Halloween party ideas 2015

foto oleh Melda Sitompul
Sebentar lagi pilkada DKI akan berlangsung. Ada berjuta janji dan berlaksa kata-kata yang akan didengarkan menjelang pilkada.

Saya mencoba melihat beberapa hal yang sebaiknya diperhatikan oleh calon gubernur ketika menjabat nanti. Hal yang akan diutarakan di sini muncul dari kondisi ril masyarakat Jakarta saat ini.

Jakarta sebagai kota khusus yang menjadi ikon negara Indonesia semestinya setara dengan ibu kota negara lainnya. Orang bilang melihat Indonesia itu seperti melihat Jakarta. Kalau Jakarta nyaman dan indah maka orang menilai Indonesia itu indah dan nyaman. Kalau orang Jakarta ramah maka orang akan menilai Indonesia itu ramah. Sebaliknya kalau Jakarta itu kotor, polusi, macet maka seperti itulah gambaran orang tentang Jakarta.

Maka, tidak salah kalau beberapa hal berikut menjadi perhatian untuk calon gubernur Jakarta.

Pertama, perbaikilah jalan-jalan di Jakarta. Banyak warga Jakarta mengeluh dengan kondisi jalan yang berlobang, rusak, sempit, macet, dan sebagainya. Jalan di Jakarta menjadi salah satu faktor penentu lancarnya perputaran perekonomian. Kalau ke pasar macet maka orang akan malas ke pasar. Kalau ke tempat kerja harus melalui kemacetan maka orang akan berdesak-desak merebut peluang untuk tiba di tempat tujuan. Banyak akibat yang ditimbulkan hanya dengan merebut jalan.

Kedua, ciptakan Jakarta yang nyaman. Akhir-akhir ini masyarakat Jakarta diresahkan dengan aksi premanisme, perampokan, pencurian, dan kejahatan lainnya di Jakarta. Masyarakat tahu hanya pemerintah yang memiliki kekuatan personel keamanan yang bisa menghadapi premanisme semacam ini. Entah bagaimana caranya masyarakat hanya mengharapkan satu hal yakni rasa aman. Masyarakat tak bisa memahami jika polisi diam saja atau lambat menangani kasus pencurian. Pertanyaan masyarakat adalah ke mana saja aparat keamanan ini? Apakah berpangku tangan saja atau membiarkan??

Ketiga, buatlah urusan administrasi yang tidak berbelit panjang. Urusan KTP elektronik yang baru saja dilaksanakan membuat sebagian masyarakat bosan. Pelayanan di kantor-kantor administrasi mulai dari kelurahan dan jajarannya kadang-kadang lambat. Bayangkan betapa bosannya masyarakat ketika tidak dilayani dengan baik oleh aparat. Semua orang tahu warga Jakarta mau cepat-cepat sehingga baiklah kalau urusan administrasi dipercepat. Kalau bisa cepat mengapa mesti dibuat lambat?

Keempat, layanilah masyarakat miskin di kota Jakarta. Banyak orang miskin dari daerah mencari rezeki di Jakarta. Mereka mendengar cerita kalau banyak uang negara beredar di Jakarta. Mereka juga ingin mendapat uang untuk melanjutkan hidup ini. Meski sampai di Jakarta mereka hanya mendorong gerobak, meminta-minta, dan sebagainya, mereka mau bertahan hidup di Jakarta. Oleh karena itu, aparat pemerintah sebaiknya memperlakukan mereka seperti manusia lainnya. Kiranya tak etis kalau mereka ditolak dengan kasar atau diusir dengan paksa tanpa memberi pekerjaan. Tak etis juga kalau menggunakan kekuatan pol pp untuk menjebloskan mereka ke panti sosial.

Kelima, berilah fasilitas kepada pedagang kaki lima atau rakyat lainnya yang mendirikan rumah di atas tanah sengketa. Rasanya tidak adil kalau lapak pedagang kaki lima digusur lalu mereka dibiarkan mencari tempat berlindung. Mereka tentu butuh naungan sementara untuk bertahan hidup. Baik kalau masalah pemindahan disiapkan jauh-jauh hari sehingga tidak menimbulkan aksi penolakan dari masyarakat.

Ini hanya beberapa masalah yang dialami masyarakat DKI. Masalah lain tentu saja ada. Kiranya calon gubernur yang terhormat mendengar keluh-kesah kami warga Jakarta.

