Halloween party ideas 2015


ilustrasi dari kompas.com, postingan kompasiana
Kemajuan suatu bangsa tidak lepas dari perkembangan ilmu pengetahuan. Negara-negara maju di Eropa, Amerika, dan Asia menitikberatkan perhatiannya pada ilmu pengetahuan. Dari sini mereka berkembang ke bidang lainnya. Dari pengetahuanlah, Amerika belajar membuat teknologi canggih. Bangsa-bangsa besar di Eropa seperti Jerman, Italia, Prancis, dan sebagainya, maju karena ilmu pengetahuan. Di Asia ada Jepang, Cina, Korea, Taiwan, Tailand sudah masuk kategori maju. Ilmu pengetahuan-tentu dengan ditopang bidang lain seperti ekonomi, budaya, dan sosial-politik-menjadi tonggak utama dan pertama kemajuan sebuah bangsa.

Tak bisa tidak, bangsa maju manapun harus melewati tahap ini. Jepang sudah melewati tahap ini. Itulah sebabnya Jepang menjadi salah satu bangsa maju di Asia bahkan di dunia, bersaing dengan bangsa maju lainnya di Eropa dan Amerika. Jepang memang tidak main-main dengan pengetahuan. Dalam bidang Filsafat, Jepang sudah menunjukkan buktinya. Filsuf-filsuf Jepang sudah membuktikan bahwa mereka bisa membangun dan mengembangkan ilmu Filsafat khas Jepang. Itulah sebabnya, sahabat saya yang bekerja di Jepang mengatakan, “Jepang belajar filsafat di Eropa, lalu membangun sistem filsafatnya sendiri khas Jepang.”

Kemajuan Jepang rupanya tidak lepas dari kemajuan bangsa lain seperti Eropa. Jepang-dalam hal ini-pandai belajar dari negara lain. Jepang tahu bangsa Eropa sudah maju karena ilmu pengetahuannya, dia pun ingin belajar dari Eropa. Bagi Jepang, ilmu pengetahuan tidak jatuh begitu saja dari langit. Ilmu pengetahuan mesti dicari, dipelajari, dikembangkan. Tidak ada hal baru di atas bumi ini. Semuanya sudah dipelajari, ditelusuri. Maka, kalau mau mendapatkan yang baru, selidikilah seluk-beluk yang sudah ada. Demikian juga dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

Jepang menyelidiki perkembangan ilmu pengetahuan ini di Eropa. Jepang tahu betul, Eropa adalah gudang ilmu pengetahuan. Maka, Jepang mengirim para mahasiswanya ke Eropa. Di Eropa mereka belajar apa saja. Ilmu pengetahuan umum, budaya, sosial, politik, filsafat, teknologi dan cabang lainnya. Para mahasiswa ini belajar dan bertemu para ilmuwan Eropa. Dari para ilmuwan ini, mereka belajar banyak hal. Mereka ingin menjadikan ilmu pengetahuan ini kelak menjadi milik orang Jepang. Mereka rupanya punya keyakinan kuat bahwa Jepang juga bisa seperti Eropa. Jepang memang terbelakang dibanding Eropa tetapi mereka yakin bisa mengejar Eropa. Mereka mencari cara agar mimpi ini tercapai.

Sambil belajar, mereka menemukan caranya. Mereka belajar di Eropa tapi mereka kembali ke Jepang. Di Jepanglah mereka mengembangkan ilmu pengetahuannya. Dalam bidang Filsafat misalnya, mereka belajar dari filsuf-filsuf Eropa seperti Kierkegaard (1813-1855), Heideger (1889-1976), Buber (1878-1975). Mereka belajar karya-karya filsuf Yunani Kuno seperti Sokrates (469-399 SM), Plato (427-347 SM), Aristoteles (384-322 SM), dan sebagainya.

Untuk mencapai perkembangan ilmu-ilmu modern, rupanya harus belajar dari ilmu-ilmu yang sudah ada sebelumnya. Jepang menerapkan hal ini dalam bidang kesehatan. Mereka mengirim tenaga kesehatan untuk belajar di Eropa lalu kembali ke Jepang dan mengembangkan pengetahuannya. Belajar kesehatan bagi orang Jepang tidak berhenti pada gelar dokter atau perawat. Belajar bagi mereka adalah pekerjaan seumur hidup.

