Halloween party ideas 2015

The Greatest Light


photo by M. Longfellow
In this Love Sunday 3, I want to share about The Great Light. This is a center of Jesus’s word today (January 26, 2014). He said that all people that live in the darkness have seen a great light. He was saying in the past participle and not in the future. That means the light have come. But, did we see this great light?

In the meeting with the children today, my friend Simon said that Jesus calls us to see the great light. We are called to be a priest, pope, bishop, religious, and so on and others be called to be father and mother in one family. I think We are one family. Like Santo Conforti said, “We are called to be one family”.

This is our vocation. There is not superior one another. All this same. The end of our vocation or our life is seeing the great light. We are going in there.

In the sacristy, I speak with Father Luciano. He asked me, “Are you see that many people come in this church every Sunday?”
“Yes, Father, I see.” I see that many people come into this church.
“This is the great light,” I said.
He laughs when he hears my responds. I think that they come to see the great light. Therefore, Father Luciano and also I and other catechists must give the great light for them. I think this is our task that is give the great light for others.

All human call for this. Not only the Catholics, but also all religion included the atheists. The great light appears through at our daily activity. So that the great light not also the center of one religion. But that is the center of our life.

Gordi

foto oleh Avard Woolaver
Setiap orang mendambakan dirinya dihormati oleh orang lain. Seorang anak mendambakan agar dia dihormati oleh orang tuanya. Ini merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, ingin dihormati dan ingin menghormati.

Banyak kisah tentang seorang pimpinan perusahaan yang menghargai dan menghormati karyawannya. Ini perilaku yang patut dicontoh demi kebaikan sang pemimpin dan karyawannya serta kebaikan lingkungan kerja. Namun seiring dengan cerita kebaikan itu tak jarang ada cerita memilukan lainnya. Seorang bos seenaknya saja berperilaku buruk terhadap bawahannya. Simaklah kasus-kasus seperti bos yang melecehkan sekretaris pribadinya, seorang bos yang tidak menghargai kinerja karyawannya. Sungguh ini perilaku yang membuat ketidaknyamanan dalam lingkungan kerja.

Saya tertegun dengan beberapa dosen kami. Ketika kuliah pagi hari, ada karyawan kampus yang mengurus minuman dan makanan untuk para dosen. Ketika sang dosen berada di kelas selama lebih kurang 30-45 menit, sang karyawan membuka pintu ruang kelas dan membawa segelas teh hangat untuk sang dosen. Kami sebagai mahasiswi/a hanya meneguk air liur sendiri melihat teh hangat itu. Belum saatnya kami disuguhi minuman seperti itu. Saya kira tidak bijak juga kalau kami diberi minuman teh. Jumlah kami banyak. Nanti merepotkan karyawan kami. Tetapi kami tetap diberi minum yang bisa diambil sendiri di tempat khusus. Di situ ada air aqua dalam galon yang bisa diambil kapan saja. Asalkan kami membawa botol minuman masing-masing.

Beberapa dosen mengucapkan Terima Kasih sambil menunduk dan menoleh ke muka karyawan itu. Beberapa yang lain lagi hanya menunduk saja. Dan, beberapa dosen lagi tidak mengucapkan apa-apa karena mungkin sedang serius menjelaskan bahan kuliah kepada kami. Ada yang, meski sedang menjelaskan materi dengan semangat, dia berhenti sejenak dan mengucapkan Terima Kasih sambil menunduk dan menoleh ke arah karyawan itu. (sekadar catatan, ada beberapa dosen yang membawa sendiri gelas airnya di ruang kelas sehingga karyawan kami tidak perlu mengantar air ke kelas). Lama sekali saya mengerti apa arti ucapan terima kasih sang dosen. Dari dulu saya menganggapnya hanya ucapan biasa belaka. Namun, betulkah itu sudah menjadi kebiasaan para pemimpin dalam sebuah lembaga?

Dalam sistem ketenagakerjaan bos dan karyawan adalah orang yang berada di atas dan di bawah. Jika diibaratkan demikian, di kampus kami, dosen adalah sang bos, sang pimpinan, dan karyawan itu adalah karyawan, sang bawahan. Relasi antara atasan dan bawahan ditentukan oleh kebijakan masing-masing kantor. Relasi ini juga tergantung pada kemampuan sang bos dan karyawan untuk membangun sistem komunikasi yang membuat masing-masing pihak bekerja dengan nyaman. Ada yang mungkin mengira bawahan tetap menjadi bawahan untuk selamanya baik di kantor maupun di luar kantor, baik waktu formal maupun nonformal. Ada pula yang menganggap bawahan sebagai patner kerja yang memandang relasinya setara meski dalam status kantor tetap berbeda.