CPR, 25/3/2012
Gordi Afri

foto oleh the1 sttimes
Beberapa hari belakangan, media massa di Indonesia dihiasi dengan berita seputar rangkaian demo yang dilakukan oleh mahasiswa (oknum mahasiswa), kelompok buruh, kelompok sopir angkutan, dan sebagainya. Saya menghargai aksi demo ketiga kelompok ini. Namun, saya tidak setuju dengan demo para mahasiswa.

Untuk diketahui saja, bahwa tidak semua mahasiswi/a di Indonesia terlibat daam aksi demo penentangan kenaikan BBM. Kampus kami tidak mempunyai utusan atas nama kampus untuk terlibat dalam aksi demo. Entah ada yang ikut, itu pasti atas nama pribadi. Yang jelas, kami sebagai mahasiswi/a berhak untuk setuju atau tidak setuju dengan aksi demo itu. Apakah kami tidak peka dengan rakyat kecil? Apakah kami tidak bersolider dengan aksi demo para mahasiswi/a di sejumlah kota di tanah air, Jakarta, Bandung, Jember, Sukoharjo, Surakarta, Probolinggo, Medan, Makasar, Surabaya, Malang, Jember, Semarang, Samarinda, Jambi, Lampung, Brebes, Yogyakarta, Palangkaraya, Kendari, Ternate, dan lain-lain?

Tampaknya, kami seperti pembangkang yang tidak peduli dengan rakyat kecil. Kami juga merupakan bagian dari rakyat kecil. Bukankah ini sebuah pengkhianatan? Entah pembaca menilainya seperti itu atau mencap dengan label lainnya, itu sah-sah saja, yang jelas saya dan teman-teman di kampus tidak mau terlibat dalam aksi demo itu. Saya termasuk mahasiswa yang tidak setuju dengan aksi demo yang dilakukan mahasiswa beberapa hari ini. Jangan menilai saya pembangkang karena saya akan memberikan alasan di balik aksi untuk tidak demo.

Pertama, saya mesti mengakui dan berterima kasih atas perjuangan teman-teman mahasiswa untuk memperjuangkan hak rakyat kecil. Saya salut dengan perjuangan teman-teman. Tetapi, saya tidak setuju dengan perjuangan dalam bentuk demo. Mengapa saya tidak setuju? Aksi demo yang digelar di beberapa kota itu tidak mempunyai alasan yang jelas. Jangan-jangan teman-teman hanyalah gerombolan yang ikut-ikutan saja tanpa tahu tuntutan demo itu seperti apa? Apa yang teman-teman perjuangkan dengan aksi demo itu?
Menurut hemat saya, jika aksi demo itu mempunyai tuntutan yang jelas, hampir pasti bahwa demo itu berhasil. Katakanlah membatalkan kenaikan BBM yang sedang direncanakan pemerintah dan DPR. Itu tuntutannya dan hanya itu. Tuntutan itu mesti digemakan dalam aksi demo yang dilakukan oleh teman-teman mahasiswa dari berbagai kota di penjuru tanah air. Jadi, demo itu berlangsung selama tuntutan itu belum dipenuhi.

Tetapi, tuntutan itu, menurut hemat saya, tidak cukup. Ibaratnya dalam berdebat, kita memilih untuk tidak setuju dengan sebuah pendapat dan mempunyai pendapat lain yang kita ajukan. Kalau mahasiswa tidak setuju dengan kenaikan BBM, lau apa kira-kira solusinya? Dengan membatalkan kenaikan BBM, apa kira-kira yang bisa dilakukan pemerintah dan rakyat sehingga keduanya tidak mengalami kerugian besar?

Pilihan lain bisa bermacam-macam. Bisa dengan mengajukan tuntutan menasionalkan perusahaan asing yang mengelola sumber BBM di negeri ini. Cara inilah yang dilakukan pemerintahan Hugo Chavez di Venezuela. Ini hanya salah satu contoh saja. Teman-teman mahasiswa bisa membuat pilihan lain yang kiranya bisa dterapkan di negeri ini jika kenaikan BBM dibatalkan. Dengan tuntutan yang jelas, aksi demo itu terarah dan tidak ada dualisme.