Kata sahabat saya lagi, “Ilmuwan Jepang belajar kedokteran di Jerman, lalu kembali ke Jepang. Di sana mereka mengembangkan ilmu kedokteran dan menemukan jenis-jenis obat khas Jepang.” Ini menarik untuk ditiru. Demikian juga dengan ilmu lain seperti Filsaafat. “Orang Jepang belajar Filsafat di Eropa lalu kembali Jepang dan menemukan Filsafat khas Jepang.” Maka lahirlah nama besar seperti Nishida Kirarò (1870-1945), Tanabe Hajime (1885-1962), dan Nishitani Keiji (1900-1990). Ini hanya beberapa saja. Masih banyak ilmuwan lainnya. Mereka inilah yang berjasa membangun sistem Filsafat khas Jepang.
Mereka belajar dari Eropa, menerjemahkan karya-karya penting dari Eropa lalu mereka membangun sistem filsafatnya sendiri. Begini rupanya Jepang membangun dan mengembangkan ilmu pengetahuannya.

Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia kiranya perlu menengok sejarah. Soekarno sudah mengirim putra-putra terbaiknya untuk belajar di Eropa dan Amerika. Soekarno rupanya tidak kalah pandai dengan Jepang. Boleh jadi sebelum Jepang, dia sudah menemukan cara ini. Atau juga mungkin sama-sama pandai. Maklum, Soekarno belajar Filsafat dan ilmu pengetahuan lain di Eropa. Sayang, kecerdasan Soekarno tidak didukung oleh anak-anak bangsa. Ilmu pengetahuan dalam hal ini lagi-lagi dikhianati politik. Politiklah yang membuat putra-putra terbaik Indonesia tidak bisa mengembangkan ilmu pengetahuannya di negara ini. Mereka berjaya di luar negeri sementara Indonesia sendiri terus terbelenggu dengan kemajuannya yang tinggal di tempat.

Terkenang sebuah seminar di STF Driyarkara beberapa tahun lalu. Pembicaranya adalah putra Indonesia sendiri yang bekerja di kota Manchester, Inggris. Dia lebih nyaman bekerja di universitas terkemuka di Inggris ketimbang di Indonesia karena karya-karyanya tidak bisa dikembangkan di Indonesia. Bahasa kasarnya, bangsanya sendiri tidak mendukung karya-karyanya. Kiranya dia tidak sendiri. Banyak ilmuwan Indonesia yang bekerja dan mengajar sampai namanya terkenal di luar negeri termasuk di Jepang dan Eropa. Indonesia rupanya tidak kalah dari Jepang. Indonesia tinggal selangkah lagi. Namun, langkah itu masih sulit jika situasi politik, sosial, ekonomi tidak kunjung kondusif. Kapan Indonesia bisa membangun dan mengembangkan ilmu pengetahuannya? Saat Indonesia sudah bebas dari belenggu politik, sosial, dan ekonomi yang menghambat perkembangan ilmu pengetahuan. Waktunya belum ditentukan. Jepang sudah menemukan saat-saat terindahnya di abad XIX dan XX. Ayo..Indonesia juga bisa. Majulah anak bangsa, rebut kemajuan dari tangan-tangan pembelenggu.

Salam cinta Indonesia.

PRM, 6/3/2015
Gordi

gambar dari postingan di kompasiana
Pelajaran Geografi itu penting. Tak sia-sia jika diajarkan di SMP dan SMA. Pelajaran itu akan dibawa terus sepanjang hidup. Hingga masa tua pun, pelajaran itu tetap berharga. Itulah sebabnya pelajaran Geografi menjadi salah satu mata pelajaran yang penting. Mata pelajaran yang kiranya sengaja diperkenalkan sejak SMP. 

Pelajaran Geografi tidak seperti pelajaran lainnya seperti Matematika dan Fisika yang kesannya masuk kategori rumit. Pelajaran Geografi masuk kategori ringan. Meski demikian, pelajaran Geografi berkaitan erat dengan Matematika dan Fisika. Salah satu kaitannya adalah masalah gempa bumi. Cabang ini dipelajari dalam Geografi SMP kalau tidak diubah pada kurikulum yang sekarang. Pertanyaan yang muncul adalah di mana letak gempa. Berapa kekuatan gempa. Sebera jauh getaran gempa.