Saya menduga relasi antara dosen dan karyawan kami sudah berjalan baik. Sang karyawan sudah dihormati, diakui kinerjanya oleh sang bos yang adalah dosen. Meski masing-masing dosen mempunyai cara tersendiri untuk mengungkapkan terima kasih ini, dari beberapa dosen sudah menunjukkan perhatian kepada karyawannya. Pekerjaan mengantar teh hangat ke hadapan sang dosen tampak seperti pekerjaan kecil. Dalam kekecilannya tersirat makna yang sangat mulia. Pekerjaan mulia yang diakui oleh sang dosen yang bergelar profesor dan doktor. Ada rasa senang dan bangga ketika seorang karyawan menerima ucapan terima kasih dari seorang profesor.

Dengan demikian, sudah terpenuhi kebutuhan dasar sang karyawan itu yakni menerima pengakuan dan dihormati oleh orang lain yang ada di lingkungan kerjanya. Pengakuan dan penghormatan ini membuatnya semakin rajin bekerja dan berusaha memberikan pelayanan yang terbaik kepada orang yang dilayaninya. Dalam sistem relasi seperti ini tidak ada sekat yang menciptakan jarak antara atasan dan bawahan. Komunikasi akan mudah jika atasan dan bawahan sudah membangun relasi yang baik.

Jika dalam sebuah perusahaan atau tempat kerja sang bos sudah menghormati bawahannya termasuk sekretaris pribadinya maka dia sudah memenuhi kebutuhan dasar bawahannya. Boleh jadi penghormatan akan martabat bawahannya sebagai manusia juga ikut dihormati. Bawahan bukan hamba yang bisa diperlakukan seenaknya seperti majikan di Malaysia yang seenaknya memperlakukan TKW kita dengan tindakan yang tidak manusiawi. Bawahan adalah manusia seperti sang bos yang memiliki martabat dan harga diri yang sama, yang patut dihormati oleh siapa pun.
Terima kasih saya ucapkan kepada para dosen. Semoga kami sebagai generasi muda tidak berhenti pada rasa kagum dan hanya mampu melihat perilaku sang dosen. Semoga kami mengingat dan berani mempraktikkan dalam kehidupan kami di mana saja kami berada nanti.

CPR, 5/5/2012
Gordi Afri

foto oleh gandeng_tangan
Beberapa hari belakangan media massa memberitakan kasus-kasus yang menimpa anak kecil di kota Jakarta. Ada anak yang dibuang begitu saja oleh ibunya. Untuk kasus ini bukan hanya anak tetapi yang paling banyak adalah bayi. Ada juga yang diculik orang tak dikenal dengan dalih-dalih yang menarik. Kita boleh setuju dengan kesimpulan para pakar bahwa akar permasalahannya adalah pendidikan dalam keluarga. 

Keluarga memainkan peran penting dalam membina dan mendidik anak-anak. Hanya keluarga yangs serius yang mampu membentuk kepribadian anak sehingga ia mandiri. Ini membutuhkan perhatian dan komitmen orang tua. Tak jarang permasalahannya terletak pada peran orang tua. Untuk zaman sekarang, hal ini sangat penting. Namun, hal itu tidak mudah diwujudkan. Orang tua terlalu sibuk, misalnya, lupa memberi pendidikan dan perhatian kepada anak-anaknya. Anak-anak mencari perhatian dan kasih sayang dari pengasuh anak. Kadang-kadang anak-anak tertarik dengan bujukan dan rayuan dari orang tak dikenal. Hal ini tidak disadari oleh orang tua yang terlalu sibuk dengan dunianya.

Saya memberi apresiasi kepada anak-anak dampingan kami di Warakas-Jakarta Utara. Kami berkumpul sekali seminggu, setiap hari Sabtu. Saya dan beberapa teman memberi pelajaran kepada mereka. Ini bukan sekolah privat yang dibayar. Kegiatan ini hanya kegiatan sosial. Pelajaran yang kami berikan pun berupa pelajaran yang dibahas di sekolah. Tak jarang kami hanya mengerjakan tugas dari sekolah. Kadang-kadang kami juga hanya bermain atau mendengarkan cerita. Tetapi bukan permainan kosong. Lewat permainan itu kami menanamkan nilai-nilai yang baik kepada anak-anak misalnya kejujuran, kesabaran, dan kerja keras. Permainan menebak angka atau huruf misalnya. Anak-anak dilatih untuk sabar menemukan jawaban. Anak-anak juga dilatih untuk dengan jujur menyebut angka yang dipilihnya. Saya merasa ini merupakan bagian dari pendidikan yang dibutuhkan oelah anak-anak seusia SD, dari kelas 1 sampai 6.

