Halloween party ideas 2015


Ini pengalaman berbagi lagi. Sederhana tetapi saya menemukan keindahan di dalamnya. Masih ingat pengalaman pertama saya tentang berbagi. Kisah ini hanya lanjutan saja.

Jumat, 8/3/13 kemarin, saya mengikuti Ibadat jalan salib di Gereja Katolik Keluarga Kudus, Banteng-Yogyakarta. Saya tidak terlambat seperti hari Jumat sebelumnya. Saya tiba di gereja 20 menit sebelum ibadat dimulai.

Saya memilih duduk di pinggir dekat dengan halaman luar gereja. Gereja ini tidak ada dinding di dua sisinya. Hanya ada ruang terbuka. Di sinilah saya duduk agar merasakan udara.

Saya tidak membawa buku ibadat. Saya mencari di rak buku teryanta tidak ada. Boleh jadi sudah ada yang ambil sebelumnya. Untunglah di samping saya duduk seorang suster.

Dia membawa buku ibadat. Mula-mula dia tidak memerhatikan saya yang duduk di sampingnya. Tetapi dia mau ebrbagi dengan teman yang ada di depan kami. Kebetulan lebih dekat untuk membaca sama-sama doa dalam buku itu.

Tidak lama kemudian, dia berbagi dengan saya. Meski agak jauh, saya bisa membaca isi buku itu. Mata saya tajam. Dan suster ini mengikuti dengan cermat. Dia tahu saya mengikuti doa dalam buku itu. Sedangkan teman di depan kami tidak bisa lagi membaca dari jarak jauh.

Saya terharu dengan suster ini. Dia mau berbagi dari saat itu hingga ibadat berakhir. Ini luar biasa.

Saya merasa bangga sekali punya saudari seperti ini. Saya senang meski saya menjadi pengemis buku. Dalam artian, saya tidak membawa buku ibadat tetapi selalu ada yang mau berbagi. Benarlah Sabda Yesus, “Ketika Aku haus, kamu memberi aku makan, ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku Pakaian.”

Saya mengubahnya demikian, “Ketika Aku tidak membawa buku, kamu memberi Aku buku untuk dibaca bersama.” Luar biasa bukan? Dalam dua kali ibadat, saya selalu diberi buku oleh 2 orang.

Terima kasih untuk pengalaman indahnya berbagi ini.

PA, 10/3/13
Gordi


Pernahkah Anda merasa puas dalam membaca? Berapa lama rasa itu ada? Sejenak? Sepekan? Sebulan?

Saya merasa puas setelah membaca sebuah buku. Juga novel, atau kumpulan karangan. Puas karena berhasil membacanya sampai tuntas. Itu sebabnya saya selalu membaca buku sampai tuntas.

Tadi siang, saya tuntas membaca novel Perahu Kertas karangan Dewi Lestari. Saya puas. Buku bertebal 400-an halaman itu selesai dalam 3 hari. Semalam, saya tidur larut gara-gara tak mau lepas buku itu.

Kisah akhirnya bagus. Tidak menggantung. Meski kisahnya masih bisa dilanjutkan. Seorang novelis memang harus memilih di mana titik akhirnya. Dan Dee, nama pena Dewi Lestari, mengakhiri dengan bertemunya dua sosok yang selalu berseberangan.

Rasa puas saya bukan saja setelah baca novel. Buku bacaan lain pun memberi kepuasan setelah tuntas membacanya. Ibarat memenangi sebuah pertandingan, demikianlah perjuangan menuntaskan membaca sebuah buku.

Tak heran jika saya puas. Dari rasa puas ini, timbul semangat untuk mulai membaca buku baru. Kelak rasa puas itu datang lagi jika saya menuntaskan buku itu.

Semoga saya tak cepat puas setelah menikmati satu buku. Sebab, rasa puas berikutnya akan ada dan akan selalu ada jika saya rajin membaca buku.
Meski hanya sesaat, rasa puas itu sungguh terasa. Paling tidak, setelah mengingat perjalanan tokoh dalam novel itu, saya puas setelah akhirnya saya tahu. Saya berhenti di satu titik. Dan di situlah saya tahu perjalanan tokohnya seperti apa.

PA, 5/3/13

Gordi

ilustrasi di sini
Wah judul tulisan ini panjang. Padahal maunya pendek. Biar bisa ditangkap intinya.

Bukan asal panjang. Saya buat ini sebagai inti dari tulisan saya. Saya setuju dengan pernyataan yang menjadi judul itu. Saya yakin setiap persoalan pasti ada jalan keluarnya. Hanya saja jalan keluar ini tidak mudah ditemukan. Mesti ada kerja keras. Kadang-kadang mandeg sehingga harus berhenti sejenak dan mencari inspirasi.

Saya baru saja membersihkan flashdisk saya yang kena virus. Kebetulan ada antivirus baru sehingga saya gunakan untuk membersihkan flash disk ini. Woao...ternyata ada virusnya. Saya sempat khawatir, jangan-jangan dokumennya terhapus juga. Ternyata tidak.

Antivirus itu hanya membuat virus tidak berfungsi. Dia dikarantina layaknya hewan berpenyakit menular. Kekhawatiran saya sirna setelah saya cek dokumen itu masih ada.

Ini satu contoh bagaimana persoalan dan jalan keluarnya. Setiap orang pasti pernah mengalami persoalan, dan juga jalan keluarnya. Persoalan dari kecil sampai besar ada jalan keluarnya.

Persoalan berikut adalah mencari jalan keluar. Ini yang kadang-kadang bikin orang stres. Jalan keluarnya buntu, stres. Seperti saya yang mengisi Sudoku di Kompas, kadang-kadang stres.

Tetapi, saya tetap senang. Mengapa? Karena saya berpegang pada keyakinan bahwa, persoalan ini ada jalan keluarnya. Keyakinan inilah yang menguatkan saya setiap kali ada persoalan.

Maka, bagi saya keyakinan ini adalah harga mati. Saya boleh menamakan keyakinan akan jalan keluar ini sebagai cara jitu menghadapi persoalan hidup.

Keyakinan memang menjadi harga mati. Keyakinan ini kadang-kadang kuat, melebihi pikiran manusia. Jangan heran jika ada yang tak percaya dengan keyakinan itu dan akhirnya putus asa. Tidak gampang memang. Tetapi kalau berusaha pasti bisa. Yakinlah bahwa setiap persoalan ada jalan keluarnya.

PA, 4/3/13
Gordi




Powered by Blogger.