Kota Jakarta makin gencar didatangi dan dikunjungi orang.
Berbagai alasan pun muncul ketika orang atau rombongan terrtentu hendak datang
ke Jakarta. Ada alasan yang memang betul-betul mendukung orang atau rombongan
untuk datang ke Jakarta. Mendukung karena memang orang tidak bisa menemukan apa
yang ia cari di tempat lain misalnya mengunjungi monumen nasional (Monas) atau
mencari dokumen sejarah di museum Sumpah Pemuda atau juga meneliti teks sejarah
yang ada di museum Sumpah Pemuda. Namun, ada juga alasan-alasan yang dangkal,
yang sebenarnya tidak terlalu mendesak untuk datang ke Jakarta. Misalnya saja
untuk bersenang-senang atau mencari gengsi dengan cara tinggal sementara di
Jakarta. Dia kembali ke kampung halaman membawa kebiasaan jelek yang ia lihat
di Jakarta lalu memprovokasi orang kampung yang tidak tahu apa-apa tentang kota
Jakata. Orang akan segan dengan dia karena baru saja pulang dari Jakarta.
Banyak orang kampung mengira bahwa orang yang tinggal atau pernah tinggal di
Jakarta itu orang hebat dan baik padahal tidak semuanya seperti anggapan itu.
Apa sebenarnya yang terjadi dengan orang yang ramai-ramai berkunjung ke Jakarta
tiap tahun?
Jakarta sebagai ibu kota negara Republik Indonesia tentu
saja wajar kalau dikunjungi banyak wisatawan dari luar negeri. Orang yang
datang ke Indonesia akan membayangkan kota Jakarta karena di situlah pusat
negara Indonesia. Tentu saja mereka menganggap ada yang kurang kalau berkunjung
ke Indonesia tetapi tidak melihat kota Jakarta. Begitu juga dengan para pejabat
yang berkunjung ke Indonesia entah untuk urusan kenegaraan atau hanya untuk
rekreasi saja atau juga untuk keperluan pribadi. Kalau ada urusan kenegaraan pasti mereka akan melihat
Jakarta sebagai pusat negara Indonesia. Mereka ini wajar dan pantas berkunjung
ke Jakarta karena urusan penting seperti urusan kenegaraan. Tentu saja alasan
itu menjadi pendukung kedatangan mereka.
Tiap tahun banyak orang dari seluruh penjuru Indonesia
datang dan mau tinggal di Jakarta. Mereka ini tidak hanya mau melihat Jakarta
tetapi mau tinggal di Jakarta untuk mencari pekerjaan. Bekerja di Jakarta
memang kadang menjanjikan dari segi keuangan atau ekonomi tetapi kadang juga
tidak menjanjikan sama sekali. Bekerja atau menjadi pekerja di kampung halaman
masing-masing juga menjanjikan dari segi keuangan atau ekonomi asalkan saja
orang harus setia pada pekerjaan mulia itu. Kalau begitu mengapa masih banyak
orang yang memilih Jakarta sebagai tempat kerja ketimbang kampung halaman
mereka?
Dalam hal inilah Jakarta punya kelebihan. Bekerja di
Jakarta itu selain menjanjikan dari segi ekonomi juga punya citra lain yakni
gengsi dan juga jaminan lainnya misalnya rumah sakit dekat, bahan-bahan
kebutuhan pokok mudah didapat. Bekerja di kampung halaman tentu saja menjanjikan
dari segi ekonomi namun tidak sebanding dengan yang ada di Jakarta. Bayangkan
sebagian besar uang di negeri ini dialirkan di Jakarta. Banyak lapangan kerja
misalkan di kantor-kantor, pabrik-pabrik, kantor perusahaan multinasional ada di Jakarta.
Namun, sebetulnya kalau dilihat lebih jauh persoalan
bekerja di Jakarta dan di kampung halaman itu sama saja nilainya. Bekerja di
Jakarta terjamin dari segi ekonomi namun hal ini dibayar mahal dengan jaminan
lainnya yakni keamanan. Jakarta paling rawan dengan masalah yang berkaitan dengan tindakan
kriminal. Harga bahan pokok dan produk lainnya juga mahal sebanding dengan upah
karyawan/wati. Upahnya besar pasti harga bahan pokoknya juga mahal. Sementara,
di kampung halaman keamanannya terjamin, harga bahan pokoknya juga tidak mahal
bahkan ada yang tidak perlu dibeli karena bisa diproduksi sendiri. Dalam hal
ini juga orang kampung bisa menjadi teladan dalam menciptakan lapangan kerja.