Untuk pertanyaan seperti ini, Geografi membutuhkan jawaban Matematika dan Fisika. Maka, Geografi memang tidak lepas dari Matematika dan Fisika. Meski, kesannya bukan pelajaran rumit, sebaiknya Geografi jangan dianggap enteng. Geografi sebagai salah satu cabang ilmu tetap relevan dan harus dipelajari dengan baik. Mempelajari Geografi seperti mempelajari kerangka besar dari sebuah benda. Geografi akan menyusuri keliling benda itu hingga mempunyai bentuk geografis. Dengan demikian, mempelajari Geografi Indonesia berarti mempelajari kerangka besar tentang Indonesia. Kerangka tentang kepulauan Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Tahun 2012 yang lalu, saya mengunjungi teman saya yang tinggal di Kepulauan Mentawai. Mentawai masuk provinsi Sumatera Barat. Mentawai dengan beberapa pulau besar dan kecilnya masuk dalam satu kabupaten. Kabupaten Kepulauan Mentawai. Mereka yang mempelajari Geografi akan dengan mudah mengetahui letak dan posisi kepulauan ini. Mudahnya seperti mereka yang dengan cepat menunjukkan posisinya pada peta negara Republik Indonesia. Tapi kalau tidak memahami dengan baik Geografi, akan sulit mencarinya di peta Indonesia. Saya terbantu dengan pelajaran Geografi sejak SMP untuk menemukan letak kepulauan ini. Logikanya, masuk dari wilayah Sumatera Barat. Temukan kota Padang dan sekitarnya. Lalu, masuk ke kepulauannya. Ada Nias dan Kepulauan Mentawai. Di situlah kerumitannya diperkecil. Pada akhirnya, dengan mudah menemukan Kepulauan ini.

Saya berkunjung ke dua dari tiga pulau besarnya. Dengan kapal laut selama 6 jam dari Padang, kami mendarat di Pulau Siberut. Tinggal di sana selama 2 hari. Lalu, dengan kapal lagi, kami ke Pulau Sikabaluan. Di sana tinggal 3 hari, lalu kembali ke Siberut. Satu lagi pulau yang tidak kami kunjungi yakni Pulau Sipora. Ada pulau-pulau kecil lainnya yang tentu tidak saya hafal namanya. Bahkan, masyarakat setempat pun enggan menyebutkan semuanya. Bagi mereka, yang utama adalah ketiga pulau besar ini. Mereka bisa berkeliling ke tiga pulau ini dengan kapal pemerintah.

Di Sikabaluan, saya berincang-bincang dengan anak-anak SMP dan SMA yang tinggal di asrama. Demikian juga dengan anak-anak di Siberut. Sebagai orang ‘asing’ pertanyaan yang muncul pertama adalah, Anda dari mana. Lalu, mengapa Anda ada di sini. Saya menggoda mereka dengan pertanyaan di mana letak NTT? Sebagian besar dari mereka tidak bisa menjawabnya. Berarti, pengetahuan mereka tentang Geografi masih kurang bahkan boleh dibilang minim. Pertanyaan yang sulit ini rupanya bisa dijawab oleh seorang anak SMP. Anak ini rupanya berasal dari keluarga perantau dari luar Mentawai. Merantau rupanya bisa membantu siswa mempelajari Geografi.
Kesulitan mempelajari Geografi seperti ini bukan saja masalah anak-anak SMP dan SMA di Kepulauan Mentawai. Kiranya ini merupakan kesulitan anak-anak di seluruh Indonesia. Indonesia memang-secara Geografi-amat rumit dipelajari. Apalagi dari segi budaya, bahasa, dan sosial-politik. Namun, apa pun tantangannya, orang Indonesia mesti tahu konteks geografis bangsanya sendiri. Dan, ini harus diketahui sejak SMP, saat Geografi diperkenalkan. Malah lebih bagus jika jauh sebelumnya yakni sejak SD.

Anak-anak di Mentawai rupanya tidak jauh berbeda dengan anak-anak SMA di Makasar. Akhir Mei tahun 2012, saya berpetualang ke Makasar. Saya mampir ke tempat teman yang mengajar di salah satu SMA di Makasar. Di situ, saya bertemu anak-anak SMA. Kami berbagi cerita. Saya membagikan pengalaman saya selama tinggal di Jogja dan Jakarta. Lalu, saya menceritakan pengalaman berkunjung ke Padang dan Mentawai. Reaksi mereka sebelum saya melanjutkan cerita adalah bertanya, di mana letak Kepulauan Mentawai?

