Halloween party ideas 2015

Mengapa kamu jadi pelacur?
Aku hanya bertanya
karena mendengar omongan orang
aku lantas mencari berita tentangmu

Mengapa kamu jadi pelacur?
Aku hanya bertanya
Karena aku tak tahu selkuk belukmu
Aku lantas berniat bertanya

Mengapa kamu jadi pelacur?
Aku hanya mendengar cerita orang
Menjadi pelacur itu enak
Bisa melacurkan diri setiap saat

Mengapa kamu jadi pelacur?
AKu juga mendengar
Pelacur itu kaya
Bisa jalan-jalan di berbagai kota

Mengapa kamu jadi pelacur?
Mungkin aku aneh
karena hanya bertanya
Orang lain sudah tahu siapa itu pelacur
Tetapi, aku terus-terus bertanya

Mengapa kamu jadi pelacur?
Mungkin tidak banyak yang bertanya sepertiku
Mungkin mereka hanya puas dengan informasi tentang pelacur
Tetapi, bagiku, pertanyaan ini penting

Mengapa kamu jadi pelacur?
Mengapa, mengapa, dan mengapa
kamuu…jadi pelacur

Mungkin banyak jawabannya
Mungkin juga akan dicibir
Mungkin juga akan dicap orang desa
Mungkin akan dianggap berpikiran kolot

Aku memang berasal dari desa
Yang tidak mengenal pelacur
Karena itu tabu di desa
Tetapi aku ingin terus bertanya, mengapa kamu jadi pelacur?

Jakarta, 26/8/13
Gordi

Kau petualang
Dari benua ke benua
Dari negara ke negara
Terdampar di satu kota

Kau lintas kota itu
Dari ujung yang satu ke yang lain
Lorong-lorongnya kau masuki
Kini kau kuasai lorong kota itu

Dari sana engkau berjalan
Berhenti di satu tempat
Yang amat ramai
Di situ kau melihat lalu lalang pengunjung

Kota ini memang ramai
Dan kau gunakan kesempatan ini
Keramaian disulap menjadi mata pencaharian
Kau pun menyorongkan tangan

Seraya meminta-minta
Kau jadi pengemis
Ya dari petualang
Menjadi pengemis

Sekejap saja
Disulap
Instan
Dan tak berkeringat

Kini kau bukan saja petualang
Tetapi pengemis
Ke rumah kau katakan petualang
Dan keluargamu mengenal petualang

Rupanya kau pengemis
Dan keluargamu tak tahu
Kau pengemis
Di kota ramai


Banyak jalan ke kota ini, 28/8/2013
Gordi

Kau….kau…kau
Tampak kasar
Memang mukamu kasar
Adakah hatimu kasar juga?

Aku piker ya
Muka saja kasar
Apalagi hatinya
Luar dalam kasar

Tapi benarkah demikian?
Benarkah yang di luar itu mewakili yang di dalam?
Benarkah yang dalam itu diwakili yang luar?
Benarkah demikian?

Daripada bertanya lebih baik menyaksikan
Tak dimungkiri mukamu kasar
Tapi rupanya hatimu lembut
Muka rupanya tidak sepenuhnya mewakili hati

Demikian jika mukamu halus
Tidak sepenuhnya mewakili hatimu
Boleh jadi muka halus
Tapi hati kasar

Dan memang mukamu yang kasar
Tidak sepenuhnya mewakili hatimu yang lembut
Kau tampak kasar
Tapi kau sigap membantu kala kubutuh sesuatu

Kau kasar tapi perbuatanmu lembut
Kau sigap kala ada orang tua hendak menyeberang jalan
Kau angkat kursi rodanya
Kau lambaikan tangan per tanda menghentikan mobil

Inilah cermin hatimu yang lembut
Yang tidak tampak dalam mukamu
Jadi, aku tidak bias menipu melihat mukamu yang kasar
Dan tidak bias menipu melihat hatimu yang lembut

PRM, 4/9/2013
Gordi

Damai, kata yang selalu diserukan
Baik untuk anjuran maupun perintah
Mari kita berdamai
Aku tinggalkan damai
Dan sebagainya

Deretan kalimat yang berisi damai
Dalam berbagai budaya, bahasa, dan rumusan
Pesan utamanya damai
Dari dulu sampai sekarang
Boleh jadi di masa datang

Mengapa pesan damai selalu muncul?
Dari dulu sampai sekarang
Masihkah pesan itu bergigi jika selalu diserukan?
Tulikah manusia mendengarnya?
Akankah dunia muak mendengarnya lagi?