Kedua, aksi demo yang dilakukan mahasiswa justru merugikan masyarakat lainnya. Lihat saja aksi demo beberapa hari belakangan yang dibarengi dengan aksi brutal lainnya. Salah satu kerugian yang sudah pasti  adalah kemacetan. Bayangkan kerugian masyarakat jika beberapa ruas jalan utama ditutup blokade aksi mahasiswa. Ini sama dengan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Apakah tidak lebih baik kalau mahasiswa cukup beraksi di salah satu tempat tanpa menutup akses jalan yang digunakan masyarakat lainnya? Atau apakah nmahasiswa harus menutup akses jalan itu supaya masyarakat tahu bahwa mahasiswa masih eksis memperjuangkan kehidupan rakyat kecil? Dalam hal ini teman-teman mahasiswa mesti berpikir ulang. Jangan menganggap diri paling berkuasa sehingga di jalan pun paling berkuasa. Padahal tindakan itu justru tidak memperjuangkan kehidupan rakyat kecil.

Aksi brutal lainnya adalah pemboikotan dan pelumpuhan jaringan listrik PT Telkom selama 2 jam di Kendari, membakar ban bekas dan aksi lainnya.

Tampaknya agak berlawanan antara aksi demo dengan tujuan memperjuangkan kehidupan rakyat kecil dan tindakan yang dilakukan. Mau peduli dengan rakyat kecil tetapi melumpuhkan jaringan listrik yang justru merugikan banyak orang. Mau peduli dengan rakyat kecil tetapi dengan membakar ban motor yang memperparah kerusakan lingkungan. Muncul pertanyaan, ini aksi demo atau ungkapa kemarahan? Kalau mau marah bereskan dulu penyebab kemarahan itu, dan jangan merugikan masyarakat lainnya.

Inilah argumen saya untuk memilih tidak ikut aksi demo bersama teman-teman mahasiswa lain. Kalau saya ikut maka jumlah pelaku pembakaran motor dan ban bisa bertambah. Kalau saya ikut maka pelaku perusakan lingkungan bertambah. Kalau saya ikut maka panjang kemacetan di beberapa kota jadi bertambah.

Meski saya tidak ikut demo, saya menghargai aksi demo yang dilakukan teman-teman mahasiswa di beberapa kampus di beberapa kota di penjuru tanah air. Kalau tuntutan demo dan solusinya jelas, saya akan mengajak mahasiswa lainnya untuk demo. Kita bersama-sama memperjuangkan kehidupan kita sebagai rakyat kecil dengan cara yang pas, tepat, dan tidak merugikan kepentingan umum. Negeri ini bukan milik kita, para mahasiswa saja, tetapi milk seluruh rakyat Indonesia. Kita hanyalah bagian kecil dari seluruh rakyat Indonesia.***

CPR, 30/3/2012

foto oleh the1 sttimes
Aksi demo beberapa hari ini ibaratnya pertandingan antara mahasiswa dan pemerintah. Pemerintah berencana menaikkan harga BBM per 1 April 2012. Mahasiswa dan rakyat kecil di seluruh penjuru nusantara menolak. Ada apa? Ya, jelas rakyat kecil akan rugi. Sudah susah payah mencari uang masih ditambah lagi dengan beban baru.

Kini, mahasiswa dinyatakan menang. Tuntutan untuk membatalkan kenaikan harga BBM berhasil. Pemerintah kalah, kalau bisa disebut demikian. Masa pemerintah kalah sama rakyat kecil, apalagi mahasiswa? Ya, menang kalah itu hanya soal waktu. Yang jelas, pemerintah kalah karena kebijakan itu (jika diterapkan) merugikan rakyat banyak.

Salut dengan perjuangan mahasiswa di seluruh tanah air. Dengan kemenangan itu, kaum intelektual muda ini patut berbangga. Kapan lagi kalau bukan sekarang, kaum muda memperjuangkan nasib rakyat kecil. Sekali seumur hiduplah jadi kenangan manis, kaum muda menang berhadapan dengan pemerintahnya. Dengan kemenangan itu, bertambahlah nilai perjuangan kaum muda.

Meski menang, kaum intelektual muda ini masih menyisakan tugas besar untuk diperbaiki. Aksi demo bernuansa anarkis masih menjadi kesan buruk yang mesti dihilangkan. Ada mahasiswa dan aparat keamanan yang luka-luka bahkan masuk rumah sakit. Kiranya ini menjadi pelajaran penting agar aksi demo berikutnya tidak terjadi dengan aksi anarkis seperti ini.***

CPR, 31/3/2012

Powered by Blogger.