ilustrasi, di sini |
Meski
demikian, ada juga kompasianer yang ada di sini untuk membaca saja. Tidak
menulis. Entahkah dia suatu saat akan menulis. Untuk sementara dia hanya
membaca dan memberi komentar saja. Tentu ini tidak bisa disimpulkan bahwa dia
menjadi kompasianer hanya untuk membaca. Dia menjadi kompasianer pembaca saja.
Padahal kompasianer yang lain adalah penulis. Kiranya, semua setuju, suatu saat,
kompasianer pembaca ini akan menjadi kompasianer penulis.
Membaca
dan menulis memang ibarat dua sejoli. Menulis ada karena membaca, membaca ada
karena menulis. Tidak mungkin bisa menulis kalau sebelumnya tidak membaca.
Membaca apa saja. Demikian juga tidak bisa membaca tanpa didahului menulis.
Membaca mesti mutlak ada bacaan. Dan bacaan itu adalah tulisan. Maka, membaca
dan menulis selalu berjalan beriringan.
Karena
eksistensi kompasianer adalah menulis, setiap hari selalu ada tulisan yang
ditayang. Bahkan, setiap 2 menit selalu ada tulisan. Tulisan ini muncul dari
anggota kompasianer. Jumlahnya bertambah setiap hari maka tulisan yang masuk
juga akan bertambah. Kompasianer memang ada untuk menulis. Meski demikian,
tidak semua kompasianer bisa menulis setiap hari. Ada yang sekali seminggu,
sebulan, atau tak tentu. Menulis karena ada ide, begitu beberapa di antara
mereka menyebut hal ini. Ada juga penulis produktif yang setiap hari bisa
menghasilkan lebih dari satu tulisan.
Antara
kompasianer ada simbisosi mutualisme. Dalam arti, sesama kompasianer saling
belajar. Belajar dari tulisan A, B, dan C. Dari situ akan ada tulisan lagi.
Maka, menjadi kompasianer juga berarti menjalin relasi simbiosis mutualisme.
Kiranya,
tidak perlu cemas atau resah, jika kompasianer
A tidak bisa menulis seperti kompasianer B. Toh keduanya unik. Tak perlu sama.
Dan memang tidak harus sama. Keresahan dalam menulis muncul karena
antar-kompasianer ada kecenderungan untuk membanding. Kalau dia bisa mengapa
saya tidak bisa. Padahal saya tidak sama dengan dia. Dia kok bisa saya tidak
bisa-bisa. Padahal sesama kompasianer.
Kecemasan
yang membuat beberapa kompasianer tidak bisa menulis kiranya bisa diubah
menjadi kegembiraan. Gembira karena suatu saat dia bisa menulis. Kecemasan tidak
akan tinggal selamanya. Kecemasan itu akan menjadi kegembiraan pada suatu saat.
Maka, bergembiralah yang cemas dalam menargetkan tulisan di kompaiana ini.
Keyakinan
akan perubahan—dari cemas ke gembira—kiranya diakui kompasianer. Sebab, dengan
sering membaca, kompasianer akan bisa memahami tulisan. Memahami sesuatu
menjadi awal untuk menulis. Menulis sesuai dengan pemahaman. Jika paham soal
masalah budaya tulislah itu. Paham soal internet tulislah itu. Maka, tidak ada
kata cemas untuk menulis. Dunia tulisan itu luas. Dan, peluang untuk ke sana
ada di kompasiana ini. Di sini, ada simbioasi mutualisme. Kamu menulis saya
membaca, saya menulis kamu membaca. Kamu menulis, saya menulis. Kamu membaca
saya juga membaca.
PA,
10/6/13
Gordi
Post a Comment