Damai, damai, damai
Paus pun, simbol pemimpin
Menyerukan pesan damai untuk Siria
Siria, perwakilan negeri bahaya
Dan juga pemimpin lainnya

Damai, damai, damai
Dekat di mulut
Jauh di hati
Mudah diucap
Susah dibuat

Damai, damai, damai
Makin relevan jika selalu diserukan
Makin aktual jika selalu diperintahkan
Dari dulu sampai sekarang
Tidak lekang dihantam zaman

Mengapa damai jauh dari dunia?
Karena dunia jauh dari damai
Damai ada di dunia
Namun dunia menjauhkannya
Jadilah damai jauh dari dunia

Prm, 5 September 2013
Gordi


Tanpamu aku tak ada apa-apanya
aku hanya seorang yang tak berapa-apa
bukan karena tidak memiliki apa-apa
tetapi karena aku tak bisa berbahasa

memang aku tak mengerti bahasa baru ini
dan aku hanya bisa dengar saja
mendengar tanpa mengerti
hanya bisa melihat gerak tubuh

mulut, mimik, gerakan tangan, intonasi bicara, dan sebagainya
tanpa tahu apa artinya
tanpa tahu maksudnya
tanpa tahu ke mana arahnya

Dan kalaku diam engkau hadir
menemaniku dalam diam
dan kau bawa terang yang membantuku
kau menerjemahkan bahasa ini

tanpamu aku tak ada apa-apa
dan denganmu aku merasa nyaman
Paling tidak aku tidak ditipu
aku memahami sedikit arah pembicaraan

bagimu mungkin kata-kata itu sederhana
tapi tidak bagiku karena aku tak mengerti satu kata pun
dan kamu dengan setia menerjemahkan ke aku
aku pun bisa paham

aku tidak merasa sendiri
aku diam tapi aku mengerti
karena dimengerti
karena dibuat jadi mengerti

terima kasih sahabat
kau gunakan kemampuanmu untuk membantuku
dan aku merasa bangga sekali
punya sahabat sepertimu

terima kasih

Prm, 14 Sept, 13
Gordi

Kamu mendadak romantis
Bukan hal luar biasa
Itu biasa
Karena aku memang selalu romantis

Aku kira kamu juga bisa romantis
Baik mendadak atau dikondisikan
Kamu juga makhluk romantis
Seperti KITA pada umumnya

Ya, romantis itu perasaan semua orang
Memang dalam roamantis segalanya tampak bersemangat
Siapa yang tidak bombardir jika dihantui romantis itu
Dan, karena itu aku juga jadi mendadak romantis

Kamu bilang itu mendadak
Padahal itu sudah ada sejak dulu
Makudnya manusia, kamu dan aku
Pada dasarnya selalu romantic

Jika sekarang romantis itu muncul
Itu bukan tiba-tiba
Tetapi itu hal biasa
Dan bukan luar biasa

Mari kita berromantis
Bersemangat dalam suasana romantis
Di dalamnya tidak ada yang bosan
Yang ada hanya semangat

Salam romantis untukmu

Prm, 24/9/13
Gordi

Demikian kata orang
Dan aku baca lagi kalimat itu
Diam itu emas
Entah berapa kali orang mengulangnya

Kalau disebut-sebut memang berarti masih relevan
Dan aku kira kalimat itu masih relevan
Hanya saja diam itu apa sebenarnya?
Apa yang dimaksud dengan emas dalam diam itu?

Diam itu emas, apakah itu?
Emas memang sudah terkenal
Banyak orang memburunya
Bukan saja kaum berduit tetapi kaum yang ingin berduit juga

Tahu kan?
Ada pemborong emas
Ada pengoleksi emas
Ada penjual emas
Tetapi ada juga yang satu ini, perampok dan pencuri emas

Jadi diam itu emas maksudnya apa?
Apakah diam itu akan menghasilkan sesuatu yang mengangkat gengsi seseorang?
Apakah kala diam, emas itu akan datang membawa berkah?