Rupanya, pertanyaan Geografi seperti ini ada di mana-mana. Bertanya berarti ingin mencari jawaban. Dan, anak-anak ini sedang mencari jawaban. Jawaban yang sebenarnya sudah mereka temukan dalam buku pelajaran Geografi SMP dan SMA. Namun, mereka masih dalam pencarian juga.

Mempelajari Geografi rupanya rumit terutama Geografi Indonesia. Namun, Geografi Indonesia yang sulit itu rupanya memudahkan orang Indonesia mempelajari peta Geografi dunia. Kesulitan ini memang bukan saja dialami anak-anak Mentawai dan Makasar. Boleh jadi juga menjadi kesulitan anak-anak remaja di seluruh dunia. Anak-anak zaman sekarang memang dengan mudah mencari ilmu di internet. Dengan komputer, laptop, bahkan dengan telepon gengam, mereka dalam sekejab mencari jawaban di google. Namun, Geografi sendiri mesti dipelajari jauh-jauh hari, sejak mereka belum menggunakan telepon genggam, belum menggunakan komputer berjaring internet.

Liburan bulan Juni dan Juli tahun 2014 yang lalu, saya habiskan di beberapa kota kecil di bagian Selatan Italia. Di sana, saya juga bertemu banyak orang muda dan kaum remaja. Kami berbincang-bincang karena baru bertemu pertama kali. Dari perbincangan inilah, saya juga berhadapan dengan pertanyaan Geografi.

Dari mana asal Anda? Dari Indonesia. Indonesia di mana yahhh? Di Afrika, Amerika Latin atau Asia. Sulit menebak. Bahkan, ada yang menebak di Afrika. Ini salah besar. Ada juga yang menebak dari Amerika Latin karena kulit saya yang cokelat ini mirip dengan kulit orang Amerika Latin. Saya coba membantu mereka dengan mengarah pada jawaban yang benar. Filipina di mana yah?? Dengan mudah mereka jawab di Asia. Indonesia dekat dengan Filipina juga dekat dengan Australia. Kalau Australia mereka tahu. Maklum, sebagian besar dari mereka sudah bepergian ke luar negeri termasuk Australia. Di sana rupanya banyak orang Italia.

Baik anak-anak Italia maupun anak-anak Indonesia rupanya tidak mudah mempelajari Geografi. Bisa dimaklumi untuk anak-anak Italia. Sebagian dari mereka, tidak mempelajari Geografi di sekolah secara rinci seperti Geografi yang masuk dalam kurikulum di Indonesia. Meski demikian, anak-anak Italia biasanya mencari sendiri pelajaran ini. Ada yang mempelajarinya karena keluarga mereka sering berlibur ke luar negeri. Mau tak mau, mereka juga dibiasakan untuk belajar Geografi. Paling tidak letak negara dan tempat-tempat yang mereka kunjungi.

Anak-anak Indonesia juga semestinya lebih hebat dari anak-anak Italia. Mereka punya kesempatan khusus untuk mempelajarinya di sekolah. Terbantu lagi jika mereka juga diberi kesempatan untuk belajar di luar kota dan pulaunya sendiri. Mahasiswa dari Mentawai yang belajar di Malang, misalnya, mempunyai pengetahuan Geografi yang jauh lebih bagus dari mereka yang belajar di Padang. Di Padang boleh jadi mereka hanya mengenal teman-teman sesama Sumatera Barat atau sesama Sumatera. Sementara di Malang, bertemu dengan teman-teman dari seluruh nusantara. Ya, mudahkan belajar Geografi?

Geografi tidaklah sesulit yang dibayangkan. Bisa jauh lebih mudah. Salah satu kuncinya ya, belajar dengan baik sejak SMP dan SMA. Saat itulah pelajaran Geografi menjadi darah daging dalam diri siswa. Geografi bukanlah ilmu yang sekali dipelajari lalu selesai. Geografi adalah ilmu yang terus diperbarui. Kalau ada kabupaten atau provinsi baru, Geografi juga turut berkembang. Geografi amat penting untuk Indonesia dengan kepulauannya yang luas dan besar, dan juga dengan masalah alamnya yang rumit. Geogologi yang bisa mempelajari perkiraan gempa rupanya juga masuk cabang Geografi. Tak mungkin belajar Geologi tanpa tahu Geografi. Jadi, mari kita belajar Geografi dengan baik.