Ada juga anak-anak yang butuh didengarkan. Beberapa anak mengajak saya untuk bercerita. Mereka serius mendengarkan. Sesekali kami menyuruh mereka untuk bercerita tentang apa saja. Mereka bisa bercerita dan butuh didengarkan. Dari latar belakang orang tua mereka, akan ketahuan bahwa mereka kurang diperhatikan. Orang tua terlalu sibuk bekerja. Ada yang bertemu bapaknya hanya sekali sebulan. Ada yang hanya pada malam hari, kalau bapaknya pulang sebelum dia tidur. Ada yang hanya pagi hari. Macam-macam. Peran ayah dalam pendidikan anak tidak bisa sepenuhnya digantikan oleh peran ibu. Sebab ibu pada umumnya menanamkan nilai-nilai yang berkaitan dengan peran seorang ibu. Sedangkan bapak akan mewariskan nilai-nilai yang berkaitan dengan peran seorang bapak.
Kami belajar di bawah kolong tol Tanjung Priok. Beralaskan terpal yang digealr di atas tanah datar berlantai semen seluas 6×20-an meter. Kami menggunakan sebagian kecilnya saja, seukuran terpal, 5×6 meter. Halaman yang luas itu dijadikan tempat permainan bagi anak-anak di sekitar tol. Rumah mereka berdempetan sehingga tidak ada tempat untuk bermain. Lantas, kolong tol yang kosong itu dijadikan tempat bermain. Ada orang yang berbaik hati, memberi sumbangan untuk merapikan tempat itu. Kolong ini pun menjadi tempat yang nyaman untuk bermain, berjualan, parkir mobil, bahkan sebagai lapangan futsal.

Sebelum pelajaran kami biasanya membiasakan anak-anak untuk membaca buku. Anak-anak kelas 4 ke atas kami beri buku bacaan anak-anak. Buku cerita tentunya. Ada cerita nusantara. Ada juga buku cerita terjemahan dari  bahasa asing. Untuk anak-anak kelas 3 ke bawah, kami memberi buku-buku bergambar yang menarik. Ini kesempatan untuk memperkenalkan mereka pada dunia buku, dunia membaca, dunia mengembangkan wawasan.

Satu hal lagi yang mengagumkan saya yakni kebiasaan menabung. Ketika pertama kali bergabung dalam kegiatan ini, saya kaget. Anak-anak membawa uang Rp. 5.000,00, kadang juga Rp 10.000,00. Dan, ada beberapa orang yang hanya Rp.3.000,00. Rupanya mereka mempunyai buku tabungan. Saya pernah dipercayakan untuk mengisi buku itu sesuai dengan jumlah uang dan nama anak. Uang-uang ini nantinya akan dikembalikan kepada anak-anak pada akhir tahun. Buku tabungan dan uang disimpan oleh koordinator kegiatan ini yakni seorang suster/biarawati Katolik.

Ini kebiasaan yang baik. Anak-anak dibiasakan untuk menabung sejak kecil. Bukan tidak mungkin kebiasaan menabung ini akan mengakar dalam diri anak sampai dia dewasa nanti. Jika ini menjadi kebiasaan maka dia mempunyai satu modal hidup di masa depan. Ada anak yang menabung sampai Rp. 20.000, 00 dalam sekali setoran. Biasanya dia hanya menabung Rp. 5.000,00 dalam satu kali setoran. Ketika saya tanya asal-usul uang sebesar itu, dia mengatakan uang itu berasal dari pamannya. Dia baru saja menerima uang dari sang paman. Dia pun menabung uang itu tanpa tergoda untuk memberi jajan.

Saya yakin apa yang kami tanamkan dalam diri anak-anak dampingan kami akan menjadi modal besar bagi masa depan mereka. Kembali kepada peran keluarga dalam pendidikaan anak. Kami sedikit membantu peran keluarga dalam membina dan mendidik anak. Jumlah mereka kecil tetapi mereka bisa bersahabat, menghormati, dan berbagi kasih satu dengan yang lainnya. Meski kami belajar di bawah tol yang di sampingnya terdapat kali yang baunya menyengat di hidung, kami merasa senang berkumpul di tempat itu setiap hari Sabtu. Kami belajar di antara kerumunan banyak orang yang lalu lalang di sekitar kami tetapi kami tetap betah belajar dan bermain di tempat itu. Tempat itu sudah menjadi bagian dari kehidupan masa kecil kami. Di atas kepala kami ada mobil berlalu-lalang. Semoga suatu saat kami bisa menikmati hidup yang layak. Terima kasih untuk semua orang yang membantu kami dengan tenaga, dengan materi, dengan dukungan, dan dengan bantuan lainnya.

CPR, 8/5/2012



Powered by Blogger.