Diam itu tidak selamanya emas
Diam itu kadang menghayutkan
Kala kita diam dan tak peduli
Diam itu mencelakakan

Kala pemimpin diam dengan situasi rakyatnya
Saat itulah diam itu bukan emas lagi
Diam di situ adalah sumber celaka
Diam itu menghancurkan

Dan adakah pemimpin yang diam itu?
Tentu ada
Buktinya rakyat masih merasakan kecelakaan dalam berbagai bentuknya
Disepelekan, diabaikan, dibiarkan terkena perlakuan tak adil, dan sebagainya
Saat itulah diam itu menghancurkan

Jadi masihkah diam itu emas?
Tidak selalu
Diam itu ya diam
Diam itu berarti tidak berbuat apa-apa
Diam itu hanya ada dalam pikiran saja
Diam itu tidak berefek sosial

Salam dalam diam

Prm, 29/9/2013
Gordi


Aku perantau yang gampang galau
Ingat tanah leluhur
Juga sahabat, handai taulan
Juga keluarga tercinta

Tapi aku ingin bersatu dengan tanah baruku
Ingin masuk lebih dalam
Baik dengan bahasa, budaya, dan kebiasaan mereka
Namun aku juga tak ingin lupa kulitku

Kulitku dari tanah leluhur
Di situ kulitku terbentuk
Oleh bahasa, budaya, dan kebiasaan
Yang sekarang sudah terbentuk dalam diriku

Kini aku ingin melupakan sejenak semua itu
Biar bisa masuk dalam kulitku yang baru
Bahasa, budaya, kebiasaan
Juga suasana dan kondisi masyarakat di sini

Kelak ketika kulit itu terpasang dalam tubuhkuùaku tak guncang dan galau lagi
Aku sudah anggap diriku sekulit dengan mereka
Sehingga aku dan mereka adalah satu

Bukan lagi mereka, kalian, kamu
Kami, aku, kami punya
Tetapi kita, kita semua
Kita bersama-sama

Aku ingin menjadi seperti mereka
Tetapi juga tak ingin melupakan diriku
Yang sudah terbentuk dengan kulit asliku
Tanpa membedakan kulit mereka saat ini dan kulitku

Jadi, aku terlahir sebagai orang baru
Tetapi aku tetapi ingat diriku yang lama
Yang sulit dan tak ingin aku lupakan
Kelak suatu saat mereka juga akan bertanya

Dari mana asalmu?
Dari kulit inilah aku ada

Prm, 7 Sept, 2013
Gordi

Daun kemuning
Dulunya hijau
Dasarnya juga hijau
Memang daun tetaplah hijau

Daun hijau
Jadi sumber energi
Bagi batang pohon
Yang bias menampung sinar mentari

Memasoknya dalam tubuh pohon
Juga menyangga air hujan
Agar batang pohon tetap basah
Daun hijau juga jadi rerimbunan pohon

Kini daun hijau jadi daun kuning
Semua daun jadi kuning
Pohon menjadi lain kala daunnya kuning
Tetapi mau bagaimana lagi daun jadi kuning

Daun berbubah bukan sekadar berubah
Daun memang menjadi aset berharga bagi batang pohon
Dan saking berharganya dia rela mati demi bagian pohon yang lain
Rela gugur demi adaptasi dengan alam

Daun hijau kini jadi kuning
Lalu selanjutnya akan hilang
Daun gugur demi batang seluruhnya
Daun pada dasarnya hijau
Namun kala musim gugur
Berubah jadi kuning
Lalu gugur demi menyelamatkan pohon

Puisi di musim gugur


Prm, 27/10/13
Gordi

Seks adalah bagian tubuh
Bermain seks bukan paksaan
Bermain seks adalah sebuah kebebasan
Karena itu bermain seks adalah pilihan

Kata-katamu ini tertulis tebal
Tepat di beranda kamarmu
Aku terpaku membacanya
Kalaku masuk kamarmu

Betulkah bermain seks adalah sebuah kebebasan?
Aku merenung lama
Sambil ku melirik kutipan menarik lainnya
Tapi aku tetap tergoda mencari jawabannya

Memang benar, kataku
Bermain seks adalah sebuah kebebasan
Seperti juga permainan lainnya
Bermain sepak bola juga merupakan kebebasan

Maka, tidak mengenakkan jika permainan seks menjadi sebuah paksaan
Jika dipaksa tentu tidak nikmat
Tapi ada juga yang rela dipaksa
Demi bayaran yang tinggi

Ah ini perkara lain
Kalau mau jadikan seks sebagai kebebasan
Mainlah dengan bebas
Tanpa takut disadap

Kalau seks di sekolah gimana?
Di sekolah kan hanya belajar ilmu pengetahuan
Tak elok jika bermain di situ
Apalagi kalau anak sekolah bermain seks

Belum waktunya
Belum pas untuk kalian pahami
Kalian tentu butuh kebebasan
Tapi kalian menjadi tidak bebas jika bermain seks pada umur seperti ini

Prm, 3/11/13
Gordi

Rasanya kita berjauhan
Memang kenyataannya demikian
Kamu di sana
Aku di sini

Antara aku dan kamu ada rindu
Yang jadi jembatan untuk mengingat
Meski tak saling tahu
Kamu mengingatku atau sebaliknya

