Halloween party ideas 2015



ilustrasi dari google
Ini ide gila saya. Saya menulis daripada tidak menulis. Ide ini muncul setelah melihat blog saya ini masih kosong beberapa hari. Dari Sabtu sampai kemarin belum ada postingan baru. Lebih baik hari ini saya menulis untuk blog ini. 

Dan idenya sederhana. Saya menulis daripada tidak menulis. Kok bahas topik menulis sich? Ya topik menulis. Saya baru saja membuka-buka kompas.com dan melihat tulisan di bagian urbanesia. Kolom ini biasanya hadir di kompas cetak bagian klasika.

Saya ingin tahu siapa saja penulisnya. Dan bagaimana mereka menulis. Juga apa saja topik tulisan mereka. Saya membuka-buka di internet. Saya membaca beberapa tulisan. Mudah dimengerti dan segar.

Saya melihat profil penulisnya. Semuanya hobi menulis. Ada yang sejak kecil. Ada yang sejak SMA. Ada yang saat dewasa. Ada yang menulis karena hobi, ada juga yang menulis karena asyiknya berjalan ke mana-mana.

Ya mereka sebenarnya menulis amat sederhana. Modelnya sederhana tetapi isinya luar biasa segar. Tentu segarnya tidak seperti air. Segar ketika membaca informasinya.

Kalau mereka saja bisa menulis demikian, mengapa saya tidak bisa menulis pengalaman harian saya? Saya mau menulis. Maka, malam ini saya menulis tentang topik menulis ini. Sekaligus mengisi blog kesayanganku.

Malam ini, kompasiana yang jadi langganan tulisan saya sedang eror, macet. Saya beralih ke sini. Namun, bukan karena kompasiana macet, saya ke blogspot ini. Malam ini ada rencana untuk memasukkan tulisan. Kebetulan juga kompasiana sedang macet, maka sekaranglah tulisan ini dimasukkan.

Ini tulisan sederhana juga. Moga mudah dipahami. Wong Cuma bagi-bagi pengalaman menulis. Selamat malam.

PA, 27/2/13
Gordi



Ini pengalaman unik. Karena saya baru mengalaminya. Terkesan dan amat menyentuh.

Jumat kemarin, 22/2/13, saya mengikuti Ibadat Jalan Salib di Gereja Katolik Keluarga Kudus, Banteng, Jalan Kaliurang, Yogyakarta. Ibadat Jalan Salib merupakan sebuah ibadat dalam gereja Katolik untuk mengenangkan perjalanan Yesus membawa salib ke Golgota. Ibadat ini dibuat pada masa Prapaskah. Masa di mana umat Katolik menyiapkan diri menyongsong perayaan Paskah. Masa ini berlangsung lebih kurang 40 hari.

Ibadat Jalan Salib biasanya dilaksanakan setiap hari Jumat. Jadi, Jumat kemarin menjadi hari Jalan Salib kedua. Jalan salib pertama pada 12/2/13.

Saya duduk di bagian belakang dekat dengan pintu. Di samping kanan saya ada teman cowok. Mereka datang lebih dulu. Mereka memiliki buku panduan Jalan Salib dan juga lembaran lagu.

Di sebelah kiri saya ada Ibu. Lengkap dengan buku Ibadat Jalan Salib. Saya tidak membawa buku. Saya mengira ada buku di gereja. Ternyata persediaannya habis. Saya datang dan tidak ada buku di kotak dekat pintu depan.

Jalan Salib dimulai pukul 17.00. 15 menit sebelumnya saya tiba di gereja. Ada waktu untuk hening sejenak. Jalan salib pun mulai. Baru saja perhentian kedua, saya mulai keingat. Suhu dalam gereja mulai panas. Kipas belum dinyalakan. Saya keringatan.

Saya meminjam lembaran lagu dari teman sebelah kiri. Dia memberikan. Saya memakainya sebagai kipas. Untung ada lembaran ini. Meski keringat masih mengucur. Keringat berkurang pelan-pelan. Tetapi sudah ada yang jatuh di lantai. Keringat berhenti total setelah kipas dinyalakan. Bukan hanya saya yang keringatan. Tetapi karena saya orangnya berkeringat, keringat saya cukup banyak.

Sementara itu, ibu di sebelah kanan saya membagikan bukunya untuk saya baca. Kami membaca bersama buku ibadat Jalan Salib itu. Dia memiringkan sedikit posisi buku agar saya bisa membaca. Dari perhentian pertama hingga perhentian 14. Saya salut dengan ibu ini.

Dua pengalaman ini menyadarkan saya akan indahnya berbagi. Berbagi hal kecil saja sudah sebuah anugerah. Andai tidak ada lembaran lagu, andai tidak ada buku ibadat, boleh jadi saya hanya ikut-ikutan saja. Dengan berbagi saya bisa mengikuti Ibadat dengan baik.

Terima kasih teman
Terima kasih ibu
Jasa kalian amat besar
Kalian mengajarkan indahnya berbagi
Yesus, ambillah hatiku
Agar tergugah untuk berbagi pada sesama
Jauhkan dari pikiranku
Segala penghalang
Agar saya bisa berbagi
Apa yang saya miliki.

PA, 23/2/13
Gordi

Tulisan Sebelumnya: Pertemuan di Wilayah Gejayan-Yogyakarta



Pagi ini indah sekali. Alam memberikan keindahannya. Saya senang melihat keindahan ini. Mata saya berbinar-binar melihatnya.

Dari mata turun ke hati. Hati saya senang sekali karena pagi ini ada rezeki yang tak terkira. Bukan apa-apa kalau saya baru menyadarinya. Kesadaran kadang-kadang muncul setelah kegagalan, setelah masuk jurang, setelah nasi jadi bubur.

Saya bisa mengakses internet pagi ini. Kemarin pagi dan siang memang bisa. Tapi malamnya gagal. Padahal saya sudah memperbaiki komputer saya. Ada keinginan untuk mencoba komputer itu. Tapi apa daya komputer lancar, internet macet lagi. Sejam saya mencoba sendiri. Hasilnya nihil. Gagal total.

Saya matikan komputer dan kembali ke kamar. Ambil buku dan baca. Ponakan saya bilang, om ini waktu yang baik biar om juga tidak sering dalam jaringan alias daring. Saya sadar benar juga yah...selama ini saya jarang baca buku. Seirngnya baca tulisan di kompasiana.

Saya membaca beberapa bab dari buku yang sedang saya baca. Dua jam saya baca. Lumayan. Energi baru muncul. Da benarnya kata-kata ponakan saya.

Pagi ini saya buka komputer lagi. Coba memecahkan masalah koneksi internet ini. Saya mencoba dua kali dan berhasil. Saya membaca baik-baik perintah yang diberikan komputer. Wah ternyata kalau mengikuti betul bisa berhasil juga yah...

Bahasa Inggris saya pas-pasan. Tetapi saya bisa memahami perintah komputer. Yah tidak sia-sia tahu sedikit bahasa Inggris. Paling tidak bisa memahami perintah komputer.

Inilah hikmah tak terkira hari ini. Rezeki pagi hari. Rezeki lain sudah diterima seperti matahari, udara, pernapasan, sarapan, dan sebagainya.

Selamat beraktivitas untuk pembaca semuanya. Salam kompasiana.

PA, 22/2/13

Gordi
Powered by Blogger.