan. Jadi, masihkah Indonesia mempertahankan tradisi meminta maaf pada negeri tetangga tanpa menanggulangi kasus pembakaran hutan dalam jangka panjang? Jangan-jangan Indonesia suka diejek sehingga berbagai ejekan tentang buruknya penyelesaian kasus asap tidak membuat Indonesia menuntaskan kasus ini.

PA, 26/6/13
Gordi



Post a Comment

Powered by Blogger.