Tetapi dengan rindu
Yang selalu terucap kala berkomunikasi
Kita sama-sama berargumen
Kalau kita saling mengingat

Rinduku di sini
Rindumu di sana
Rindu kita berdua
Rindu yang selalu ingin menjadi nyata

Layaknya jembatan rindu juga bisa roboh
Rindu yang tak kunjung berakhir
Akan menjadi rindu yang pudar
Rindu yang sekadar dirindukan

Rindu memang bisa menjadi tanda
Yang menghubungkan kita berdua
Tetapi kalau rindu tetap saja menjadi penghubung yang tak kunjung batas
Rindu itu lama-lama akan roboh

Jadi rindu memang sekadar bersifat sementara
Rindu mengarungi waktu
Namun bukan tanpa akhir
Rindu mesti berakhir

Kalau rindu tidak berakhir
Itu bukan rindu lagi
Yakinlah kita saling melupakan
Jika kerinduan kita tidak berakhir

Rindu itu mesti berakhir
Saat kita bertemu lagi
Saat kita berkomunikasi
Saat kita sama-sama merasa dekat

Rindu berakhir saat kita berempat mata
Saat kita berpandang berdekatan
Saat kita saling bersentuhan
Saat kita saling berjabatan tangan

Prm, 21/11/13
Gordi

gambar dari internet


Suatu pagi di halaman sekolah
“Bapak, pagi ini dingin sekali”, ujar Nicola.
“Ya nak, sekarang musim dingin”, balas bapaknya.
“Apakah teman saya juga dingin?”
“Tentu saja, semuanya dingin.”
“Tapi pa… mereka dalam mobil, mungkin tidak dingin seperti kita.”
“Ya nak, tentu saja. Kita datang dengan sepeda dan merasakan dingin yang lebih dari mereka.”
Bapak menurunkan Nicola di halaman sekolah. Lalu memarkir sepedanya. Kemudian keduanya masuk di beranda sekolah.
“Pa….mereka tidak diantar oleh bapak atau ibu, biar saya ikut mereka, bapak sampai di sini saja.”
“Terima kasih Nicola. Bapak nanti datang jemput kamu pakai sepeda.”
“Sama-sama pa… hati-hati di jalan,” balasnya sembari mencium jari-jari tangan bapaknya.

Di dalam kelas
“Hai…Tom, selamat pagi,” sahut Nicola.
“Selamat pagi juga. Apa kabar?” balas Tom.
“Kabar baik, tapi……saya dingin sekali. Apakah kamu juga dingin?”
“Tentu saja. Kan musim dingin, semuanya dingin.”
“Aku kira kamu yang naik mobil tidak dingin seperti saya yang diantar pakai sepeda.”
“Ah..sama saja.”

Halaman sekolah
“Pa….ternyata temanku juga merasakan dingin yang sama.”
“Ya, tentu saja.”
“Hem..aku pikir yang naik mobil tidak kena dingin. Jadi, naik mobil atau naik sepeda sama saja. Semuanya dingin.”
Keduanya naik sepeda lalu kembali ke rumah. Di jalan, mereka merasakan dinginnya udara. Tetapi, itu sudah biasa bagi mereka. Mereka mengenakan baju tebal dan hangat, selendang untuk menghangatkan leher, juga menutup mulut dan hidung.

^Cerita menjelang musim dingin

Prm, 28/11/13
Gordi

Profesi sebagai dokter
Diincar, dicari, diminati
Tapi susah banget
Kuliahnya, bayarnya

Dokter dibutuhkan
Kala rakyat sakit
Apalagi di musim penyakit
Atau bencana alam

Dokter dan pasien
Ada relasi yang bagus
Layaknya ibu dan anak
Mencari yang terbaik

Dokter, pemegang nyawa pasien
Bisa jatuh nyawa
Tapi bias juga selamatkan
Tentu tidak sepenuhnya

Ada keyakinan lain
Nyawa manusia di tangan pencipta
Jadi, tidak selamanya di tangan dokter
Tapi dokter juga bisa merawat nyawa itu

Apa jadinya jika pasien dan dokter tidak akur?
Tentu saja kalang kabut
Pasien huru-hara mencari penyelamatan
Sementara dokter juga tentunya merasa tidak enak meninggalkan pasien

Lalu bagaimana?
Mesti dicari apa penyebabnya
Mengapa relasi ini renggang
Tentu boleh ditebak