Salam cinta Geografi.

PRM, 2/3/2015
Gordi


gambar dari footballsoccerschool.com
Bar bagi orang Italia adalah tempat untuk berbicara banyak hal. Dari topik politik, sosial, budaya, ekonomi, bisnis, mafia, sepak bola, perjalanan, kerja, dan sebagainya. Itulah sebabnya bar menjadi tempat yang selalu dikunjungi. Pagi, siang, sore, dan malam, bar selalu ramai oleh pengunjung.

Bar bukan saja bagi kalangan berduit. Semua orang bisa datang ke bar. Duduk dan menikmati minuman dan makanan di sana. Bar tidak mematok harga tinggi. Harganya bervariasi. Dari yang paling murah, 1 atau 2 euro sampai yang mahal misalnya 10 atau 12 euro. Itulah sebabnya di bar, tidak ada pengotakan menurut harga. Yang membeli dengan harga mahal dari golongan kaya dan yang membeli dengan harga murah dari golongan kurang kaya. Tidak ada! Di bar, semua orang punya tempat. Yang mau minum kopi saja ada. Yang mau makan pizza ada. Yang Cuma ambil segelas bir ada. Banyak tawaran. Itulah sebabnya bar menjadi tempat bagi semua orang.

Selain bar, orang Italia juga pada umumnya suka menonton sepak bola. Maklum, Italia adalah negeri sepak bola. Italia menjadi negeri yang selalu difavoritkan menjadi pemenang piala dunia. Dunia sepak bola Italia memang sudah terkenal di seluruh dunia. Meski kenyatannya tidak selalu menang bahkan tahun lalu sama sekali tidak menunjukkan kehebatannya. Lama-lama dunia sepak bola Italia kalah pamor dengan liga lainnya misalnya liga Spanyol, Inggris, Prancis, dan Jerman.

Dan kini dunia sepak bola Italia memang sudah sampai pada puncak kerapuhannya. Di balik ketenarannya, tersimpan sejuta keburukannya. Di luar tampak bagus, tapi dalamnya rapuh. Dunia sepak bola Italia saat ini ibaratnya bis metro mini di Jakarta yang di luarnya dipoles cat baru nan mengkilat, tapi di dalamnya keropos. Bahkan, sesekali bisa saja terbakar di tengah jalan. Dunia sepak bola Italia bukanlah bis metro mini tetapi memang dunia sepak bola Italia sedang keropos seperti mesin bis metro mini di Jakarta.

Keburukannya ini makin nyata dengan bagkrutnya beberapa klub seperti Parma. Beberapa klub lain sudah pindah peringkat dari A ke B. Parma pun tampaknya sudah sebagian kakinya di seri B. Parma hanyalah contoh klub yang gagal. Gagal dalam hal manajemen. Beberapa pengamat menunjukkan hal ini misalnya tertundanya pembayaran gaji pemain, pembayaran stadion, pembayaran pajak klub pada penyelenggara liga nasional, dan sebagainya. Bahkan, beberapa pengamat terang-terangan mengatakan Parma sedang dirasuki mafia akut. Pratik mafia memang bukan main ruginya bagi Italia. Bukan saja di dunia sepak bola. Dunia lain pun kena. Politik, keamanan, ekonomi, dan sebagainya. Rapuhnya manajemen sepak bola Italia saat ini hanyalah salah satu akibat dari kuatnya jaringan mafia di Italia saat ini.

Mafia juga masuk kota Parma. Tentu dengan berbagai modus. Modus yang kadang sulit dilihat tetapi akibatnya tampak. Mafia bekerja seperti angin. Angin tidak bisa dilihat tetapi bisa dirasakan tiupannya, bisa dilihat akibat gerakannya lewat daun yang bergoyang. Mafia di kota Parma juga demikian. Teman saya yang penggemar klub Parma mengatakan, “Baru kali ini Parma mengalami keadaan sulit seperti ini.” Ini berarti betapa sulitnya keadaan Parma saat ini. Teman-teman lain berkomentar, “Mafia sudah masuk dan merusak manajemen klub Parma.”

