Halloween party ideas 2015

foto ilustrasi oleh Paul Kijlstra 
Pembunuhan kini menjadi kasus ramai. Ramainya karena terjadi hampir setiap hari. Simak berita kriminalitas di koran dan televisi. Hampir setiap hari ada berita tentang pembunuhan. Paling sadis terjadi di daerah Jakarta dan sekitarnya. Di kota ini nyawa manusia berubah jadi mayat. Mayat ini bsia ditemuakn di mana saja. Di kebun, selokan, lahan kosong, kamar kosan, kamar rumah, dan sebagainya.

Sebegitu sadiskah manusia saat ini sehingga tega membunuh sesamanya? Dari anak-anak sampai dewasa. Anak-anak mau membunuh temannya dan kenalannya demi mendapat telepon genggam. Barang itu dijual agar dia memperoleh uang. Uang itu digunakan untuk berfoya-foya, ngegame dan mabuk.

Penjambret tak segan membunuh calon korban dan korbannya. Dalam sekejap nyawa manusia melayang.

Inilah yang terjadi di negeri kita. Tak perlu jauh-jauh ke kasus penembakan di Amerika. Di sini kasus pembunuhan itu marak terjadi. Polisi dan petugas keamanan pun kewalahan dan kadang-kadang menjadi target pelaku.

Sungguh negeri ini tidak aman lagi. Berbagai analisis dibuat. Ada yang menemukan bahwa motifnya adalah ekonomi. Ada juga sosial, budaya, politik, dan psikologis. Jika indikasi ini benar, rakyat negeri ini sebenarnya sedang sakit. Sakit itulah yang mesti dibenahi. Jangan melempar kesalahan ke sana ke  mari. Cegah saja penyakit itu. Biarkan warga menikmati hidup aman.

PA, 18/12/12
Gordi

*Pernah dimuat di blog kompasiana pada 18/12/12

foto ilustrasi oleh PKS Beji
Pemilihan kepala daerah (Pilkada) kini menjadi ajang rebutan. Rebut gelar, rebut posisi, rebut popularitas, rebut kekuasaan, dan rebut yang lainnya. Ya pilkada menjadi ajang untuk rebut.

Mengapa rebut? Lihat saja di Jawa Barat, ada 5 pasangan yang memperebutkan kursi kepala daerah. Tentu amat mulia perjuangan mereka. Iming-iming menyejahterakan rakyat pun menjadi jargon utama. Satu pasangan datang dengan programnya. Demikian pula empat lainnya. Tak salah. Tak keliru pula. Semuanya membeberkan program yang “menjual”.

Mengapa mesti direbut? Tak tanggung-tanggung 5 pasangan. Kalau hanya 2 saja tentu rakyat gampang menentukan pilihannya. Kalau 5 malah mengaburkan pemilih. Tak gampang memilih yang terbaik dari 5. Suara yang masuk pun akan pecah. Boleh jadi lama baru mendapatkan suara mutlak.

Di Jakarta kemarin hanya ada 2 kandidat. Rakyat DKI pun gampang memilih. Tak sulit membedakannya. Beda dengan Jawa Barat yang 5 kandidat.

Sungguh ini sebuah pemborosan. Meski kelimanya berkaliber sesuai visi-misi, sebaiknya tak usah merebutkan 1 kursi. Yang lain mestinya mengarah ke bidang lain. Jangan hanya ke kandidat kepala daerah saja.

Masalahnya tidak ada yang mau mundur. Tidak ada yang mau merelakan jabatan kandidat ini diserahkan kepada yang lain. Semuanya ingin maju. Padahal kalau mau mengabdi rakyat ada banyak pilihannya. Tak harus jadi kepala daerah.

Sikap semacam ini tentu masih mahal di negeri kita ini. Tak banyak sosok yang mau bekerja di belakang layar. Maunya tampil sebagai pejabat. Padahal menjadi tukang sapu juga masuk kategori mengabdi sesama. Kita tunggu saja siapa yang akan maju dan menjadi kepala daerah. Semoga ia betul-betul menjadi pelayan rakyat yang total tanpa iming-iming.

PA, 18/12/12
Gordi


*Pernah dimuat di blog kompasiana pada 18/12/12

foto oleh Adith76
Merdeka dengan Makan Nasi Goreng

Hari ini 17 Agustus 2014, hari raya kemerdekaan Republik Indonesia ke 69. Kami di Parma merayakannya dengan menyediakan makanan khas Indonesia untuk dimakan bersama saat makan siang dan makan malam.

Kami sediakan nasi goreng untuk makan siang. Sedangkan makan malam kue tar alias torta dalam bahasa Italia dan mie hun. Mungkin saya keliru menulis namanya. Saya agak lupa.

Kedua makanan ini dicicipi oleh anggota komunitas yang sebagian besar adalah orang Italia namun pernah hidup di berbagai negara di 4 benua, Afrika, Asia, Amerika Latin dan Eropa. Juga oleh kami, 4 orang dari Indonesia, teman-teman dari Meksiko, Brasil, dan Peru. Teman-teman dari Afrika, Kongo dan Kamerun.
Enak tentunya. Kami menyiapkan ini dari hati yang tulus. Ini tanda bahwa kami dengan bebeas-merdeka menyiapkannya serta menghidangkannya kepada konfrater sekalian. Saya tidak berpartisipasi penuh dalam persiapannya. Saya dapat tugas untuk membagikan la torta kepada konfraterku yang dduduk di 14 meja makan.

Lumayan kan?? Merayakan hari kemerdekaan, jauh dari tanah air, namun jadi dekat dengan makanan.

Selain dengan menyediakan makanan ini, saya juga menulis status di facebook sebagai tanda bahwa saya juga ingin menggaungkan kemerdekaan ini di duni sosial. Tidak panjang. Hanya satu paragraf. Saya kutipkan saja di sini status saya itu:

DIRGAHAYU RI KE 69, Jangan lupa sawah tempat produksi nasi, yang adalah makanan pokok bangsa Indonesia, bukan gedung mewah dan pusat bisnis, MENJADI MERDEKA kiranya berarti memajukan sawah sebagai ladang sebagian besar masyarakat Indonesia.

Foto di atas adalah inspirasi saya untuk menulis status ini. Dari foto inilah saya menulis. Saya ingat para petani di Indonesia sebab sebagian besar penduduk Indonesia makan nasi. Tentu ada sebagian kecil yang makan sagu, jagung, roti, dan sebagainya. Tetapi dunia internasional mengenal Indonesia sebagai bangsa yang penduduknya makan nasi. Saya sedang mencari di mana saya ambil foto ini kemarin.

Dirgahayu Negeriku, Republik Indonesia

Parma, 17/8/2014
Gordi
Powered by Blogger.