Bukan salah dokter
Bukan salah pasien
Tapi salah siapa?
Salah sistemnya

Sistem ini menggerakkan
Sekaligus memengaruhi semuanya
Jika satu saja yang keliru
Seluruh sistem akan ambur-adul

Jadi sebaiknya sistem ini dibenah
Biar pasien dan dokter tetap akur
Juga pasar pasien dan dokter
Alias rumah sakit


Prm, 1/12/13
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana-fiksi

Matahari, kau penyelamatku
Tanpamu ku merasa kehilangan
Denganmu ku merasa segar
Juga amat hangat

Matahari untung kamu ada
Kalau tidak aku dingin sekali hari ini
Betapa suhu ini amat dingin
Di sekitarku dinginnnnnnn sekaliii

Matahari untung kau terbit
Kakiku dingin tanpamu
Aku sudah menutupnya dengan celana
Juga kaus dan sepatu

Tetapi apa daya tetap dingin
Untung ada kamu
Dinginnya berkurang
Tanpamu pasti lebih dingin lagi

Matahari untung ada kamu
Kalau tidak betapa gelap hidup ini
Denganmu semua tampak terang
Juga hati dan pikiranku terang

Matahari betapa kamu berguna bagiku
Juga bagi kami
Tetapi betapa kami tidka menghargaimu
Dalam kehidupan harian kami

Di daerah tropis kamu tidak dihargai
Karena mereka merasa kau memanaskan mereka
Bahkan mereka sampai berkeringat
Mereka benci siang

Di daerah kutup dan selain tropis
Kamu amat dirindukan
Bak kekasih hati yang selalu ingin dekat
Mereka merindukanmu pagi hingga sore
Mereka membutuhkanmu untuk bertahan dari suhu dingin

Namun, mana yang cocok?
Bagiku dan kami kau adalah kekasih
Namun, bagi mereka, kau adalah pengusik badan
Entahlah, yang jelas kau tetap bersama kami


Prm, 3/12/13
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana-fiksi

Kasur hangat alas tidur
Kaulah penyelamatku
Di atasmu kurebahkan diri
Sekadar memanjakan diri

Kasur hangat sang penyabar
Di atasmu ku tak sadarkan diri
Sepanjang malam nan dingin
Sekadar membuang kelelahan seharian

Kasur hangat nan empuk
Di atasmu kumerasakan keempukanmu
Aku terperangkap dalam keempukanmu
Sampai-sampai ingin berlama-lama denganmu

Memang kau dan aku jadi satu
Kala malam datang hingga pagi datang
Hanya kau dan aku yang tahu
Tapi juga hanya aku dan kau yang tidak tahu

Betapa tidak, kala ku terlelap
Dan kau memberiku kehangatan
Aku tak sadar lagi Aku tak tahu lagi
Apa yang terjadi

Aku kira kau juga tak tahu
Aku mengapakan dikau
Dan dikau mengapakan daku
Tapi aku dan kau sama-sama puas

Aku dan kau sama-sama saling beri
Kau beri keempukan padaku
Dan aku pun jadi terlelap
Di atas keempukanmu

Dan aku pun beri waktu untukmu
Waktu untuk merebah di atasmu
Sekadar ingin menyatu denganmu
Sepanjang malam nan dingin

Prm, 6/12/13
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana-fiksi

Kala dingin datang
Ku dekati kau selimut
Kau hangatkan badanku
Di atas kasur empuk

Denganmu aku merasa hangat
Dan karena hangat
Aku bisa tidur nyenyak
Hingga fajar menyingsing

Kau dan aku selalu bersama
Namun kadang-kadang dingin sekali
Biasanya hanya kau dan aku
Tapi kali ini izinkan aku kau dan mereka

Bukannya ingin berselingkuh
Bukan juga ingin mendua hati
Tapi semata-mata karena dingin
Yang membuat kita tidak saja berduaan

Kita mesti butuh yang lain
Dan aku ditemani beberapa selimut
Bukan saja denganmu yang sudah sekian lama bersamaku
Tetapi juga ada selimut lain

Jadi kita bukan dua lagi
Tetapi banyak hingga berempat
Selimut satu dua tiga dan empat
Semua ini untuk menghangatkan badan

Rasa dingin ini begitu terasa
Musim dingin akan segera datang
Kusiapkan segalanya
Ibaratnya sedia payung sebelum hujan

Prm, 22/12/13
Gordi


*Permah dimuat di blog kompasiana

Kala ada aksi teroris
Semua merasa diteror
Tak nyaman untuk beraktivitas
Bahkan juga semua merasa tertuduh

