Halloween party ideas 2015



Buku Perang Eropa. Tiga jilid. Sering diceritakan teman saya. Dia menggebu-gebu menjelaskan tentang perang. Katanya buku ini menarik. Saya tak langsung percaya. Diceritakan terus menerus. Seperti apakah buku itu? Jadi penasaran. 

Dia berkata lagi. Saya dulu berburu buku ini sampai ke rumah seorang guru. Kebetulan baru masuk di perpustakaan sekolah. Dia mencarinya. Gurunya juga mencari. Dua orang hobi membaca saling mencari. Guru lebih dulu meminjam. Teman saya berburu sampai ke rumahnya demi mendapatkan bukunya. Dia berhasil dan akhirnya membaca buku-buku itu.

Liburan semester ganjil tahun 2011 yang lalu, saya memimnjam buku ini diperpustakaan. Saya pun membaca buku jilid pertama. Dalam tempo 1 minggu saya membacanya. Memang menarik karena bahasanya sederhana. Mudah dimengerti. Maklum ditulis oleh seorang wartawan terkemuka di negeri ini.

Saya pun mau membaca buku lanjutannya. Tetapi, tidak ada waktu lagi. Saya pun tamat kuliah dan tidak ada lagi buku itu.

Untung saja saya dipindahkan di kota Yogyakarta. Saya memburu buku itu. Saya bukan mahasiswa lagi tetapi saya punya teman mahasiswa. Saya meminta dia meminjam buku itu.

Beruntunglah dia adalah seorang yang baik hati. Dia mencari buku itu di perpustakaan kampusnya lalu meminjamkan kepada saya.

Makanya saya sudah membaca jilid dua dari buku ini dalam tempo satu minggu juga (16-23 Oktober 2012).

Saya sekarang sedang membaca buku jilid ketiganya. Selanjutnya, saya akan membaca buku Perang Pasifik  yang juga merupakan satu serial  perang dari penulis yang sama.

Terima kasih ya teman atas kebaikanmu. Tanpamu saya tidak bisa melanutkan ipian saya membaca ketiga buku ini.

PA, 27/10/2012
Gordi Afri


Saya baru saja membaca buku Perang Eropa Jilid II Karangan PK Ojong. Ini bacaan lanjutan dari buku pertama, Perang Eropa J I. 

Saya tertarik dengan salah satu kisah prajurit di dalamnya. Di situ diceritakan bahwa para prajurit disuruh menulis surat kepada keluarga, istri dan anak-anak atau orang tua. Surat itu adalah surat wasiat. Ini dibuat menjelang berangkat perang. Jadi, semacam pemberitahuan terakhir untuk keluarga.

Malam sebelum ada penyerangan ke tempat baru, para prajurit disuruh masuk barak tentara dan mulai menulis surat wasiat ini. Jika besok dalam penyerangan terjadi hal yang tidak diinginkan, maka kepala tentara mengantar pulang jenazah beserta surat itu.

Wah...ternyata demikian yah....kisah para prajurit. Memang jadi tentara itu gampang-gampang susah. Ada tentara yang kelihatan tampan, bodinya bagus dan menarik, dan sebagainya. Suatu saat pemandangan lenyap seketika dalam peperangan.

Tak ada yang tahu. Tetapi keluarga cukup terbantu dengan surat wasiat. Paling tidak itu sebagai bukti bahwa dia berkorban demi bangsanya. Dia juga tidak melupakan keluarga yang ditinggalkan.

PA, 27/10/2012
Gordi Afri


Kamis, 25 Oktober 2012. Hari bersejarah bagi saya. Tentu ada peristiwa penting hari ini.

Saya mengendarai mobil sejauh lebih kurang 100 kilo meter. Jarak yang cukup jauh bagi saya. Selama ini saya membawa mobil. Hanya saja tidak sejauh itu. Paling-paling ruang lingkupnya hanya dalam kota Yogyakarta saja. Hari ini betul-betul cukup jauh.

Bagi mereka yang memiliki mobil dan bisa menyetir sendiri, jarak ini belum apa-apa. Saya pernah mendengar cerita seorang bapak yang mengendarai mobil pribadinya dari Jakarta ke Medan, Sumatera Utara. Bayangkan berapa jauhnya? Atau juga dari Jakarta ke Surabaya yang jaraknya lebih kurang 793 kilo meter?

Ini jarak yang cukup jauh. Dan, saya kira wajar. Sebab, mereka memiliki mobil sendiri dan sudah mahir menjadi sopir. Bandingkan saya yang baru saja menjadi sopir. Di satu sisi jarak ini cukup jauh. Namun dengan jarak ini, saya dilatih untuk menempuh jarak jauh dan ini membanggakan bagi saya. Apalagi perjalanan kemarin lancar dan kami tiba dengan selamat.
Bagaimana pun perjalanan hari ini cukup menyenangkan bagi saya. Dari kota Yogyakarta ke Muntilan lalu ke arah Sendangsono. Kemudian kembali lagi ke Magelang dan menuju Candi Borobudur.

Rute menantang saya alami dalam perjalanan ke Sendang Sono. Ada satu tanjakan yang cukup curam. Saya nekat naik dengan gigi satu kemudian mau ofer ke dua. Mobil bisa naik. Hanya saja di tengah tanjakan ada truk macet sehingga kami harus mundur. Dari bawah saya naik lagi dengan gigi satu. Tanjakan pun bisa dilewati. Saya tahu sekarang di tanjakan itu pasang gigi satu. Mobil bisa naik dengan baik, kuat, tanpa merasa tidak bisa terdorong lagi untuk maju.

Ini perjalanan menangtang. Menantang rute tanjakan dan turunan serta rute yang jauh. Kiranya besok ada yang lebih jauh lagi, saya sudah berani dan penuh percaya diri. Terima kasih Tuhan untuk perjalanan kami hari ini.

PA, 26/10/2012
Gordi Afri
Powered by Blogger.