Mereka bisa saja menanam padi, buah-buahan, sayur-sayuran, dan bahan pokok lainnya.
Pekerjaan ini tentu saja membutuhkan banyak tenaga kerja sehingga orang kampung
tidak perlu lagi ke Jakarta untuk mencari kerja.
Bekerja di Jakarta kadang lebih banyak pengorbanannya.
Mereka yang menjadi pembantu rumah tangga siap menerima perlakuan kasar dari
majikan. Memang perlu diketahui juga bahwa tidak semua majikan berlaku demikian
tetapi pasti ada yang melakukan hal ini. Mereka yang tidak mendapat pekerjaan
layak terpaksa lari ke klub-klub malam dan di bar-bar untuk menjual harga diri
alias menjadi pekerja seks komersial untuk mendapat uang. Belum lagi ada
kejadian yang menakut-nakuti orang kaya atau orang yang diduga punya banyak
uang. Kejadian itu misalnya kasus pencurian dan hipnotis. Ada juga kasus
penculikan anak yang kemudian meminta tebusan dari orangtuanya. Masih banyak
masalah lainnya. Sudah siap menghadapi hal ini? Di sinilah warga Jakarta
dituntut untuk berkorban dan mengatasi semua masalah ini.
Kelompok ketiga yang mengunjungi dan juga menetap sementara di Jakarta
adalah para mahasiswa/i yang belajar di Jakarta. Saya rasa wajar kalau mereka
ini tinggal sementara di Jakarta asalkan untuk belajar atau belajar sambil
bekerja. Sebaiknya setelah selesai kuliah, mereka harus kembali ke kampung
halaman dan menciptakan lapangan kerja, mengajak orang kampung untuk
bersama-sama mendirikan lapangan kerja baru dan tidak perlu lagi ke Jakarta
untuk bekerja. Hal ini kerapkali sulit dilakukan oleh mereka yang belajar di
perguruan tinggi padahal sudah mendapat ilmu. Kalau mereka bisa menerapkan ilmu
itu pasti banyak lapangan kerja baru di daerah. Kalau lapangan kerja sudah ada,
orang tidak lagi ke Jakarta, dan juga peredaran uang tidak hanya di Jakarta
saja tetapi ada di seluruh daerah. Memang hal ini membutuhkan pengorbanan besar
khususnya untuk orang yang pertama kali membuka lapangan kerja di
daerah-daerah. Untuk selanjutnya, keadaan pasti berubah. Pertanyaannya, apakah orang
mau berkorban demi kebaikan sesama?
Uang yang beredar di Jakarta saja tentu membawa dampak
kurang baik bagi seluruh masyarakat Indonesia. Banyak orang yang datang ke
Jakarta menjadi pengemis karena mereka pikir orang Jakarta itu punya banyak
uang. Namun, kadang yang terjadi justru sebaliknya, mereka diusir dari Jakarta.
Orang Jakarta mau supaya yang tinggal di Jakarta hanya orang kaya saja yang
miskin ditolak. Para pengemis akan mengalami kesulitan. Di kampung, mereka
sulit mendapatkan uang, di kota mereka diusir.
Melihat kondisi ini penulis menganjurkan kepada seluruh
calon pengunjung kota Jakarta untuk mempertimbangkan baik-baik sebelum datang
ke Jakarta. Perlu dipikirkan apa alasan datang ke Jakarta. Alasan itu pun harus
betul-betul mendukung orang untuk datang dan tinggal di Jakarta. kalau alasan
itu belum ada lebih baik tidak usah datang ke Jakarta. Kalau punya alasan dangkal alias belum
mendesak lebih baik jangan dulu datang ke Jakarta. Kalau masih ada peluang
untuk menjadi pekerja di kampung halaman lebih baik bekerja di situ saja dan
tidak perlu datang ke Jakarta. Lebih bagus lagi kalau orang kampung menciptakan
lapangan kerja baru yang membutuhkan banyak tenaga kerja sehingga orang kampung
sendiri yang menjadi pekerjanya. Kalau demikian orang kampung tidak lagi datang
mengemis atau menjadi pekerja tidak layak di Jakarta. Sistem yang berlaku
selama ini—di mana banyak perusahaan atau pabrik yang hanya beroperasi di
Jakarta—tentu saja kurang baik. Sistem ini membuat Jakarta sebagai kota tempat
tinggal bagi semua orang. *Gambar dari google.
Jakarta, 02 Desember 2008
Gordi Afri