Kala ada aksi teroris
Semua bisa berspekulasi
Juga berprasangka tentang siapa pelaku
Bahkan yang tak terkait pun dikaitkan

Masalahnya sederhana
Mengapa tak berhasil menemukan pelakunya
Apakah aparat mandul di hadapan teroris?
Tentu tidak

Boleh jadi ada teroris benaran
Tetapi juga teroris buatan
Teroris benaran semestinya mudah ditemukan
Jika dia mengancam kenyamanan warga negara

Hem…..Teoris buatan
Ini yang merepotkan
Munculnya tak tentu
Kala suhu politik dan ekonomi tak menentu
Dia beraksi

Boleh jadi macam ini dikonsepkan secara rapi
Di belakangnya nebeng motif politik dan ekonomi
Kena getahnya pada aspek sosial dan keamanan masyarakat
Juga reputasi negara di hadapan pihak internasional

Jangan-jangan negara A dianggap sarang teroris
Padahal hanya teroris buatan
Tetapi tetap nama A dianggap sarang teror
Sialnya tidak bisa mengatur teroris benaran dan teroris buatan


Prm, 3/1/14
Gordi


*Pernah dimuat di blog kompasiana

Egoism, kata asing, yang dalam bahasa Indonesia jadi egoisme. Pandangan yang tidak mau tahu dengan yang lain. Dari sini muncul berbagai prinsip aneh.

Kamu-kamu, kami-kami. Kita-kita, mereka-mereka. Hitam-hitam, putih-putih. Kaya-kaya, miskin-miskin. Dan sebagainya.

Dengan egoism atau egoisme, semua pintu tertutup. Tidak ada untuk kamu. Hanya kami dan kaum kami. Dan tidak ada saling paham, saling mengerti. Dengan ini, tidak ada saling bagi. Berbagi adalah tumbal yang meruntuhkan kenyamanan-egoisme.

Aku, orang kaya tak mau tahu dengan kamu, orang miskin. Aku tetap aku dan kamu tetap kamu. Tidak ada ruang bersama antara kita. Kamu sengsara dan aku nyaman, itu realitas. Siapa suruh jadi orang sengsara dan menderita?

Dunia ini jadi apa tanpa berbagi? Egoism meraja di mana-mana. Masyarakat menggeliat menghadapi krisis dalam masyarakat dan kaum sebelah tetap tak mau tahu. Oh egoism, egoisme. Sampai kapan????

Prm, 5/1/14
Gordi

Pernah dimuat di blog kompasiana



Indonesia hingga saat ini statusnya tidak jelas. Dibilang kaya bahan makanan ya. Dibilang tidak juga ya. Seperti berada di antara ya dan tidak. Memang Indonesia mempunyai banyak orang kaya. Namun, Indonesia juga mempunyai banyak orang miskin (mayoritas). Bahkan yang lebih sering diperhatikan dunia internasional adalah masalah gizi buruknya.

Status Indonesia yang berada ‘di antara’ ini rupanya tidak tampak dalam Peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70 di kota Milan. Di sana, tidak tampak sama sekali status ‘di antara ini’. Yang ada di sana justru sangat gamblang yakni Indonesia kaya dan mampu menghidupi rakyatnya. Ini ditampilkan dalam tumpeng yang uniknya bukan main.

Tumpeng ini seolah-olah mengatakan pada para pengunjung bahwa begini lho situasi Indonesia. Makanan berlimpah untuk warganya dan juga para tamunya. Tumpeng itu sekaligus membungkam para pengamat yang selalu mencari berita tentang kelaparan di Indonesia. Emang Indonesia masih lapar? Tentu saja tampaknya tidak. Tetapi sebenarnya banyak orang Indonesia yang lapar akan kebutuhan dasar ini yakni makanan. Sangat sulit dipastikan angkanya. Yang mudah dibuktikan adalah tanda-tanda kelaparan itu sendiri. Pengemis, penganggur, petani yang kehidupannya tidak makmur, nelayan yang tidak jelas mata pencahariannya, pekerja digaji rendah, pegawai kontrak yang tidak jelas pekerjaan tetapnya. Inilah tanda bahwa Indonesia masih memiliki banyak orang lapar.

Foto Tumpeng Merdeka, Mbak Ina W
Kelaparan ini boleh saja nyata di Indonesia tetapi di Ekspo Internasional di kota Milan kelaparan ini tidak ada. Tema Ekspo memang mengajak manusia menjaga alam, merawat alam, bahkan memberi makan kepada alam agar tetap hidup sejahtera. Ini berarti juga mengajak kita untuk memberi makan kepada sesama kita. Tema ‘memberi makan kepada alam’ mungkin terlalu bombastis karena seharusnya alamlah yang justru memberi makan dan menghidupi manusia, bukan sebaliknya. Melihat jauh lebih dalam, masalah manusia dan alam saat ini sebenarnya bukan soal makanan. Masalah yang sebenarnya—mengutip pendapat Paus Fransiskus—adalah ketidakadilan.