Boleh jadi ada benarnya komentar teman-teman ini. Ada beberapa bangunan di luar kota Parma yang diduga sebagai milik para mafia. Bangunan ini dibiarkan kosong begitu saja. Letak bangunannya juga aneh. Gedung itu dibangun jauh dari perumahan penduduk. Tidak ada rumah penduduk di sekitar. Bangunan itu berdiri sendiri. Bagi orang baru, akan muncul pertanyaan, ini bangunan apa, untuk apa dibangun di sini. Dan beberapa jawaban spekulasi pun muncul. Bangunan ini dibangun oleh mafia untuk mengelabuhi anggaran uangnya. Boleh jadi demikian. Hanya saja kadang sulit menunjukkan buktinya. Wong mafia bekerja seperti angin.

Bicara tenang mafia juga kadang-kadang terang-terangan berlangsung di bar. Sambil minum bir, perencanaan pun dimulai. Memang kata mafia haram disebut di tempat umum. Penulis pernah bertanya tentang hal ini kepada orang Italia sendiri. Dan, langsung dijawab, lebih baik kita bicarakan nanti. Tidak boleh menyebut kata itu di tempat umum. Boleh jadi antara sesama anggota jaringan mafia, bisa saja. Itulah sebabnya, di bar, sambil minum bir, lebih baik menyaksikan pertandingan sepak bola saja. Tidak dilarang dan bahkan banyak yang suka.

Menonton sepak bola di bar tentu benda sensasinya ketika menonton langsung di stadion. Orang Italia sendiri gemar datang ke stadion. Ini salah satu pemasukan besar bagi klub sepak bola. Sayang, dengan adanya krisis, banyak orang Italia yang menanggalkan atau mengurangi kebiasaan ini. Hanya mereka yang penggemar berat yang datang ke stadion. Meski krisis, orang Italia tidak kehilangan minat untuk menyaksikan sepak bola. Dunia sepak bola yang mendarah-daging ini memang sulit dihilangkan. Dengan berbagi cara, mereka mencoba mencari jalan keluarnya.

Salah satu jalan keluarnya adalah menyaksikan di TV. Bisa nonton di rumah masing-masing. Sayang, cara ini pun tidak gampang. Tidak semua pertandingan ditayang di stasiun TV. Kalau mau menyaksikan semua pertandingan, harus berlangganan stasiun khusus misalnya SKY SPORT atau MEDIA SET PREMIER. Harganya pun tidak murah. Untuk SKY SPORT misalnya, dipatok harga dengan kisaran 600 euro ke atas dalam setahun. Kalau dirupiahkan kira-kira Rp. 9.000.000. Mahal bukan? Daripada buang-buang biaya sebesar itu setiap tahun, ada cara yang lebih mudah.

Cara ini memang betul-betul murah dan sesuai dengan gaya hidup orang Italia. Caranya adalah menonton di bar. Dengan biaya 4 euro pun, satu pertandingan bisa ditonton. Tak perlu menunggu jadi bos untuk menyaksikan pertandingan sepak bola seperti ini. Cukup dengan 4 euro dapat 1 botol bir dan dapat bonus tonton sepak bola. Cara ini jauh lebih murah ketimbang datang sendiri ke stadion yang harga tiketnya berkisar dari 30-an euro ke atas. Jauh lebih murah juga ketimbang berlangganan MEDIA SET PREMIER. Di sini sensasinya juga lumayan. Lebih ramai kalau di dalam bar ada dua kelompok pendukung. Adu teriak pun tak terhindarkan. Tetapi semua tetap menjaga kenyamanan di bar. Tidak seperti di stadion yang bisa berteriak sekuat tenaga.

Bar, bir, dan sepak bola. Tiga dunia yang berbeda namun bisa diselaraskan. Minum bir di bar sambil menyaksikan pertandingan sepak bola. Bahkan, kalau mau bukan saja dunia sepak bola. Dunia lain seperti politik, perencanaan perjalanan, dan bisnis pun jadi. Menonton di bar sambil minum bir tidak akan membahayakan sesama pendukung. Tentu tidak seperti menonton sepak bola di Gelora Bung Karno Jakarta atau di Stadion Mandala Krida, Yogyakarta. Tapi, sasaranya sama, menyaksikan pertandingan sepak bola.

Salam sepak bola.

PRM, 8/3/2015

Gordi


Powered by Blogger.