Paus asal Amerika Latin ini mengatakan bahwa ‘kita mempunyai makanan berlimpah dan cukup untuk semua manusia’. Alam kiranya sudah menyediakan semuanya untuk manusia di planet bumi ini. Jadi, alamlah yang memberi makan pada manusia. Paus melanjutkan bahwa ‘begitu banyak orang yang merampas makanan orang lain’. Ini kiranya konkret pada beberapa orang yang menguasai sebagian besar kekayaan alam bumi ini. Dari ketidakadilan inilah lahir kelaparan.

Kelaparan seperti inilah yang juga nyata di Indonesia. Tetapi Indonesia juga punya kekayaan alam yang berlimpah. Indonesia adalah salah satu negara dengan kelimpahan makanan. Kelimpahan ini kiranya ditampilkan dalam TUMPENG BESAR yang ada di paviliun Indonesia pada 17 Agustus kemarin.

Tumpeng ini betul-betul menunjukkan kelimpahan makanan di Indonesia. Dengan kelimpahan ini, Indonesia tidak saja memberi makan kepada rakyatnya tetapi juga kepada para tamunya. Memang, tumpeng yang ada di Milan kemarin itu dinikmati oleh lebih dari 1000 orang. Kiranya Indonesia bangga karena mampu memberi makan kepada pengunjung sejumlah itu.

Ukur tinggi tumpeng, foto mbak Ina W
Tumpeng itu patut mendapat penghargaan. Dan memang ada penghargaannya, dari MURI sekaligus dari GWR (Guinness World Records). Tumpeng itu adalah kado terindah di hari ulang tahun ke-70 negeri ini. Tumpeng itu kiranya tepat dinamakan TUMPENG KEMERDEKAAN. Tumpeng itu memang diberi simbol kemerdekaan. Ada 17 macam lauk pauk yang memberi rasa padanya. Angka ini menunjukkan tanggal 17. Bulan Agustus diwakili oleh angka 8. Dan tumpeng itu dibuat dengan 8 tingkatan. Di bagian dasar tumpeng itu masih ada hiasan 45 tumpeng kecil yang mengelilingi kaki tumpeng kemerdekaan ini. Angka 45 menunjukkan tahun 1945 sebagai tahun kemerdekaan.

Itulah sebabnya tumpeng itu tinggi sekali. Mencapai 2,28 meter dan diameter (garis tengah) 1,6 meter. Tumpeng yang melambangkan kelimpahan makanan ini kiranya bukan saja menunjukkan pada dunia internasional bahwa Indonesia mampu memberi makan kepada para tamunya. Tetapi, lebih penting lagi adalah menunjukkan kepada masyarakat Indonesia bahwa tumpeng itu adalah simbol kerja keras para pemimpin untuk menghidupi rakyat Indonesia. Jika tidak, tumpeng ini hanya ilusi belaka. Hanya pemuas dahaga sesaat. Setelahnya, pengunjung akan mengejek tumpeng yang melambangkan kelimpahan itu.

Salam merdeka dari kota Milano

17/8/2015







Bendera Merah Putih hari-hari ini ditemukan di mana-mana. Menjelang dan sesudah kemerdekaan 17 Agustus—seperti biasa—bendera kita ini mudah ditemukan di mana-mana. Dari kampung sampai kota. Dari desa sampai kota kabupaten. Dari Asia sampai Amerika, dari Australia sampai Afrika hingga Eropa.


Bendera itu juga berkibar di kota Milan-Italia tepatnya di jantung perhelatan Ekspo Internasional yang berlangsung dari Mei hingga Oktober tahun ini. Kota Milan dijuluki sebagai salah satu kota internasional. Tidak demikian dengan bendera Merah Putih. Bendera ini tidak mengenal sebutan internasional. Bendera ini melampaui sebutan internasional-nya kota Milan. Ya, Merah Putih memang berkibar bukan saja di beberapa kota internasional lainnya seperti Roma, Paris, London, Jakarta, Tokyo, Bangkok tetapi juga sampai ke pelosok nusantara. Bendera itu bukan saja berkibar di setiap kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di seluruh dunia tetapi juga di rumah warga kecil di seluruh pelosok nusantara. Boleh dibilang Merah Putih dalam hal ini adalah pemersatu. Menyatukan keragaman yang ada. Bukan saja hanya kota tetapi juga daerah.

Keragaman ini juga yang mewakili perasaan kami warga Indonesia yang hadir di kota Milan kemarin untuk merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-70. Paviliun Indonesia di Expo Milano mewarnai bagian luar dan dalamnya dengan bendera Merah Putih. Dari kain dan plastik. Yang besar dan kecil. Dan, hanya satu yang lebih besar seukuran bendera pada umumnya. Bendera besar inilah yang kami tatap sambil menyanyikan beberapa lagu nasional Indonesia dan lagu Indonesia Raya di tengah gemuruhnya pengunjung di Expo Internasional dengan tema Nutrire il pianeta, energia per la vita, ‘Feeding the Planet, Energy For Life.’

Lagu-lagu ini disemarakkan oleh kelompok kor dari kota Roma yang datang bersama Bapak Duta Besar Republik Indonesia untuk Italia August Parengkuan bersama Ibu. Bapak Dubes didaulat sebagai Inspektur Upacara pada acara Penurunan Bendera sore hari pukul 17.00 waktu Milan. Acara ini dibuat resmi seperti acara penurunan bendera di Indonesia. Ada pasukan paskibraka, inspektur upacara, kor, para barisan yang mayoritasnya adalah warga Indonesia di sekitar kota Milan, di Italia bagian Utara pada umumnya dan beberapa warga Indonesia dari Swiss yang berdekatan dengan Italia. Kami mengikuti iringan suara anggota kor, menyanyikan dengan riang ria beberapa lagu tersebut. Tua-muda, anak-anak sampai kakek-nenek, bernyanyi senang. Ada juga banyak simpatisan yang mendekat ke paviliun Indonesia menyaksikan acara ini. Jadi, meski mayoritas adalah warga Indonesia, ada juga orang asing yang terlibat.


Di sinilah Indonesia menjadi internasional. Bukan lagi sebatas penduduk Indonesia yang datang dari berbagai kota di Italia tetapi juga dari luar Italia. Ibaratnya warga Jakarta yang datang dari berbagai daerah di luar Jakarta. Warga Indonesia yang saya temui beragam, dari Medan sampai Timor dan Flores, NTT, dari Bandung sampai Makasar dan Toraja, dari Jawa Timur sampai Palembang, dari Jakarta sampai Bali. Lebih seru lagi karena bukan saja keragaman nasional seperti ini. Ada juga keragaman internasional. Keragaman ini tampak dari simpatisan asing yang terlibat. Dari Italia—tentu saja—juga dari Jepang, Swis, Spanyol, Cina, India dan beberapa negara lainnya.


Mereka ini memang boleh dibilang terlibat dari pagi. Yakni dalam acara permainan Lari Karung, Jalan Bertiga di atas papan kayu, Membawa Bola dengan sendok, dan beberapa pertandingan lainnya. Permainan tradisional nan kreatif. Permainan ini rupanya diminati oleh banyak warga asing, bukan saja Italia. Ketertarikan ini menghilangkan kesan kaku karena entah mungkin kesulitan bahasa dari panitia sendiri yang tidak menjelaskan dengan lebih baik pada awal pertandingan tentang cara bermain. Kesan ini langsung hilang karena kebetulan juga yang menjadi kelinci percobaan adalah beberapa pelajar Indonesia di Italia. Jadi, tidak masalah. Baik kalau lain kali disiapkan orang yang betul-betul mampu menjelaskannya dengan baik kepada orang asing, baik dalam bahasa Inggris maupun bahasa Italia sebagai tuan rumah tempat acara berlangsung.

Dari permainan ke pertunjukkan tarian. Tarian ini juga rupanya banyak menarik penonton. Beberapa teman Indonesia membawakan beberapa tarian. Salah satunya adalah tarian piring. Seperti piring putih, tarian ini mampu menampung semangat penonton. Piring putih jika dibersihkan dengan baik akan tampak keindahan warna putihnya, tarian yang ditampilkan dengan baik ini juga menarik banyak pengunjung. Banyak penonton yang meminta foto dengan penari. Baik pagi maupun sore hari.


Ini hanya beberapa kegiatan yang dilakukan dalam rangka memeriahkan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70 di Expo Milano 2015. Acara serupa berlangsung juga di Roma untuk warga Indonesia di Roma dan sekitarnya dan terutama di Italian bagian Selatan. Acara lain akan diulas dalam tulisan berikutnya.

Salam merdeka dari Milan-Italia.

17/8/2015
Powered by Blogger.